Suara.com - Pakar perlindungan hutan dan lahan gambut memastikan pesawat bantuan dari negara asing untuk melakukan bom hujan dari udara tidak membantu pemadaman kebakaran hutan. Hal itu sudah terbukti.
Guru Besar dalam bidang Perlindungan Hutan Institut Pertanian Bogor, Prof Bambang Hero Saharjo mencatat di tahun 1997-1998 cara itu sudah digunakan untuk memadamkan kebakaran hutan. Namun gagal.
Dia menjelaskan lahan yang terbakar berpotensi membakar 40 ton bahan bakar tiap hektarnya. Potensi pembakaran itu jauh lebih tinggi jika yang terbakar adalah kawasan lahan gabut.
"Saya melakukan penelitian dengan potensi kebakaran dengan bahan bakar 40 ton perhektar. Di dalam hutan itu ada bahan bakar berupa kayu, ranting dan daun-daunan," jelas Hero saat berbincang dengan suara.com di ruang kerjanya di IPB Bogor, Senin (3/11/2015).
Hero mengatakan air yang dijatuhkan dari pesawat akan kenguap. Karena suku di permukaan yang terbakar mencapai 1.100 derajat celius.
"Itu kalau terbakar seluruhnya maka akan menghasilkan suku panas 1.100 derajat celcius. Impliksinya ketika air itu turun dari hujan buatan atau juga pesawat. Maka air itu keburu kering di atas karena menguap," kata dia.
Selain itu, pesawat juga tidak memungkinkan terbang di atas lahan kebakaran. Pandangan pilot helikopter akan terhalang kabut asap.
"Dalam kondisi banyak kebakaran harus menentukan pilihan mana yang dipadamkan dulu. Karena sarana terbatas. Misal ada helicopter, dia tidak bisa terbang. Karena ada batasan jarak pandang terbang. Helikopter kalau di kebakaran hutan, nggak bisa terbang," jelas dia.
Luas lahan rawa gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektar atau sekitar 10,8 persen dari luas daratan Indonesia. Dari luasan tersebut sekitar 7,2 jutahektar atau 35 persen terdapat di Pulau Sumatera. Tahun 2015 ini ada 2 juta hektar lahan yang terbakar.
Lahan rawa gambut merupakan bagian dari sumberdaya alam yang mempunyai fungsi untuk pelestarian sumberdaya air, peredam banjir, pencegah intrusi air laut, pendukung berbagai kehidupan, keanekaragaman hayati, dan pengendali iklim melalui penyerapan dan menyimpan karbon.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
Terkini
-
Fraksi Partai Nasdem Dukung Pilkada Lewat DPRD: Sesuai Konstitusi dan Pancasila
-
DPR Desak KPK Jelaskan Penghentian Penyelidikan Kasus Aswad Sulaiman Secara Transparan
-
Hadapi Tantangan Geografis, Pendidikan dan Kesejahteraan Anak di Maluku Utara Jadi Fokus
-
AMAN Catat Konflik 202 Ribu Hektare Wilayah Adat Bengkulu Sepanjang 2025
-
Harapan Publik Tinggi, KPK Tegaskan Penghentian Kasus Aswad Sulaiman Berbasis Alat Bukti
-
Rentetan Kecelakaan Kerja di Galangan PT ASL Shipyard Kembali Terjadi, Polisi Turun Tangan
-
Viral Sekelompok Orang Diduga Berzikir di Candi Prambanan, Pengelola Buka Suara
-
Bahlil Lahadalia Jamu Cak Imin dan Zulhas Hingga Dasco di Kediamannya, Bahas Apa?
-
Tak Bisa Beli Roti Gegara Cuma Punya Uang Tunai: Kenapa Toko Lebih Suka Cashless?
-
Mendagri: Pemerintah Siapkan Bantuan Renovasi dan Hunian bagi Warga Terdampak Bencana Sumatra