Suara.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan pencabutan larangan ojek dan taksi yang berbasis aplikasi, adalah sebuah tragedi dari sisi kebijakan publik bahkan regulasi.
"Pencabutan larangan itu merupakan tragedi regulasi karena sangat kental dimensi politiknya, yaitu tekanan Presiden. Sayangnya, Presiden hanya melihat dari aspek populisme, tanpa melihat aturan dan regulasi," kata Tulus Abadi melalui pesan elektronik di Jakarta, Jumat (18/12/2015).
Tulus mengatakan ojek menjamur karena kegagalan pemerintah dalam menyediakan angkutan umum yang manusiawi. Keberadaan ojek tumbuh subur karena ada pembiaran sistematis, bahkan patut diduga ada yang "memelihara".
Menurut Tulus, kondisi tersebut dari sisi manajemen transportasi umum tidak boleh dibiarkan. Aspek keamanan sepeda motor memang sangat rendah, baik untuk angkutan pribadi, apalagi angkutan umum orang.
"Terbukti, dari total korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal dunia, lebih dari 70 persen melibatkan pengguna sepeda motor, termasuk korban dari ojek aplikasi," tuturnya.
Karena itu, Tulus menilai larangan ojek dan taksi yang berbasis aplikasi sudah tepat dari sisi kebijakan karena secara normatif sepeda motor tidak bisa dikualifikasikan sebagai angkutan umum.
Namun, larangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan terhadap ojek dan taksi beraplikasi tidak memiliki basis sosiologis yang jelas.
"Larangan itu dikeluarkan tanpa analisis dampak sosial sedikit pun, karena faktanya keberadaan ojek sudah berurat berakar di tengah terpuruknya angkutan umum," ucapnya.
Sebelumnya, Menhub Ignasius Jonan mengirimkan surat bernomor UM.302/1/21/Phh/2015 tertanggal 9 November 2015 kepada Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti dengan perihal Kendaraan Pribadi (Sepeda Motor, Mobil Penumpang, Mobil Barang) yang Digunakan Untuk Mengangkut Orang dan/atau Barang dengan Memungut Bayaran.
Dalam surat tersebut, Menhub meminta kepada Kapolri untuk mengambil langkah-langkah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait maraknya pemanfaatan kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang dengan memungut bayaran.
Menhub memang tidak secara spesifik menyebut ojek dalam surat tersebut, tetapi juga layanan mobil penumpang dan mobil barang berbasis aplikasi internet.
Menhub menyatakan pengaturan kendaraan bermotor bukan angkutan umum tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
Namun, setelah surat tersebut menjadi polemik di masyarakat. Bahkan Presiden Joko Widodo yang secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap bisnis ojek beraplikasi tersebut. Jokowi menilai keberadaan jasa ojek sangat dibutuhkan masyarakat. Jokowi mengkritik kebijakan Jonan yang seolah mengabaikan dampaknya bagi masyarakat.
Akhirnya, Jumat (18/12/2015) di Gedung Kementerian Perhubungan, Jonan dalam konferensi pers menyatakan pihaknya membatalkan pelarangan ojek berbasis aplikasi. Namun Jonan mewacanakan revisi UU Lalu Lintas serta meminta pihak penyedia jasa ojek berkoordinasi dengan Korlantas Polri.
Berita Terkait
-
7 Motor yang Bisa Ngecas HP untuk Ojol, Fitur Power Charger Aman
-
Lebih dari Sekadar Transportasi, Ojek Online Jadi Inovasi yang Mengubah Wajah Mobilitas Kota
-
Pengemudi Ojol Jadi Buron Usai Penumpangnya Tewas, Asosiasi Desak Pelaku Serahkan Diri
-
Penumpang Dibuang Ojol Depan DPR Usai Tabrak Truk, Tewas Setelah Seminggu Koma
-
Blueprint Keberlanjutan Ride-Hailing Indonesia: Motor Penggerak UMKM dan PDB Nasional
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025: Diskon Besar Awal Pekan!
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- Terbongkar dari Tato! Polisi Tetapkan Pria Lawan Main Lisa Mariana Tersangka Kasus Video Porno
- Buntut Tragedi SMA 72 Jakarta, Pemerintah Ancam Blokir Game Online Seperti PUBG
Pilihan
-
Cek Fakta: Viral Isu Rektor UGM Akui Jokowi Suap Rp100 Miliar untuk Ijazah Palsu, Ini Faktanya
-
Heimir Hallgrimsson 11 12 dengan Patrick Kluivert, PSSI Yakin Rekrut?
-
Pelatih Islandia di Piala Dunia 2018 Masuk Radar PSSI Sebagai Calon Nahkoda Timnas Indonesia
-
6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
-
Keuangan WIKA 'Berlumur Darah' Imbas Whoosh, Bosnya Pasrah Merugi
Terkini
-
Babak Baru Korupsi Petral: Kejagung Buka Penyidikan Periode 2008-2015, Puluhan Saksi Diperiksa
-
Aliansi Laki-Laki Baru: Lelaki Korban Kekerasan Seksual Harus Berani Bicara
-
Ahli BRIN Ungkap Operasi Tersembunyi di Balik Jalan Tambang PT Position di Halmahera Timur
-
Jeritan Sunyi di Balik Tembok Maskulinitas: Mengapa Lelaki Korban Kekerasan Seksual Bungkam?
-
Mendagri Tito Dapat Gelar Kehormatan "Petua Panglima Hukom" dari Lembaga Wali Nanggroe Aceh
-
'Mereka Mengaku Polisi', Bagaimana Pekerja di Tebet Dikeroyok dan Diancam Tembak?
-
Efek Domino OTT Bupati Ponorogo: KPK Lanjut Bidik Dugaan Korupsi Monumen Reog
-
Bukan Kekenyangan, Tiga Alasan Ini Bikin Siswa Ogah Habiskan Makan Bergizi Gratis
-
Jenderal Bintang Dua Terseret Sengketa Lahan Jusuf Kalla, Mabes AD Turun Tangan
-
Video Aksi Koboi di Tebet, Pulang Kerja Dihadang dan Diancam Tembak