Suara.com - Timbul terorisme berbalut kedok keagamaan merupakan kelanjutan pembentukan pengalihan pola pikir dan sikap dari oknum radikal yang tidak menerima dasar ideologi bangsa saat ini, kata pengamat hukum tata negara Universitas Bandarlampung Refandi Ritonga.
Menurut Refandi Ritonga, S.H., M.H. di Bandarlampung, Senin (18/1/2016), kemunculan aksi terorisme yang terpancang pada penyerangan bersenjata api maupun bom bunuh diri diduga dilakukan oleh lima orang pria yang mengklaimkan diri dari sel jaringan kelompok radikal ISIS yang mengguncang sekitar Sarinah di Jalan M.H. Thamrin Jakarta Pusat, Kamis (14/1), sekaligus menunjukkan bahwa ideologi bangsa Indonesia saat ini nyatanya belum terimplementasikan secara luas dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal itu, katanya lagi, terlihat dari kelemahan implementasi sistem tata negara dari penyerapan dan aktualisasi nilai-nilai sila pertama Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak Indonesia merdeka dan berdiri sebagai sebuah bangsa yang diikuti terbentuk Pancasila dan UUD 1945 sebagai pilar maupun dasar negara, menurut dia, implementasi terhadap keyakinan sangat rentan digoyang, dan tidak kuat penerapannya sehingga ada pertentangan hingga memunculkan perbedaan sikap, pendapat, dan arah ideologi dari sekelompok orang yang goyah terhadap implementasi nilai-nilai haluan negara itu.
Akademisi lulusan Magister Hukum Universitas Bandarlampung (UBL) tahun 2012 itu memandang dalam perjalanan bangsa Indonesia di tengah terpaan modernisasi dan globalisasi juga ditandai merebak demokrasi berbasis kapitalisme, liberalisme, hingga hedonisme yang menimalkan asas demokrasi Pancasila.
Hal itu, katanya lagi, dapat mengakibatkan muncul ketidakpuasan beberapa pihak internal maupun eksternal yang ingin memaksakan perubahan ekstrem dari arah, hak, dan wewenang kebijakan bangsa ke muruah garis keras pergerakan organisasi ataupun pemikiran utama pemimpinnya.
"Kita perlu pertanyakan lagi, ke mana peran pemangku kepentingan bangsa dalam mengantisipasinya? Karena itu perlu ada peningkatan kerja sama dari pemegang kebijakan, kaum profesional, hingga akademisi dan praktisi yang haluannya nasionalis maupun agamais," ujarnya pula.
Refandi menegaskan bahwa negara beserta masyarakat perlu lagi melakukan langkah penguatan terhadap nilai Pancasila sebagai buah perjuangan bangsa Indonesia yang terdiri atas keberagaman agama, ras, dan suku bangsa yang tidak dimiliki bangsa lain.
Dosen yang juga Ketua Badan Pengawas Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mapala UBL itu melihat marak aksi pengeboman, penembakan, hingga muncul aliran kepercayaan baru, akibat ingin ulah aksi penonjolan eksistensi maupun kekuatan organisasi yang melawan negara.
"Makanya, sebagai bangsa besar, langkah Indonesia dengan menstimuluskan pesan positif di dunia nyata maupun media sosial, terbukti sebagai langkah antisipatif mencegah aksi terorisme berkepanjangan," katanya.
Selain itu, Refandi yang juga anggota Biro Kemahasiswaan UBL ini juga berharap peran alim ulama, pemuka kerohanian, hingga tokoh masyarakat bisa menyadarkan oknum masyarakat yang telah melenceng dari kaidahnya.
Setelah ini ke depannya, katanya pula, meminta pemerintah dituntut berani menghukum berat atau bahkan mengekstradisi WNI dan atau WNA yang terbukti terlibat gerakan radikal maupun segera merehabilitasi korban-korban yang tercuci otaknya.
"Jika mereka tidak setuju dengan ideologi yang berlaku di Indonesia, negara berkewajiban mengusir mereka. Cara itu dapat menangkal oknum yang bisa terindikasi sebagai dalang atau penggerak aksi-aksi radikal terorisme. Selain itu, semua pihak harus terus menyuntikkan nilai-nilai agama dari pengajaran enam agama dan aliran kepercayaan yang diakui di Indonesia dari segi implementasinya. Ini harus segera dilakukan agar dapat menimalkan, bahkan menghapus paham-paham itu agar tidak bersinggungan luas lagi dengan publik," katanya lagi. (Antara)
Berita Terkait
-
Bukan Terorisme Jaringan, Bom SMAN 72 Ternyata Aksi 'Memetic Violence' Terinspirasi Dunia Maya
-
Dari Puncak JI ke Pangkuan Ibu Pertiwi: Kisah Abu Rusydan dan Komitmen Deradikalisasi Negara
-
Tangkal Radikalisme dan Aksi Teroris di Daerah, BNPT Gandeng Mahasiswa, Gimana Caranya?
-
Intoleransi dan Radikalisme terhadap Perempuan: Kekerasan Sistemik yang Tak Bisa Diabaikan
-
Intoleransi dan Radikalisme Gender: Kekerasan Sistemik yang Mengancam Perempuan
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Matic untuk Keluarga yang Irit BBM dan Murah Perawatan
- 58 Kode Redeem FF Terbaru Aktif November 2025: Ada Item Digimon, Diamond, dan Skin
- 5 Rekomendasi Mobil Kecil Matic Mirip Honda Brio untuk Wanita
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
- 5 Sunscreen Wardah Untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Bantu Atasi Tanda Penuaan
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Terbaik, Ideal untuk Gaming dan Kerja Harian
-
HP Mau PHK 6.000 Karyawan, Klaim Bisa Hemat Rp16,6 Triliun
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah Tahan Seharian Tanpa Cas, Cocok untuk Gamer dan Movie Marathon
-
5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
-
Hari Ini Bookbuilding, Ini Jeroan Keuangan Superbank yang Mau IPO
Terkini
-
Detik Penentu Kasus Alvaro: Hasil DNA Kerangka Manusia di Tenjo Segera Diumumkan Polisi
-
Ira Puspadewi Direhabilitasi, KPK Tegaskan Kasus PT Jembatan Nusantara Tak Berhenti di Tengah Jalan
-
Baru 4 Bulan Menjabat, Dirdik Jampidsus 'Penjerat' Nadiem Makarim Dimutasi Jaksa Agung
-
Menteri PANRB Sampaikan Progres dan Proyeksi Program Kerja Kementerian PANRB Dalam Rapat Bersama DPR
-
Polda Metro Jaya Gelar Audiens dengan Keluarga Arya Daru Siang Ini: Ada Temuan Baru?
-
Reformasi Polri Harus Menyeluruh, Bukan Wajahnya Saja: KUHAP Baru Diminta Dibatalkan
-
Kejagung Periksa Eks Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam Kasus Dugaan Manipulasi Pajak 20162020
-
Pagi Ini, KPK Masih Tunggu Surat Keputusan Rehabilitasi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Dkk
-
Dompet Dhuafa Menyapa Masyarakat Muslim di Pelosok Samosir, Bawa Bantuan dan Kebaikan
-
Usai Dapat Rehabilitasi Prabowo, Kuasa Hukum Ira Puspadewi Langsung Sambangi KPK