Suara.com - Para pembesar yang diduga ikut menikmati uang hasil korupsi prroyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012, ramai-ramai membantah hasil telisik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPI) itu.
Setidaknya, Ketua DPR Setya Novanto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, mantan Ketua DPR Marzuki Alie, adalah sedikit dari puluhan pembesar yang sudah membantah telah menerima uang rasuah tersebut.
Namun, Juru Bicara KPK Febri Diansyah tidak mempersoalkan bantahan-bantahan para pembesar yang namanya tercantum dalam surat dakwaan terhadap dua terdakwa kasus korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto.
"Silakan saja para pihak membantahnya. Tapi, KPK tentu punya kewenangan dan kewajiban mencari informasi dan bukti yang lain," kata Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2017).
Febri menuturkan, bantahan seperti itu bukan hal baru dalam dunia pemberantasan patgulipat uang negara.
Selama 13 tahun eksistensi KPK, sambung Febri, setiap terduga pasti membantah. ”Tapi, lama kelamaan, orang itu juga akan mengakui perbuatannya,” imbuhnya.
Menurutnya, para terduga seperti anggota DPR atau mantan legislator yang merasa menerima uang haram proyek e-KTP, lebih baik berpikir mengembalikannya kepada KPK.
Mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut mengatakan, KPK tidak sembarangan menerakan nama-nama para pembesar itu dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK Irene Putri dalam sidang perdana kasus e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3).
”Nama-nama mereka ditulis berdasarkan fakta. Karena itu juga KPK berani untuk menaikkan status perkara yang kerugian negaranya mencapai Rp2,3 triliun tersebut ke tingkat penyidikan pada Tahun 2014," kata dia.
Baca Juga: Sandiaga Puji Polsek Tanah Abang Temukan Kasus 2013, Maksudnya?
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
Kasus Korupsi Sritex Resmi Masuk Meja Hijau, Iwan Lukminto Segera Diadili
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Manuver Comeback dari Daerah: PPP Solok 'Sodorkan' Epyardi Asda untuk Kursi Ketua Umum
-
Mengapa Penculik Kacab Bank BUMN Tak Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana? Ini Logika Hukum Polisi
-
PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Komisi XII DPR: Tutup Sebelum Cemari Geopark Dunia!
-
KPK Dinilai 'Main Satu Arah', Tim Hukum Rudy Tanoe Tuntut Pembatalan Status Tersangka