Suara.com - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCID) atau Giant Sea Wall di Utara Jakarta tidak berguna untuk mengatasi banjir di Ibu Kota Indonesia, Jakarta.
Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik mengatakan, kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membangun proyek itu, salah.
"Saya melihat, Presiden mendapatkan informasi yang tidak lengkap kaitannya dengan Giant Sea Wall. Indikasinya jelas, alasan yang dikemukakan itu tidak sejalan dengan apa yang menjadi persoalan substansial di Jakarta, saya ambil contoh, bahwa itu dimaksudkan untuk mengatasi Banjir di DKI Jakarta," kata Riza dalam konfrensi persnya di kantornya, Menteng, Jakarta, Minggu (8/5/2016).
Menurutnya, banjir dan genangan di Jakarta lebih disebabkan karena penurunan muka tanah daripada kenaikan permukaan laut. Sehingga, pembangunan Giant Sea Wall untuk mengatasi banjir di Jakarta, menurut Riza adalah hal yang sia-sia.
"Simulasi yang sudah dilakukan bilamana penurunan tanah terus terjadi, maka tahun 2100 akan terjadi perluasan genangan 32ribu hektare. Sedangkan akibat kenaikan muka laut itu sendiri dipekirakan hanya skitar 100 hektare yang menjadi genangan," paparnya.
Dari data ini, sambung Riza, harusnya pemerintah melakukan terobosan yang lebih baik untuk mengatasi penurunan muka tanah. Supaya banjir di Jakarta bisa ditekan.
"Nah upaya itu ada dua. Pertama mengurangi beban bangunan di DKI Jakarta, dan mengurangi atau menghentikan terkait dengan pengambilan air tanah. Pengambilan air tanah yang serampangan mempengaruhi penurunan tanah di Jakarta," terangnya.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menegaskan, proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau Giant Sea Wall merupakan suatu hal yang berbeda dengan reklamasi yang sering disebut proyek 17 pulau buatan.
Pramono menyebutkan, meski berbeda, ke depan kedua proyek ini akan dibuat secara terintegrasi. Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Bappenas selama momentum moratorium proyek reklamasi untuk menyelesaikan program besar dari NCICD.
"Planing besarnya antara program Garuda Proyek NCICD dengan terintegrasi bersama dengan reklamasi yang 17 pulau," kata Pramono di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (27/4/2016).
Presiden Jokowi, lanjut Pramono, meminta pada NCICD Garuda Proyek tidak dikendalikan oleh swasta melainkan terkontrol penuh oleh pemerintah, baik pusat maupun provinsi.
Selain itu, ada tiga hal utama yang harus segera diselesai Bappenas dalam proyek NCICD Garuda Proyek untuk terintegrasi dengan proyek reklamasi di 17 pulau. Yang pertama, mengenai master plan yang harus bisa menjawab persoalan lingkungan dalam hal ini berkaitan dengan biota laut, hutan bakau dan lainnya.
Kedua, dalam penyelesaian rancangan juga harus sesuai dengan kaidah hukum dan aturan yang berlaku. "Presiden meminta dilakukan sinkronisasi di semua kementerian lembaga. Baik LHK, KKP, Perhubungan, Mendagri, Agraria dan sebagainya, agar tidak ada persoalan hukum di kemudian hari," tambahnya.
Untuk yang terakhir, kata Pramono, program NCICD Garuda Proyek ini harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. “Proyek ini tidak ada artinya tanpa mengedepankan dan memberikan manfaat bagi rakyat, terutama para nelayan setempat," tutupnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
Terkini
-
Ganggu Masyarakat, Kakorlantas Bekukan Penggunaan Sirene "Tot-tot Wuk-wuk"
-
Angin Segar APBN 2026, Apkasi Lega TKD Bertambah Meski Belum Ideal
-
Digerebek Satpol PP Diduga Sarang Prostitusi, Indekos di Jakbar Bak Hotel: 3 Lantai Diisi 20 Kamar!
-
Usai Siswa Keracunan Massal, DPR Temukan Ribuan SPPG Fiktif: Program MBG Prabowo Memang Bermasalah?
-
RUU Perampasan Aset Mesti Dibahas Hati-hati, Pakar: Jangan untuk Menakut-nakuti Rakyat!
-
Ucapan Rampok Uang Negara Diusut BK, Nasib Wahyudin Moridu Ditentukan Senin Depan!
-
Survei: Mayoritas Ojol di Jabodetabek Pilih Potongan 20 Persen Asal Orderan Banyak!
-
Sambut Putusan MK, Kubu Mariyo: Kemenangan Ini Milik Seluruh Rakyat Papua!
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru