Anggota Sahabat International People's Tribunal 1965 Harry Wibowo konferensi pers tentang penyelesaian kasus pelanggaran HAM 1965-1966 di Komnas Perempuan, Jakarta, Minggu (19/3/2017). [suara.com/Erick Tanjung]
        Sampai saat ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan masih banyak menerima pengaduan kasus pelanggaran HAM berat terhadap perempuan selama tragedi 1965-1966. Komisioner Komnas HAM sudah berdialog dengan mereka.
 
"Saya ikut hadir di Den Haag (International People's Tribunal) untuk memberikan kesaksian bahwa benar telah terjadi kekerasan berbasis gender dalam peristiwa 65 di Indonesia. Laporan itu sudah lama sekali disampaikan kepada Komnas Perempuan dan Komnas HAM. Kami sebagai lembaga negara ikut serta dalam membuat dokumentasi fakta-fakta berbasis gender, dan ikut bertemu korban kekerasan terhadap perempuan, korban perkosaan yang hampir tak terdengar. Kalau tidak ada Komnas Perempuan suara mereka tidak terdengar," kata komisioner Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan Mariana Amiruddin dalam konferensi pers tentang penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966 di kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2017).
 
Itu sebabnya, Mariana mendesak kasus tragedi 1965-1966 diselesaikan dengan mengedepankan azas keadilan. Komnas HAM, kata dia, punya kewenangan untuk mengungkap lagi kasus tersebut dengan penyelidikan atas temuan-temuan baru.
 
"Pengaduan kejahatan 65 sudah terlalu banyak, dan kami tidak bisa apa-apa. Komnas Perempuan kewenangannya terbatas, tidak punya kewenangan penyelidikan seperti Komnas HAM. Kami cuma memberikan semangat kepada korban supaya bisa hidup, bisa terus semangat," ujar dia.
 
Mariana menuntut negara berani mengungkap kebenaran . Dimulai dari Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan baru, kemudian dilanjutkan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan.
 
"Komnas HAM harus menjalankan fungsi dan tugasnya yang sangat istimewa, bisa melakukan penyelidikan, membongkar kuburan massal dan menyampaikan kepada Presiden Jokowi bahwa peristiwa ini tidak boleh berulang," kata dia.
 
Negara tidak serius
 
Negara dinilai tidak sungguh-sungguh menyelesaikan pelanggaran HAM berat pada periode 1965-1966. Kinerja Komnas HAM dan kejaksaan sebagai institusi yang punya kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dianggap sangat mengecewakan.
 
"Kalau Komnas HAM dan kejaksaan tidak bisa, Presiden (Joko Widodo) seharusnya bisa mengambil inisiatif untuk membentuk komite kepresidenan menyelesaikan pelanggaran HAM 65' ini," kata Harry anggota Sahabat International People's Tribunal 1965 Harry Wibowo dalam konferensi pers tentang penyelesaian kasus pelanggaran HAM 1965-1966 di kantor Komnas Perempuan.
 
Harry kecewa dengan langkah pemerintah yang justru membentuk Dewan Kerukunan Nasional. Dewan tersebut, katanya, ditolak korban dan penyintas 1965-1966.
 
"DKN itu manipulatif, karena tidak agenda untuk mengungkap fakta. Bagaimana rekonsiliasi bisa terjadi tanpa mengungkap kebenaran," ujar dia.
 
Tapi, Komnas HAM mendukung pembentukan Dewan Kerukunan Nasional dan hal itu, menurut Harry, makin menunjukkan bahwa lembaga negara ini tidak memiliki komitmen untuk menyelesaikan kasus HAM berat.
 
"Komnas HAM punya kewenangan penyelidikan kasus HAM berat. Harusnya bisa melakukan penyelidikan dengan temuan baru kasus 65-66. Kami telah serahkan temuan-temuan baru itu seperti kuburan massa, tapi lembaga negara ini tidak pernah mau melakukan penyelidikan itu," kata dia.
 
