Terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjalani sidang vonis perkara dugaan penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di aula Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5).
Kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak mempermasalahkan jika jaksa penuntut umum tidak ikut mencabut memori banding seperti yang telah dilakukan Ahok.
"Tidak masalah. Kami tidak mau intervensi kejaksaan. Itu silakan saja (banding)," ujar I Wayan Sudirta di restoran Gado-Gado Boplo, Jalan Gereja Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2017).
Kuasa hukum Ahok, Teguh Samudera, menambahkan jaksa mengajukan memori banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta karena menganggap vonis hakim tidak sesuai dengan fakta persidangan. Ahok divonis dua tahun penjara setelah dinyatakan terbukti menistakan agama. Sementara jaksa hanya menuntut Ahok satu tahun penjara.
"Jaksa kan keukeuh, minta tetap kembali ke 156 KUHP yang terbukti, bukan ke 156a seperti vonis hakim," kata Teguh.
Teguh mengatakan jaksa memiliki penilaian sendiri dalam menentukan tuntutan.
"Mohon maaf, dia (jaksa) kan punya integritas dan harga diri lho. Mungkin kalau menurut jaksa berdasarkan fakta yang ada nggak terbukti nih (Ahok menodai agama) masa dibilang menodai agama," katanya.
Jaksa menuntut Ahok dengan Pasal 156 KUHP yang berbunyi: "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500."
Namun, hakim mengenakan Ahok dengan Pasal 156a KUHP.
Pasal tersebut berbunyi: "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia."
Teguh menegaskan tim kuasa hukum Ahok tidak pernah berkoordinasi dengan jaksa yang diketuai Ali Mukartono terkait tuntutan.
Di Kejaksaan Agung, Jaksa Agung, Prasetyo, mengatakan jaksa penuntut umum akan mengkaji ulang banding yang pernah diajukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Tentunya jaksa yang mengajukan banding akan melakukan pengkajian tentang relevansi dan urgensinya upaya hukum banding yang diajukan JPU, kami akan kaji dulu, relevansi dan urgensi banding JPU seperti apa. Kami melihat bagaimana perkembangan selanjutnya dan kembali kami lihat yang bersangkutan mencabut bandingnya," kata Prasetyo.
Prasetyo menjelaskan pengkajian langkah banding dilakukan dengan pertimbangan asas kemanfaatan hukum. Dari sisi hukum, kata dia, pencabutan banding yang dilakukan Ahok menandakan Ahok sudah mengakui kesalahan.
"Saya katakan dengan Ahok cabut banding secara yuridis dia mengaku salahkan, kembali jaksa perlu melakukan pengkajian ulang tentang relevansi dan urgensinya upaya hukum banding yang diajukan JPU, dari sisi kemanfaatan hukum," kata dia.
"Tidak masalah. Kami tidak mau intervensi kejaksaan. Itu silakan saja (banding)," ujar I Wayan Sudirta di restoran Gado-Gado Boplo, Jalan Gereja Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2017).
Kuasa hukum Ahok, Teguh Samudera, menambahkan jaksa mengajukan memori banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta karena menganggap vonis hakim tidak sesuai dengan fakta persidangan. Ahok divonis dua tahun penjara setelah dinyatakan terbukti menistakan agama. Sementara jaksa hanya menuntut Ahok satu tahun penjara.
"Jaksa kan keukeuh, minta tetap kembali ke 156 KUHP yang terbukti, bukan ke 156a seperti vonis hakim," kata Teguh.
Teguh mengatakan jaksa memiliki penilaian sendiri dalam menentukan tuntutan.
"Mohon maaf, dia (jaksa) kan punya integritas dan harga diri lho. Mungkin kalau menurut jaksa berdasarkan fakta yang ada nggak terbukti nih (Ahok menodai agama) masa dibilang menodai agama," katanya.
Jaksa menuntut Ahok dengan Pasal 156 KUHP yang berbunyi: "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500."
Namun, hakim mengenakan Ahok dengan Pasal 156a KUHP.
Pasal tersebut berbunyi: "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia."
Teguh menegaskan tim kuasa hukum Ahok tidak pernah berkoordinasi dengan jaksa yang diketuai Ali Mukartono terkait tuntutan.
Di Kejaksaan Agung, Jaksa Agung, Prasetyo, mengatakan jaksa penuntut umum akan mengkaji ulang banding yang pernah diajukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Tentunya jaksa yang mengajukan banding akan melakukan pengkajian tentang relevansi dan urgensinya upaya hukum banding yang diajukan JPU, kami akan kaji dulu, relevansi dan urgensi banding JPU seperti apa. Kami melihat bagaimana perkembangan selanjutnya dan kembali kami lihat yang bersangkutan mencabut bandingnya," kata Prasetyo.
Prasetyo menjelaskan pengkajian langkah banding dilakukan dengan pertimbangan asas kemanfaatan hukum. Dari sisi hukum, kata dia, pencabutan banding yang dilakukan Ahok menandakan Ahok sudah mengakui kesalahan.
"Saya katakan dengan Ahok cabut banding secara yuridis dia mengaku salahkan, kembali jaksa perlu melakukan pengkajian ulang tentang relevansi dan urgensinya upaya hukum banding yang diajukan JPU, dari sisi kemanfaatan hukum," kata dia.
Komentar
Berita Terkait
-
Ojol Tewas, Ahok Sebut DPR Takut: Kenapa Tidak Berani Terima Orang Demo?
-
Ahok Ikut Komentar Soal Kenaikan Gaji Anggota DPR: Mau Rp1 Miliar Sebulan Oke
-
Ahok Tak Masalah kalau Gaji Anggota DPR Rp1 Miliar Sebulan, Tapi Tantang Transparansi Anggaran
-
CEK FAKTA: Ahok Sebut Jokowi Terseret Korupsi Pertamina Rp 193,7
-
Dari Rival Sengit Jadi Kawan Koalisi? Anies Baswedan Jawab Soal Potensi 'Duet' dengan Ahok
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru
-
Judi Online Lebih Ganas dari Korupsi? Menteri Yusril Beberkan Fakta Mengejutkan
-
Bangunan Hijau Jadi Masa Depan Real Estate Indonesia: Apa Saja Keuntungannya?
-
KPK Tangkap Gubernur Riau, PKB 'Gantung' Status Abdul Wahid: Dipecat atau Dibela?
-
Sandiaga Uno Ajak Masyarakat Atasi Food Waste dengan Cara Sehat dan Bermakna
-
Mensos Gus Ipul Tegaskan: Bansos Tunai Harus Utuh, Tak Ada Potongan atau Biaya Admin!
-
Tenaga Ahli Gubernur Riau Serahkan Diri, KPK Periksa 10 Orang Terkait OTT
-
Stop Impor Pakaian Bekas, Prabowo Perintahkan Menteri UMKM Cari Solusi bagi Pedagang Thrifting