Suara.com - Mahkamah Agung mengakui adanya kesalahan ketik dalam salinan putusan kasasi dengan tergugat mantan Presiden RI Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Beasiswa Supersemar.
"Masalah kekeliruan itu saya kira masalah khilaf. Tidak bisa salahkan panitera, yang tanda tangan itu kan koreksi juga harus koreksi. Jadi, itu sudah di luar konteks," kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi ketika memberikan keterangan dalam jumpa pers di Gedung Mahkamah Agung di Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Kesalahan pengetikan putusan tersebut terjadi pada tahun 2010 yang dipimpin oleh Harifin Tumpa dengan hakim anggota Rehngena Purba dan Dirwoto.
Kala itu, mereka memutuskan bahwa Soeharto sebagai tergugat pertama dan Yayasan Supersemar sebagai tergugat kedua. Tergugat harus membayar kembali kepada negara sebesar 315 juta dolar AS (berasal dari 75 persen dari 420 juta dolar AS) dan Rp139,2 miliar (berasal dari 75 persen dari Rp185,918 miliar).
Namun, dalam putusannya MA tidak menuliskan Rp139,2 miliar, tetapi Rp139,2 juta.
"Mahkamah Agung menaruh perhatian supaya tidak ada salah ketik lagi dalam memberikan salinan putusan," ujar Suhadi.
Untuk memperbaiki kesalahan pengetikan tersebut, MA pada tanggal 8 Juli 2015 mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kejaksaan Agung terkait dengan Yayasan Beasiswa Supersemar.
Dalam putusan PK tersebut, presiden ke-2 RI Soeharto dan ahli warisnya beserta dengan Yayasan Beasiswa Supersemar harus membayar 315 juta dolar AS dan Rp139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp4,4 triliun dengan kurs saat ini.
Putusan tersebut dilakukan oleh ketua majelis Suwardi, Soltoni Mohdally dan Mahdi Sorinda yang kemudian mengabulkan PK yang diajukan oleh Pemerintah melawan mantan Presiden Soeharto dan ahli warisnya sekaligus menolak PK yang diajukan Yayasan Supersemar.
Kasus ini bermula ketika pemerintah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewenangan dana beasiswa yang seharusnya disalurkan kepada siswa dan mahasiswa justru mengalir ke beberapa perusahaan antara lain PT Bank Duta (420 juta dolar AS), PT Sempati Air (Rp13,173 miliar), serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti (Rp150 miliar).
Negara mengajukan ganti rugi materiil 420 juta dolar AS dan Rp185 miliar serta ganti rugi imaterial Rp10 triliun.
Pada tanggal 27 Maret 2008, PN Jakarta Selatan memutus Yayasan Beasiswa Supersemar bersalah menyelewengkan dana dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
Terkini
-
Digerebek Satpol PP Diduga Sarang Prostitusi, Indekos di Jakbar Bak Hotel: 3 Lantai Diisi 20 Kamar!
-
Usai Siswa Keracunan Massal, DPR Temukan Ribuan SPPG Fiktif: Program MBG Prabowo Memang Bermasalah?
-
RUU Perampasan Aset Mesti Dibahas Hati-hati, Pakar: Jangan untuk Menakut-nakuti Rakyat!
-
Ucapan Rampok Uang Negara Diusut BK, Nasib Wahyudin Moridu Ditentukan Senin Depan!
-
Survei: Mayoritas Ojol di Jabodetabek Pilih Potongan 20 Persen Asal Orderan Banyak!
-
Sambut Putusan MK, Kubu Mariyo: Kemenangan Ini Milik Seluruh Rakyat Papua!
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi