Suara.com - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Surahman Hidayat mengatakan sudah menerima surat dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengenai penanganan kasus di mahkamah dewan. Surat tersebut berisi pesan agar mahkamah tidak membuka materi perkara yang sedang ditangani. Surat ini ada kaitan dengan kasus dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon karena menemui pengusaha Donald Trump di AS.
"Itu regulasi. Surat itu ditujukan ke pimpinan MKD, merespon surat pimpinan MKD untuk melakukan tugas penyelidikan. Silakan. Tapi itu tidak harus disebut (alasannya), karena (alasan itu) sudah aturannya, dan MKD sudah melakukan tugas itu. Yaitu, yang boleh diketahui proses, sedangkan konten dan materi tidak boleh," ujar Surahman di DPR, Rabu (23/9/2015).
Menurut Surahman, surat Fahri bertujuan untuk mengingatkan mahkamah. Tapi, katanya, mahkamah telah bekerja sesuai amanat undang-undang.
Bagi Surahman yang juga satu fraksi dengan Fahri, PKS, surat tersebut bukan bentuk intervensi pimpinan DPR.
Hari ini, mahkamah kehormatan menjadwalkan rapat internal dengan tujuan membahas seluruh kasus yang ada, salah satunya dugaan pelanggaran etika Setya dan Fadli.
Untuk kasus Setya dan Fadli, Surahman mengatakan ditangani menjadi Laporan Tanpa Aduan. Artinya, saat ini prosesnya baru sampai masuk ke dalam verifikasi bahan perkara. Caranya dengan mencari dokumen dan informasi dari pihak terkait.
"Kalau perkara tanpa aduan harus penyelidikan. Supaya persidangan matang. Sekarang itu yang ditempuh. Mengumpulkan bahan-bahan tertulis. Kesekjenan dan BKASP juga sudah dapat. Kita juga sudah mengutus orang untuk menanyakannya dan sudah direkam. Apa sudah cukup apa belum. Harapan saya hari ini sebelum matahari terbenam ada rapim untuk itu," ujar Surahman.
Setelah itu, kata Surahman, diadakan penyelidikan dan pemanggilan saksi-saksi, termasuk terlapor, yaitu Setya dan Fadli.
Untuk kasus ini, Surahman menilai masuk kepelanggaran kode etik sehingga tidak perlu menggunakan panel. Panel, kata Surahman, hanya untuk tindakan pelanggaran etika berat yang hukumannya sampai pada pemecatan.
"(Kasus Setya cs) itu Kode etik saja. Kalau Panel itu untuk perkara yang sudah disimpulkan rapat pleno bahwa mengandung pelanggaran berat. Dijatuhkan sanksi berat sampai pemecatan," ujar dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO