Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak empat gugatan pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU Tax Amnesty) yang diajukan oleh kalangan buruh dan LSM lainnya.
Hal ini diputuskan Ketua MK, Arief Hidayat, beserta delapan hakim MK lainnya, dalam Sidang Pengucapan Putusan Uji Materi UU Tax Amnesty terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Seluruh gugatan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK, Arief Hidayat, saat membacakan kesimpulan dalam Sidang Putusan Gugatan Tax Amnesty di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (14/12/2016).
Sebelumnya, pada 22 Juli 2016, para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendatangi MK untuk meminta UU Tax Amnesty dilakukan peninjauan kembali. Hal tersebut lantaran UU Tax Amnesty ini dinilai justru mencederai masyarakat menengah ke bawah terutama kaum buruh.
Sedikitnya ada lima alasan KSPI dalam melakukan judicial review terkait Tax Amnesty ini, masing-masing yakni:
1. Tax amnesty mencederai rasa keadilan kaum buruh sebagai pembayar Pajak Penghasilan (PPh) 21 yang taat. Buruh terlambat membayar pajak, dikenakan denda. Namun pengusaha "maling" pajak justru diampuni.
2. Tax amnesty telah menggadaikan hukum dengan uang demi mengejar pertumbuhan ekonomi. Ini sama saja dengan menghukum mereka yang aktif membayar pajak dengan memberikan keringanan melalui pengampunan para "maling" pajak.
3. Dana dari uang tebusan hasil pengampunan pajak Rp165 triliun yang dimasukkan dalam APBN Perubahan 2016 adalah dana ilegal atau haram, karena sumber dana tersebut jelas-jelas melanggar UUD 1945.
4. Dalam UU Pengampunan Pajak dikatakan bagi pegawai pajak atau siapa pun yang membuka data para pengemplang pajak dari dana di luar negeri atau repatriasi maupun deklarasi, akan dihukum penjara 5 tahun. Jelas hal ini bertentangan dengan UUD 1945, karena mana mungkin orang yang mengungkap kebenaran justru dibui.
5. Dalam UU Tax Amnesty disebutkan (bahwa) tidak peduli asal usul dana repatriasi dan deklarasi. Ada kesan bahwa yang penting ada dana masuk tanpa mempedulikan dari mana sumbernya. Hal ini berbahaya karena bisa terjadi pencucian uang dari dana korupsi, perdagangan manusia, hingga hasil kejahatan narkoba, dan ini melanggar UUD 1945 yang berarti negara melindungi kejahatan luar biasa terhadap manusia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Gerakan 'Setop Tot tot Wuk wuk' Sampai ke Istana, Mensesneg: Semau-maunya Itu
-
Koalisi Sipil Kritik Batalnya Pembentukan TGPF Kerusuhan Agustus: Negara Tak Dengarkan Suara Rakyat!
-
Menkeu Purbaya Bahas Status Menteri: Gengsi Gede Tapi Gaji Kecil
-
Semua Agama Dapat Porsi, Menag Nazaruddin Umar: Libur Nasional 2026 Sudah Adil
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Penggugat Ijazah Gibran Bantah Bagian dari Musuh Keluarga Jokowi: Saya Tidak Sedang Mencari Musuh!
-
Rekam Jejak Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo, Narkoba hingga Video Rampok Uang Negara
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat