Tak hanya itu, mereka juga mengakui sudah kebal mendapat ancaman pembunuhan. Mereka turut menduga perusahaan merupakan dalang dari sekelompok orang yang membakar gubuk, meracuni tanaman, dan memanggil polisi militer untuk mengalahkan gerakan komunitas.
"Aku selalu ada di medan pertempuan. Aku selalu hadir dalam setiap aksi protes, dan juga aksi langsung di lahan-lahan," kata Rusmedia Lumban Gaol, perempuan sepuh berusia 68 tahun yang malam itu mengenakan sarung dan kaus klub Barcelona.
"Kami, perempuan-perempuan tua ini, selalu berada di barisan depan aksi. Sebab, orang-orang sewaan perusahaan dan polisi selalu sungkan untuk mengasari kami. Mereka pasti malu berhadapan dengan kami," kenangnya.
Namun, PT TPL menyanggah semua tuduhan warga yang dialamatkan kepada pihaknya. Mereka menilai, aktivitas perusahaan sudah sesuai peraturan yang berlaku.
"Kami selalu bekerja dengan pemerintah. Kami percaya, suatu saat, akan ada pertemuan dengan mereka, mencari 'win-win-solution' yang menguntungkan kami, warga, dan juga pemerintah," tutur anggota direksi PT TPL, Mulia Nauli kepada The Guardian via telepon.
Jalan Terjal
Petani di Indonesia, seperti yang dikutip dari The Guardian, pernah menaruh harapan besar kepada Presiden Soekarno di era 1960-an. Persisnya, ketika sang presiden mengesahkan Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960.
Dalam UUPA, petani kecil bakal mendapat lahan garapan secara percuma dalam program reformasi pertanahan (landreform).
Baca Juga: Sindikat Saracen, Asma Dewi Adik dari Anggota Mabes Polri
Namun, harapan itu sirna setelah rezim Bung Karno runtuh pada akhir tahun 1965, ketika sejumlah grup militer yang didukung AS diduga melakukan kudeta.
Setelahnya, pemerintahan konservatif yang dinamakan Orde Baru dan dipimpin Jenderal Soeharto benar-benar memupus harapan mereka mendapatkan lahan.
Sama ketika Barack Obama terpilih sebagai Presiden AS, ketika Joko Widodo naik ke tampuk kekuasaan tahun 2014, juga banyak komunitas dan organisasi adat mendukungnya.
Namun—lagi-lagi sama seperti Obama—Jokowi juga menghadapi serangan terus-menerus dari kelompok politik sayap kanan sehingga tak mampu mewujudkan isu-isu progresif yang diharapkan pendukungnya.
Untuk bisa mengeluarkan kebijakan redistribusi lahan kepada petani kecil atau landreform, Jokowi diyakini harus meraih dukungan elite-elite politik lain, yang dipastikan sulit.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Prabowo Disebut Reshuffle Kabinet Sore Ini! Ganti 4 Menteri, Menhan Rangkap Menkopolhukam
Pilihan
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
-
19 Tewas di Aksi Demo Anti Korupsi, Eks Persija Jakarta: Pemerintah Pembunuh!
Terkini
-
Jhon Sitorus Sindir Purbaya: Sipaling Tahu Keuangan Negara
-
Bahlil Kumpulkan Fraksi Golkar di DPR, Beri Arahan Khusus: Harus Peka Kondisi Masyarakat
-
Perusuh Memasuki Kediaman Presiden Nepal
-
Kenapa Publik Kini Bersimpati pada Sri Mulyani: Dianggap Karyawan Terbaik Didepak Bos?
-
DPR Soroti Efektivitas Dana Desa, Pertanyakan Jumlah Kades Dipenjara dan Biaya Politik Miliaran
-
Mendadak Viral, Anak Menkeu Klaim Modal Nabung Jadi Miliarder di Usia 18 Tahun
-
Dito Ariotedjo Dicopot dari Jabatan Menpora karena Kasus Korupsi Mertua?
-
Taufik Hidayat Disebut Jadi Menpora, Amali: Ya Dilanjutkan..
-
Budi Arie Kembali Follow Instagram Prabowo Subianto, Labil atau Panik Aksinya Viral?
-
Gokil! Viral Aksi Nekat Gen Z Nepal Lempar Balik Gas Air Mata ke Polisi