Suara.com - Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia Tsamara Amany santai menanggapi kritik yang dilontarkan media Rusia, karena dianggap menghina Presiden Vladimir Putin dan situasi politik negeri tersebut.
"RBTH (Russia Beyond, media Rusia) mengkritik pernyataan saya yang dianggap mendiskreditkan Putin. Berkaitan dengan itu, saya perlu memberikan sejumlah tanggapan," ujar Tsamara melalui keternagan tertulis yang diterima Suara.com, Jumat (6/4/2018).
Pertama, Tsamara memahami keberatan RBTH, sebagaimana tercantum dalam laman media versi bahasa Indonesia Rusia Beyond di Facebook.
"RBTH adalah sarana kampanye Rusia di dunia internasional. Karena itu, sangat wajar bila RBTH wajib membela citra Putin di dunia internasional," tukasnya.
Kedua, ia mengatakan kritiknya tehradap Putin tersebut dalam konteks menanggapi pernyataan Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon.
Fadli sebelumnya mengakui mengidolakan Putin, dan berharap Indonesia memunyai pemimpin sepertinya pada Pilpre 2019.
"Komentar saya tentang Putin itu ditujukan kepada publik, mengenai pernyataan Fadli yang ingin rakyat memilih calon pemimpin seperti Putin saat pilpres. Fadli mengatakan sosok seperti Puin cocok sebagai pengganti pemimpin yang ‘planga-plongo’,” tutur Tsamara.
Tsamara mengakui, Fadli berhak mengagumi sosok Putin. Tapia ia tak sependapat kalau Indonesia harus memiliki seperti mantan agen dinas rahasia Uni Soviet tersebut.
"Tapi saya juga wajib mengingatkan masyarakat, bahwa pemimpin seperti Putin tak layak bagi Indonesia. Sebab, kita berkomitmen memperjuangkan demokrasi dan memerangi korupsi," terangnya.
Baca Juga: Polisi Duga Pembunuhan Pensiunan TNI AL di Cilandak Terencana
"Ketika saya mengkritik Putin, bukan berarti saya anti terhadap masyarakat Rusia. Ini sama saja ketika kita mengkritik Donald Trump dan cara-caranya menggunakan politik identitas untuk memenangkan pilpres,” tambahnya.
Sementara mengenai Putin yang dinilainya sebagai diktator dan membiarkan praktik korupsi, Tsamara menuturkan hanya mengutip dari pernyataan negara-negara demokratis dunia.
"Saya hanya merujuk pada analisis-analisis tersebut. Misalnya, survei The Economist tahun 2017 masih menempatkan Rusia sebagai negara dengan rezim otoritarian," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Kopi & Matcha: Gaya Hidup Modern dengan Sentuhan Promo Spesial
- Breaking News! Keponakan Prabowo Ajukan Pengunduran Diri Sebagai Anggota DPR RI Gerindra, Ada Apa?
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
-
Disamperin Mas Wapres Gibran, Korban Banjir Bali Ngeluh Banyak Drainase Ditutup Bekas Proyek
-
Ratapan Nikita Mirzani Nginep di Hotel Prodeo: Implan Pecah Sampai Saraf Leher Geser
-
Emil Audero Jadi Tembok Kokoh Indonesia, Media Italia Sanjung Setinggi Langit
Terkini
-
Bali 'Tenggelam' di 120 Titik: BMKG Ungkap Penyebab Hujan Gila dan Peran Sampah Kita
-
Dasco: Belum Ada Surat Presiden Prabowo soal Pergantian Kapolri
-
Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
-
Tim Pencari Fakta Dibentuk: LNHAM Siap Bongkar Borok Kekerasan Aparat di Kerusuhan Agustus
-
BMKG Warning! Cuaca Ekstrem Ancam Indonesia Sepekan ke Depan, Waspada Hujan Lebat
-
Inisiatif Ungkap Fakta Kerusuhan Agustus; 6 Lembaga HAM 'Gerak Duluan', Bentuk Tim Independen
-
DPR 'Angkat Tangan', Sarankan Presiden Prabowo Pimpin Langsung Reformasi Polri
-
KPK Tindak Lanjuti Laporan Soal Dugaan Anggaran Ganda dan Konflik Kepentingan Gus Yaqut
-
Usai Serangan Israel, Prabowo Terbang ke Qatar Jalani Misi Solidaritas
-
Kenapa Ustaz Khalid Basalamah Ubah Visa Haji Furoda Jadi Khusus? KPK Dalami Jual Beli Kuota