Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan tidak pernah menyebut Direktur PT. Biomorf Lone LLC Johannes Marliem sebagai saksi kunci dalam kasus dugaan proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik.
"Bagi KPK sebenarnya kami tidak pernah menyebut istilah tersebut (saksi kunci), karena saksi-saksi yang kita periksa di persidangan (e-KTP) ada sekitar 110," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di KPK, Jakarta Selatan, Senin (14^8/2017).
Nama Marliem mencuat setelah dia meninggal dunia karena diduga bunuh diri di rumahnya, Beverly Grove, Los Angeles, California, Amerika Serikat. Marliem merupakan penyedia alat pengenal sidik jari atau automated fingerprint identification system ke konsorsium penggarap proyek e-KTP, yakni PNRI, yang dibentuk pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Marliem pernah mengaku memiliki bukti rekaman pembahasan proyek e-KTP.
Febri mengatakan Marliem tak pernah dijadikan saksi saat penyidikan untuk terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto. Johannes, katanya, juga tak pernah dihadirkan di persidangan. Keterangan Marliem juga tak digunakan dalam penyidikan kasus e-KTP untuk tersangka Andi Narogong.
"Dari 100-an saksi itu juga tidak ada nama Johannes Marliem yang saya amati di sana," kata Febri.
Soal rekaman yang dimiliki Marliem, Febri belum tahu apakah sudah diserahkan ke penyidik KPK atau belum.
"Kalau pun nanti ada bukti-bukti lain, dalam proses penyidikan dibuktikan dan itu memperkuat tentu lebih baik," katanya.
Febri menambahkan sampai saat ini penyidik juga belum menerima informasi yang pasti mengenai penyebab kematian Marliem.
"Kami tentu menunggu juga informasi resmi dari otoritas setempat, soal penyebab dia meninggal. Jadi lebih baik kita menunggu informasi resmi dari sana," kata Febri.
Berita Terkait
-
Tetap Berstatus Kader, Golkar Senang Setnov Bebas: Secara Prosedur Semuanya Memenuhi Syarat
-
Setnov Bebas: Misteri Kematian Johannes Marliem dan Rekaman 500 GB Bukti Korupsi e-KTP
-
Blak-blakan! Ketua KPK Sebut Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Kurang Adil, Kenapa?
-
Setya Novanto Hirup Udara Bebas: Preseden Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi di Indonesia
-
Setya Novanto Bebas Bersyarat, KPK Ingatkan Dosa Korupsi E-KTP: Itu Kejahatan Serius!
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Moisturizer Mengandung SPF untuk Usia 40 Tahun, Cegah Flek Hitam dan Penuaan
- PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
- 4 Mobil Bekas 50 Jutaan Muat 7-9 Orang, Nyaman Angkut Rombongan
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- 3 Pemain Naturalisasi Baru Timnas Indonesia untuk Piala Asia 2027 dan Piala Dunia 2030
Pilihan
-
Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
-
4 HP 5G Paling Murah November 2025, Spek Gahar Mulai dari Rp 2 Jutaan
-
6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
-
Harga Emas di Pegadaian Stabil Tinggi Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Kompak Naik
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
Terkini
-
Motif Pelaku Ledakan di SMAN 72: KPAI Sebut Dugaan Bullying hingga Faktor Lain
-
Siswa SMAN 72 Terapkan Pembelajaran Online 34 Hari untuk Redam Trauma Usai Ledakan
-
Garis Polisi di SMA 72 Dicabut, KPAI Fokus Pulihkan Trauma Ratusan Siswa dan Guru
-
IPW: Penetapan Tersangka Roy Suryo Cs Sesuai SOP
-
Tampang Sri Yuliana, Penculik Bocah Bilqis di Makassar, Ngaku Kasihan Korban Tak Punya Ortu
-
Anggaran Proyek Monumen Reog Ponorogo Dikorupsi?
-
Dijual Rp80 Juta ke Suku Anak Dalam Jambi, Terungkap Jejak Pilu Penculikan Bocah Bilqis
-
DPD RI Gaungkan Gerakan Green Democracy Lewat Fun Walk dan Penanaman Pohon Damar
-
Terungkap! Bocah Bilqis Hilang di Makassar Dijual ke Kelompok Suku Anak Dalam Jambi Rp 80 Juta
-
Bukan Soal Kontroversi, Ini Alasan Soeharto Disebut Layak Dihargai Sebagai Pahlawan Nasional