Lebih jauh, Harry mengungkapkan International People's Tribunal 1965 dan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966 sudah memiliki informasi baru tentang lokasi kuburan massal korban pembantaian. Informasi tersebut kemudian dilaporkan ke Komnas HAM.
 
"Temuan baru kami ada 120 titik kuburan massal. Salah satu temuan baru yang belum diketahui, ternyata di kaki Gunung Gede, Cianjur, Jawa Barat, ada camp kerja paksa. Ini temuan baru, sudah dibuku-kan oleh wartawan senior, Tosca Santoso. Sampai sekarang risetnya terus berjalan," tutur dia.
 
"Temuan baru ini harusnya dilakukan penyelidikan dulu oleh Komnas Ham. Sebab Kejaksaan Agung tidak bisa melakukan penyidikan kalau tidak ada penyelidikan dalam hal ini oleh Komnas HAM. Masalahnya sampai sekarang Komnas Ham tidak mau melanjutkan menyelidikan. Persoalannya Komnas HAM dan Menko Polhukam-nya tidak punya political will," Harry menambahkan.
        
                 
                           
      
        
        "Saya ikut hadir di Den Haag (International People's Tribunal) untuk memberikan kesaksian bahwa benar telah terjadi kekerasan berbasis gender dalam peristiwa 65 di Indonesia. Laporan itu sudah lama sekali disampaikan kepada Komnas Perempuan dan Komnas HAM. Kami sebagai lembaga negara ikut serta dalam membuat dokumentasi fakta-fakta berbasis gender, dan ikut bertemu korban kekerasan terhadap perempuan, korban perkosaan yang hampir tak terdengar. Kalau tidak ada Komnas Perempuan suara mereka tidak terdengar," kata komisioner Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan Mariana Amiruddin dalam konferensi pers tentang penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966 di kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2017).
Itu sebabnya, Mariana mendesak kasus tragedi 1965-1966 diselesaikan dengan mengedepankan azas keadilan. Komnas HAM, kata dia, punya kewenangan untuk mengungkap lagi kasus tersebut dengan penyelidikan atas temuan-temuan baru.
"Pengaduan kejahatan 65 sudah terlalu banyak, dan kami tidak bisa apa-apa. Komnas Perempuan kewenangannya terbatas, tidak punya kewenangan penyelidikan seperti Komnas HAM. Kami cuma memberikan semangat kepada korban supaya bisa hidup, bisa terus semangat," ujar dia.
Mariana menuntut negara berani mengungkap kebenaran . Dimulai dari Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan baru, kemudian dilanjutkan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan.
"Komnas HAM harus menjalankan fungsi dan tugasnya yang sangat istimewa, bisa melakukan penyelidikan, membongkar kuburan massal dan menyampaikan kepada Presiden Jokowi bahwa peristiwa ini tidak boleh berulang," kata dia.
Negara tidak serius
Negara dinilai tidak sungguh-sungguh menyelesaikan pelanggaran HAM berat pada periode 1965-1966. Kinerja Komnas HAM dan kejaksaan sebagai institusi yang punya kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dianggap sangat mengecewakan.
"Kalau Komnas HAM dan kejaksaan tidak bisa, Presiden (Joko Widodo) seharusnya bisa mengambil inisiatif untuk membentuk komite kepresidenan menyelesaikan pelanggaran HAM 65' ini," kata Harry anggota Sahabat International People's Tribunal 1965 Harry Wibowo dalam konferensi pers tentang penyelesaian kasus pelanggaran HAM 1965-1966 di kantor Komnas Perempuan.
Harry kecewa dengan langkah pemerintah yang justru membentuk Dewan Kerukunan Nasional. Dewan tersebut, katanya, ditolak korban dan penyintas 1965-1966.
"DKN itu manipulatif, karena tidak agenda untuk mengungkap fakta. Bagaimana rekonsiliasi bisa terjadi tanpa mengungkap kebenaran," ujar dia.
Tapi, Komnas HAM mendukung pembentukan Dewan Kerukunan Nasional dan hal itu, menurut Harry, makin menunjukkan bahwa lembaga negara ini tidak memiliki komitmen untuk menyelesaikan kasus HAM berat.
"Komnas HAM punya kewenangan penyelidikan kasus HAM berat. Harusnya bisa melakukan penyelidikan dengan temuan baru kasus 65-66. Kami telah serahkan temuan-temuan baru itu seperti kuburan massa, tapi lembaga negara ini tidak pernah mau melakukan penyelidikan itu," kata dia.
Lebih jauh, Harry mengungkapkan International People's Tribunal 1965 dan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966 sudah memiliki informasi baru tentang lokasi kuburan massal korban pembantaian. Informasi tersebut kemudian dilaporkan ke Komnas HAM.
"Temuan baru kami ada 120 titik kuburan massal. Salah satu temuan baru yang belum diketahui, ternyata di kaki Gunung Gede, Cianjur, Jawa Barat, ada camp kerja paksa. Ini temuan baru, sudah dibuku-kan oleh wartawan senior, Tosca Santoso. Sampai sekarang risetnya terus berjalan," tutur dia.
"Temuan baru ini harusnya dilakukan penyelidikan dulu oleh Komnas Ham. Sebab Kejaksaan Agung tidak bisa melakukan penyidikan kalau tidak ada penyelidikan dalam hal ini oleh Komnas HAM. Masalahnya sampai sekarang Komnas Ham tidak mau melanjutkan menyelidikan. Persoalannya Komnas HAM dan Menko Polhukam-nya tidak punya political will," Harry menambahkan.
Komentar
        Berita Terkait
- 
            
