Suara.com - Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat akan menggelar rapat terbatas untuk membahas draf Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). Setelah diputuskan, draf itu segera dibawa ke DPR untuk dibahas.
Terkait draf RUU Pemilu tersebut, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Juri Ariantoro, enggan masuk dalam perdebatan mengenai sistem Pemilu yang tepat untuk dilaksanakan pada 2019 nanti.
"Sebetulnya KPU harus membatasi diri untuk tidak terlibat dalam perdebatan mengenai sistem Pemilu," kata Juri kepada wartawan di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/8/2016).
"Sistem Pemilu itu salah satu pilihan yang sangat terkait dengan kepentingan sistem pemerintahan maupun kepentingan partai politik dalam meraih dukungan di masyarakat. Tetapi secara teknis sistem pemilu berpengaruh terhadap teknis pelaksanaan Pemilu," lanjut Juri.
Lebih jauh, Juri menyatakan apapun keputusan terhadap hasil pembahasan RUU Pemilu akan dilaksanakan. Hanya saja, dia berharap sistem Pemilu dibuat lebih sederhana agar lebih memudahkan pelaksanaannya di lapangan.
"Bagi KPU sistem apa saja, konsekuensinya harus dikerjakan. Tetapi semakin sederhana sistem pemilu dibuat, maka semakin sederhana untuk dilaksanakan di lapangan," ujarnya.
Juri menambahkan, KPU selalu memberi masukan kepada pemerintah mengenai sistem pemilu, khususnya terkait teknis penyenggaraan di lapangan.
"KPU selalu diundang untuk membicarakan, mendiskusikan mengenai UU Pemilu. Untuk hal-hal lain mengenai pelaksanaan di lapangan, kami banyak beri masukan, terutama untuk penguatan kelembagaan dan bagaimana menyelesaikan masalah-masalah pemilu yang selama ini tidak diakomodir secara memadai di dalam UU," tutur dia.
Ada tiga paket draf revisi RUU terkait dengan penyelenggaraan pemilihan umum yang akan dibahas di parlemen bersama pemerintah.
Tiga paket revisi tersebut adalah revisi UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
Berita Terkait
-
Soal Whoosh Disebut Investasi Sosial, Anggota Komisi VI DPR: Rugi Ini Siapa Yang Akan Talangi?
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Setahun Pasca-Jokowi: Rakyat Curigai 'Nyawa Busuk' dan Potensi Kejahatan dalam Kebijakan Masa Lalu!
-
Komisioner KPU Kena Sanksi Jet Pribadi: DPR Turun Tangan, Ini yang akan Dilakukan!
-
DPR Hormati Sanksi DKPP untuk KPU Soal Jet Pribadi: Harus Sensitif pada Publik!
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
Terkini
-
OTT KPK di Riau! Gubernur dan Kepala Dinas Ditangkap, Siapa Saja Tersangkanya?
-
KPK Sebut OTT di Riau Terkait dengan Korupsi Anggaran Dinas PUPR
-
Polisi Berhasil Tangkap Sindikat Penambangan Ilegal di Taman Nasional Gunung Merapi
-
600 Ribu Penerima Bansos Dipakai Judi Online! Yusril Ungkap Fakta Mencengangkan
-
Pemerintah Segera Putihkan Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan, Catat Waktunya!
-
Pengemudi Ojol Jadi Buron Usai Penumpangnya Tewas, Asosiasi Desak Pelaku Serahkan Diri
-
Sempat Kabur Saat Kena OTT, Gubernur Riau Ditangkap KPK di Kafe
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru