Suara.com - Dunia cyber telah menjadi medan perang yang paling sulit ditaklukkan pada abad ke 21. Selama beberapa tahun terakhir, Islamic State of Iraq and Syria dan kelompok ekstremis lain memanfaatkan media sosial untuk mengintimidasi, merekrut, dan memperluas pengaruh ke seluruh dunia.
Menurut data pihak berwenang, sebanyak 700 warga negara Indonesia berangkat ke Suriah untuk berjuang bersama ISIS. Jumlah ini belum termasuk warga yang dipengaruhi paham ISIS yang masih berada di Indonesia.
Seorang wakil dari salah satu perusahaan konsultan keamanan di Jakarta menegaskan bahwa Indonesia sangat rentan terhadap pengaruh ISIS di media sosial.
“Saat ini, Indonesia menempati peringkat keempat negara dengan jumlah pengguna FB (Facebook) terbanyak dan peringkat kelima di Twitter, apalagi ada ratusan situs ekstremis lain. Tidak ada banyak yang bisa dilakukan pemerintah RI untuk mencegah pengaruh ISIS lewat sosmed,” kata sumber yang tidak mau disebutkan identitasnya itu kepada Suara.com.
Maret 2015 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika berusaha memblokir 22 situs yang dianggap mengandung konten penggerak paham radikalisme atau simpatisan radikalisme.
Namun, kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak diterima oleh masyarakat Islam. Bahkan, ditentang Ketua Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin. Din berpendapat kalau pemblokiran dilakukan dengan mengaitkan isu radikalisme, hal itu malah bersifat kontraproduktif. Terorisme, katanya, tak bakal lenyap dengan cara-cara memblokir situs online, apalagi dilakukan secara sepihak. Yang terpenting, menurut Din, pemerintah memberikan pemahaman yang baik.
Upaya pemerintah memblokir situs yang dianggap radikal juga memunculkan perdebatan antara kebebasan bersuara dan kebijakan keamanan nasional.
“Ada garis halus yang memisahkan situs terorisme dan situs Islamic yang konservatif dan radikal, tetapi memang tidak mengajak orang melakukan tindakan teror,” kata wakil perusahaan konsultan keamanan.
Akibatnya, pemerintah Indonesia enggan memblokir situs dan akun media sosial yang mencurigakan. Menurut wakil perusahaan konsultan keamanan, membredel situs teroris lebih sulit daripada memblokir situs web yang menodai Islam.
Hal itu dikarenakan karena pemerintah RI tidak mau menyinggung perasaan umat Islam, meskipun ada situs dan akun media sosial yang mampu membahayakan keamanan nasional. (Meg Phillips)
Tag
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
Bernardo Tavares Cabut! Krisis Finansial PSM Makassar Tak Kunjung Selesai
-
Ada Adrian Wibowo! Ini Daftar Pemain Timnas Indonesia U-23 Menuju TC SEA Games 2025
-
6 Fakta Demo Madagaskar: Bawa Bendera One Piece, Terinspirasi dari Indonesia?
-
5 Rekomendasi HP 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
Terkini
-
Dana Bagi Hasil Jakarta dari Pemerintah Pusat Dipangkas Rp15 Triliun, Pramono Siapkan Skema Ini
-
KemenPPPA Dorong Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis Pasca Kasus Keracunan
-
BGN Enggan Bicara Sanksi untuk Dapur MBG, Malah Sebut Mereka 'Pejuang Tanah Air'
-
Agus Suparmanto Sah Pimpin PPP, Mahkamah Partai Bantah Dualisme Usai Muktamar X Ancol
-
DPRD DKI Sidak 4 Lahan Parkir Ilegal, Pemprov Kehilangan Potensi Pendapatan Rp70 M per Tahun
-
Patok di Wilayah IUP PT WKM Jadi Perkara Pidana, Pengacara: Itu Dipasang di Belakang Police Line
-
Divonis 16 Tahun! Eks Dirut Asabri Siapkan PK, Singgung Kekeliruan Hakim
-
Eks Dirut PGN Ditahan KPK! Terima Suap SGD 500 Ribu, Sempat Beri 'Uang Perkenalan'
-
Ikutilah PLN Journalist Awards 2025, Apresiasi Bagi Pewarta Penggerak Literasi Energi Nasional
-
Soal Arahan Jokowi Dukung Prabowo-Gibran 2 Periode, Gus Yasin: PPP Selalu Sejalan dengan Pemerintah