              Potret Presiden Prabowo Pimpin Langsung Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2025
 - 
            
              Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan
 - 
            
              Malam Ini 3 Stasiun TV Nasional Tayangkan Film Legendaris G30S PKI, Mana Saja?
 - 
            
              Menyusuri Jejak Ingatan yang Memudar, Penjara Tapol PKI di Jakarta
 - 
            
              Makna Pengibaran Bendera Setengah Tiang 30 September dan Satu Tiang Penuh 1 Oktober
 
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
 - 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
 - 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
 - 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
 - 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
 
Pilihan
- 
            
              Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
 - 
            
              Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
 - 
            
              Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
 - 
            
              Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
 - 
            
              Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
 
Terkini
- 
            
              Aksi Solidaritas Tempo di Makassar Ricuh, Jurnalis Dipukul
 - 
            
              Tegas! Ketua Banggar DPR Sebut Danantara yang Wajib Bayar Utang Whoosh
 - 
            
              Bahaya Judol dan Narkoba Lebih Besar dari Korupsi? Yusril Ungkap Fakta Lain Soal RUU Perampasan Aset
 - 
            
              Mata Lebam Siswi SD di Palembang, Ibu Menangis Histeris Duga Anaknya Dianiaya di Sekolah!
 - 
            
              Ngeri! Tanah di Makasar Jaktim Amblas Bikin Rumah Warga Ambruk, Disebabkan Apa?
 - 
            
              Gus Ipul Murka: Bansos Dipakai Bayar Utang dan Judi Online? Ini Sanksinya!
 - 
            
              Prabowo Tak Masalah Bayar Cicilan Utang Whoosh Rp1,2 T per Tahun: Saya Ambil Alih, Gak Perlu Ribut!
 - 
            
              Kades 'Geruduk' DPR, Minta Dilibatkan Ikut Kelola MBG ke Dasco
 - 
            
              Gubernur Riau Terjaring OTT, Begini Reaksi Ketua DPR Puan Maharani
 - 
            
              Kritik Rezim Prabowo, Mantan Jaksa Agung Bongkar Manuver Politik Muluskan Gelar Pahlawan Soeharto