Suara.com - Kedutaan Besar RI (KBRI) Tripoli memulangkan 12 tenaga kerja Indonesia (TKI) korban pedagangan manusia di Libya. Para korban terdiri dari satu lelaki , satu anak dan 10 perempuan. Seluruhnya akan tiba di Jakarta pada Selasa (12/1/2016), dengan menggunakan pesawat Qatar Airways (QR-956).
Sekretaris Ketiga Fungsi Ekonomi dan Pensosbud KBRI Tripoli, Berhan Akla kepada Antara di London, Senin (11/1/2016) menyebutkan nama para korban. Yaitu Suparma Bt Ahmad Gecang, Elo Bt Yusuf Salim, Ade Nunung Parida Bt Yunus, Dwi Rahmawati, Eti Roheti, Wartiyah Bt Cariman, Winda Bondan Naimin, Aisah Binti Samaliah Tahir, Diah Saidah Bt Sahrowi Saim, Sunani Bt Jamiah, dan seorang Balita bernama Riski Saputra yang berusia 5 tahun anak dari Sunani Bt Jamiah.
Awalnya, para WNI tersebut dijanjikan dipekerjakan di negara-negara seperti Uni Emirat Arab, Oman, dan Turki. Namun dengan alasan tidak adanya majikan yang bersedia menerima, mereka dipaksa bekerja di Libya.
Jalur yang ditempuh oleh pelaku perdagangan orang adalah melalui Jakarta, Bandung, Batam lalu Kuala Lumpur, Istanbul, Mitiga dan Tripoli.
Permasalahan yang dialami para TKI ilegal di Libya antara lain lamanya waktu kerja, istirahat kurang, gaji tidak dibayar, paspor ditahan majikan atau agen, perlakuan kasar majikan dan agen, dan bahkan tidak dibuatkan ijin tinggal (iqomah).
Selain itu, beberapa WNI tiba di Libya dalam kondisi kurang sehat dan tetap dipaksa bekerja untuk menghindari kerugian agen di Libya.
Besarnya permintaan serta harga jual TKI yang cukup mahal di Libya, membuat para pelaku perdagngan orang tetap gencar mengirimkan TKI tanpa mempedulikan keselamatan jiwa TKI.
Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah tidak menyurutkan langkah para pelaku perdagangan orang untuk mengirim TKI .
KBRI Tripoli mengharapkan dukungan pihak-pihak terkait di Indonesia untuk mencegah setiap WNI yang akan melakukan perjalanan ke Libya dengan tujuan bekerja mengingat pemberlakuan moratorium serta situasi keamanan di Libya yang masih buruk.
Informasi lebih lanjut mengenai perlindungan WNI di Libya, dapat menghubungi Hotline KBRI Tripoli (+216 25 596 366), Sdr. Bambang Prija Hutama-Pelaksana Fungsi Konsuler KBRI Tripoli (+216 28 504 750) dan Sdr. Untung Istiawan-Staf Konsuler KBRI Tripoli (+216 21 683 669). (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Kewenangannya Dicabut, Karen Agustiawan Klaim Tak Tahu Soal Penyewaan Tangki BBM Anak Riza Chalid
-
Babak Baru Skandal Whoosh: Pakar Hukum Desak KPK 'Seret' Jokowi ke Meja Pemeriksaan
-
Karen Agustiawan Ungkap Fakta TBBM Merak: Kunci Ketahanan Energi Nasional atau Ladang Korupsi?
-
Blok M Bangkit Lagi! Gubernur DKI Janjikan Sistem Parkir Satu Pintu, Minta Warga Naik Transum
-
KCIC Siap Bekerja Sama dengan KPK soal Dugaan Mark Up Anggaran Proyek Kereta Cepat Whoosh
-
Mendagri Tito Karnavian Buka-bukaan, Ini Biang Kerok Ekonomi 2 Daerah Amblas!
-
Sidang Kasus Korupsi Pertamina, Karen Agustiawan Ungkap Tekanan 2 Pejabat Soal Tangki Merak
-
Ultimatum Gubernur Pramono: Bongkar Tiang Monorel Mangkrak atau Pemprov DKI Turun Tangan!
-
Drama Grup WA 'Mas Menteri': Najelaa Shihab dan Kubu Nadiem Kompak Bantah, tapi Temuan Jaksa Beda
-
Karen Agustiawan Ungkap Pertemuan Pertama dengan Anak Riza Chalid di Kasus Korupsi Pertamina