Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berpendapat penolakan Mahkamah Agung terhadap rekomendasi Komisi Yudisial tentang penjatuhan sanksi kepada Hakim Sarpin Rizaldi melemahkan wewenang komisi tersebut sebagai institusi pengawas hakim.
Sebelumya pada Rabu (19/8/2015), melalui juru bicara Suhadi, MA mengatakan bahwa sanksi terhadap Sarpin bukan kewenangan KY. KY menurut Suhadi hanya berwenang melakukan pengawasan terhadap perilaku dan kode etik hakim.
"Jika ditarik ke belakang usai putusan praperadilan Budi Gunawan dikabulkan, Mahkamah Agung melalui Hakim Suhadi juga sudah menyatakan penolakan sejak awal terhadap upaya hukum yang akan diambil KPK," kata Koordinator Bantuan Hukum YLBHI Julius Ibrani melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (23/8/2015).
Tindakan ini seolah-olah merupakan bentuk perlindungan terhadap Hakim Sarpin dan menafikan eksistensi KY. Laporan Koalisi Pemantau Peradilan ke Bagian Pengawasan Mahkamah Agung soal Hakim Sarpin juga tidak jelas tindak lanjutnya.
Upaya kriminalisasi terhadap dua komisioner Komisi Yudisial (Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Sauri) selain bentuk perlawanan terhadap keberadaan KY, juga merupakan upaya pelemahan terhadap institusi pengawas hakim ini.
"Komsioner Komisi Yudisial yang dalam rangka menjalankan tugas dikriminalisasi sehingga berakibat terhambatnya kerja-kerja Komisi Yudisial. Tindakan MA yang tak melarang Hakim Sarpin untuk melaporkan pidana kepada dua pimpinan Komisi Yudisial telah nyata-nyata hanya memperburuk kondisi hubungan Komisi Yudisial dan MA," kata dia.
Menurut dia tindakan tersebut juga seolah-olah dibiarkan untuk menyudutkan Komisi Yudisial, dan patut diduga untuk meruntuhkan kewibawaan Komis Yudisial.
Menurut peniliti Indonesia Corruption Watch Aridila Caesar upaya pelemahan lain adalah diajukannya "Judicial Review" terhadap UU Komisi Yudisial oleh Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) ke Mahkamah Konstitusi.
"Langkah IKAHI ini terkesan mendapat restu dari Mahkamah Agung. Upaya ini jelas dilakukan untuk mempreteli sejumlah kewenangan KY dalam proses rekrutmen hakim. Padahal kelahiran KY merupakan amanat konstitusi dan reformasi. Sebagai amanat reformasi, kewenangan KY dalam proses rekrutmen hakim merupakan amanat yang tak dapat ditawar-tawar," kata Caesar.
Upaya IKAHI lebih jauh dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan amanat reformasi.
"Upaya delegitimasi Komisi Yudisial pun dilakukan, salah satu pimpinan Mahkamah Agung dalam hal ini mengusulkan penghapusan KY dalam konstitusi kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)," kata dia.
Upaya ini jelas merupakan upaya meruntuhkan eksistensi Komisi Yudisial yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Sebagai gambaran, data dari laporan Mahkamah Agung mencatat terdapat 117 Hakim yang dikenai sanksi disiplin, jumlah tersebut merupakan 56 persen dari total jumlah pegawai pengadilan yang dikenai sanksi disiplin.
ICW mencatat sedikitnya ada lima hakim tipikor dan satu Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang terlibat dalam perkara korupsi, jumlah ini belum termasuk tiga hakim PTUN Medan yang ditangkap KPK atas dugaan suap.
Publik harus waspada terhadap segala upaya persekongkolan untuk melemahkan KY, lebih jauh menghapuskan keberadaan KY. Lembaga pengadilan yang belum bersih, transparan, akuntabel dan berintegritas masih memerlukan eksistensi KY.
Langkah yang diperlukan bukanlah melemahkan dan menghapuskan KY melainkan memperkuat KY melalui penambahan kewenangan guna maksimal mengawasi hakim diseluruh Indonesia.
"Kami menilai upaya pelemahan KY sudah dilakukan secara sistematis. Misalnya dengan pengabaian terhadap rekomendasi KY, menunda nunda proses rekrutmen hakim yg seharusnya KY terlibat, upaya memangkas kewenangan KY dalam UU Komisi Yudisial melaui judicial review, dan pembiaran terjadinya kriminalisasi terhadap pimpinan KY," kata dia.
Agar pelemahan KY yang sistematis ini dibatalkam maka Presiden Jokowi sebaiknya turun tangan agar proses hukum terhadap dua komisioner Komisi Yudisial segera dihentikan. Mahkamah Konstitusi juga diminta menolak permohonan IKAHI untuk memangkas kewenangan KY dalam UU Komisi Yudisial. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Jelang Natal dan Tahun Baru, Polda Metro Jaya Siagakan 5.044 Personel Gabungan!
-
Walhi Sumut Bongkar Jejak Korporasi di Balik Banjir Tapanuli: Bukan Sekadar Bencana Alam
-
Jelang Nataru, Kapolda Pastikan Pasukan Pengamanan Siaga Total di Stasiun Gambir
-
Tok! Palu MA Kukuhkan Vonis 14 Tahun Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat Gagal Total
-
Hunian Sementara untuk Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun, Begini Desainnya
-
Tragedi Tol Krapyak: Kecelakaan Maut Bus PO Cahaya Trans Tewaskan 16 Orang, Disopiri Sopir Cadangan
-
Menko Yusril Jelaskan Alasan Pemerintah Pilih Terbitkan PP Atur Penugasan Polisi di Jabatan Sipil
-
Kena OTT KPK, Kajari HSU Dicopot Jaksa Agung, Satu Anak Buahnya Kini Jadi Buronan
-
Pramono Anung Siapkan Insentif untuk Buruh di Tengah Pembahasan UMP 2026
-
Waka BGN Minta Maaf Usai Dadan Dianggap Tak Berempati: Terima Kasih Rakyat Sudah Mengingatkan