"Masalahnya di Indonesia adalah, terdapat klaim tumpang-tindih terhadap tanah yang sama. Konsesinya juga cenderung diberikan kepada para jenderal dan elite politik. Kecenderungan itu sudah ada sejak era kediktatoran Soeharto," kata John McCarthy, seorang profesor Australian National University yang memelajari hak atas tanah di Indonesia.
"Aku berpikir Indonesia sedang menuju perubahan nyata, tapi tantangannya sangat besar. Salah satu pertanyaan utamanya adalah, apakah investor Indoneias pernah membiarkan landreform dan revolusi agraria terjadi?" tukasnya.
Bahkan, kata John, kalau pun Jokowi berhasil memenangkan dukungan politik untuk melakukan redistribusi tanah, maka detail rencananya itu patut disorot. "Apakah tanah itu diredistribusikan kepada komunitas-komunitas lokal atau bagaimana," tuturnya.
***
"Apakah aku senang berkebun benzoin? Ya, itulah yang kami lakukan, dan kami bangga," tutur Sartono Lumban Gaol, sembari duduk-duduk di luar area hutan suatu pagi, sebelum ia dan warga lainnya bekerja keras. "Tapi aku tak tahu kalau mendapat pilihan lain," tukasnya lagi.
Tidak semua anggota komunitas Pandumaan-Sipituhuta memilih untuk melawan. Ada pula di antara mereka memilih jalan mudah: bekerja sama dengan perusahaan.
Sementara bagi mereka yang memercayai perjuangan adalah satu-satunya pilihan, bergabung dengan KSPPM dan organisasi petani lainnya untuk mendapat pendidikan mengenai hak-hak dasar adalah keputusan terbaik.
Namun, persoalan perubahan tatakelola lahan garapan dan hak adat, tidaklah bisa diselesaikan oleh satu komunitas atau organisasi lokal seperti Pandumaan-Sipituhuta. Sebab, persoalan ini jauh lebih besar dan meliputi hampir seluruh daratan Indonesia.
Setidaknya, di seluruh Indonesia, terdapat 9 komunitas adat yang meminta pemerintah memberikan hak atas tanah mereka dengan total luas 13.000 hektare.
Baca Juga: Sindikat Saracen, Asma Dewi Adik dari Anggota Mabes Polri
Sementara aktivis bertahan meminta Jokowi menepati janjinya untuk meredistribusi 600.000ha lahan dan mendorong transformasi total tata kepemilikan 70 juta hektare lahan.
"Lahan garapan adalah identitas petani dan masyarakat adat. Namun, wilayah-wilayah ini tidak pernah diakui oleh negara, yang berarti kejahatan dilakukan terhadap rakyat dan melanggar konstitusi," tutur Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi di Jakarta.
AMAN adalah akronim "Aliansi Masyarakat Adat Nasional, yang fokus memperjuangkan hak-hak masyarakat adat minoritas.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Prabowo Disebut Reshuffle Kabinet Sore Ini! Ganti 4 Menteri, Menhan Rangkap Menkopolhukam
Pilihan
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
-
19 Tewas di Aksi Demo Anti Korupsi, Eks Persija Jakarta: Pemerintah Pembunuh!
Terkini
-
Jhon Sitorus Sindir Purbaya: Sipaling Tahu Keuangan Negara
-
Bahlil Kumpulkan Fraksi Golkar di DPR, Beri Arahan Khusus: Harus Peka Kondisi Masyarakat
-
Perusuh Memasuki Kediaman Presiden Nepal
-
Kenapa Publik Kini Bersimpati pada Sri Mulyani: Dianggap Karyawan Terbaik Didepak Bos?
-
DPR Soroti Efektivitas Dana Desa, Pertanyakan Jumlah Kades Dipenjara dan Biaya Politik Miliaran
-
Mendadak Viral, Anak Menkeu Klaim Modal Nabung Jadi Miliarder di Usia 18 Tahun
-
Dito Ariotedjo Dicopot dari Jabatan Menpora karena Kasus Korupsi Mertua?
-
Taufik Hidayat Disebut Jadi Menpora, Amali: Ya Dilanjutkan..
-
Budi Arie Kembali Follow Instagram Prabowo Subianto, Labil atau Panik Aksinya Viral?
-
Gokil! Viral Aksi Nekat Gen Z Nepal Lempar Balik Gas Air Mata ke Polisi