Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melihat aksi menyemen kaki yang dilakukan oleh ibu-ibu dari Pegunungan Kendeng merupakan cerminan dari persoalan serupa, yaitu penolakan terhadap pendirian pabrik-pabrik yang terindikasi merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
"Aksi Ibu-ibu ini kan mencerminkan satu dari persoalan serupa, persoalan agraria yang memang banyak sekali, kasus kedua terbanyak dilaporkan," kata salah satu komisioner Komnas Ham, Sandrayati Moniaga, kepada Suara.com, di Jakarta, kamis (14/4/2016).
Menurut Sandra, aksi yang dilakukan oleh ibu-ibu dari pegunungan kendeng bukan sekedar menyampaikan aspirasi mereka saja, melainkan juga menyampaikan aspirasi masyarakat secara umum, atas hak memperoleh lingkungan yang baik dan bersih.
"Mereka mewakili juga kepedulian dari kelompok korban, petani dan pecinta lingkungan, karena yang disampaikan ibu-ibu ini kan bukan sekedar hak atas tanah dia, bukan hak atas wilayah dia saja, tapi hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Ini yang pertama kami lihat," tutur Sandra.
Sandra juga mengakui bahwasanya Komnas Ham sudah melakukan pemantauan terkait kasus yang sedang dipersoalkan oleh ibu-ibu dari Pegunungan Kendeng tersebut.
"Merespon kasus ini, Komnas sudah melakukan pemantauan kasus tersebut, yang kedua kami juga sudah membentuk tim, yang disebut tim kars jawa yang sekarang masih jalan, kebetulan ada di Jawa Timur," tuturnya.
Aksi menyemen kaki yang dilakukan oleh ibu-ibu dari Pegunungan Karst, Kendeng, Jawa Tengah, di seberang Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, merupakan aksi yang kesekian kalinya. Bertahun-tahun mereka menolak pembangunan pabrik Semen Indonesia di daerahnya, yang terindkasi akan merusak lingkungan hidup serta merugikan masyarakat setempat.
Foto: Sandrayati Moniaga saat menemui ibu-ibu yang menyemen kakinya di depan Istana Merdeka. (Dian Rosmala)
Berita Terkait
-
Serikat Petani: Program 3 Juta Rumah Akan Gampang Dilaksanakan kalau Reforma Agraria Dilaksanakan
-
Hari Tani Nasional 2025: Ketimpangan Agraria Jerat Petani, SPI Desak Pemerintah Bertindak!
-
Raja Ampat Kembali Dikeruk PT Gag Nikel, Susi Pudjiastuti ke Prabowo: Kerusakan Mustahil Termaafkan!
-
TNI Nyatakan Terbuka Bekerja Sama dengan Tim Investigasi Kerusuhan Agustus
-
Enam Lembaga HAM Bentuk Tim Investigasi Kerusuhan, Tegaskan Suara Korban Tak Boleh Terhapus
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO