Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyebaran paham radikal dari kelompok teroris ISIS.
"Sebelumnya, pola penyebaran dilakukan secara terpusat melalui pertemuan tertutup dengan jumlah pengikut terbatas atau "convergence, kini berubah yang kini menjadi lebih tersebar dan bervariasi dengan memanfaatkan media sosial seperti Twitter, Telegram, Facebook, dan Whatsapp, atau disebut divergence," ujar Wiranto saat menjadi pembicara dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi yang membahas tentang masalah keamanan global di Sochi, Rusia, Rabu (25/4/2018).
Mantan panglima TNI ini menambahkan para ekstrimis ISIS itu kini juga memodifikasi pola strategi dalam melancarkan serangan teror. ISIS dalam melakukan serangannya kerap beraksi sebagai satu organisasi. Namun, kini serangan-serangan tersebut muncul dalam unit yang lebih kecil, atau bahkan atas prakarsa sendiri yang dikenal sebagai 'lone wolf'.
Strategi itu, kata Menko Polhukam, sudah semakin sering dilakukan oleh organisasi teror untuk mengamankan jaringan serta untuk meningkatkan taktik pola serangan mereka.
Wiranto menerangkan untuk melancarkan strategi penyerangannya, ISIS kini juga didukung oleh teknologi finansial modern, dimana transaksi finansial yang dilakukan oleh organisasi teror tersebut menjadi lebih canggih dan sulit dilacak.
"Dengan perkembangan teknologi ini, kita semua harus lebih bersiap dengan memperkuat kerja sama yang berkelanjutan," tutur dia.
Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam juga menjelaskan tentang langkah Indonesia, dalam menghadapi para teroris tersebut. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta orang, yang mana 132 juta orang tercatat sebagai pengguna telepon pintar yang terhubung dengan internet, menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat mudah disusupi paham radikal.
Selain itu, sebanyak 85 persen penduduk Indonesia merupakan muslim, hal ini memungkinkan bagi para teroris untuk melakukan propaganda.
Langkah tegas Menko Polhukam menjelaskan dalam menghadapi kenyataan tersebut, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah dan tindakan, tidak hanya melalui langkah hukum atau "hard approach", tetapi juga dengan pendekatan secara personal atau "soft approach", misalnya menerapkan kebijakan untuk melakukan deradikalisasi melalui kontraradikalisasi, kontraopini, kontranarasi, serta kontraideologi kepada para mantan teroris atau eks napiter.
Baca Juga: 16 Anak Terlibat Terorisme dan Radikalisme Sejak Tahun 2000
"Ada sekitar 600 eks napiter yang mengikuti program deradikalisasi dan hanya tiga dari jumlah tersebut yang kembali melakukan aksi terorisme. Juga ada 124 eks napiter yang telah berubah menjadi agen perdamaian yang bertugas menyampaikan pesan damai kepada publik dan orang-orang yang rentan terkena virus radikalisasi," ungkap Wiranto.
Ia menambahkan bahwa pemerintah juga terus berupaya mencegah aksi terorisme melalui dunia siber, dengan cara membentuk beberapa unit kerja untuk mengantisipasi berkembangnya rekruitmen "lone wolf" melalui teknologi siber.
Polri, kata dia, secara khusus menangani kejahatan siber dan multimedia, sementara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah membentuk Pusat Media Damai.
Kepada para peserta konferensi, Menko Polhukam menyampaikan bahwa untuk melawan aksi terorisme, pemerintah juga harus segera mungkin mengambil langkah untuk menghancurkan atau melemahkan kapasitas finansial mereka.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia dalam hal itu telah melakukan langkah konkret dengan membuat mekanisme keuangan yang memenuhi standar internasional dalam melawan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Money Laundering and Terrorism Financial/ MLTF).
Indonesia juga telah mengikuti Mutual Evaluation Review (MER) yang dilakukan oleh Asia-Pasific Group (APG) dalam pemeriksaan MLTF beberapa bulan lalu, ungkap Wiranto.
Berita Terkait
-
Hampir Setengah Generasi Muda Indonesia Terkena Paham Radikal
-
Wiranto Gelar Rakor Bahas Persiapan Ramadan, Lebaran dan May Day
-
Walau SBY Ketemu Wiranto, Posisi Politik Demokrat Belum Pasti
-
16 Anak Terlibat Terorisme dan Radikalisme Sejak Tahun 2000
-
Syarief Hasan: Pertemuan SBY-Wiranto Tak Bahas Politik
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Targetkan 400 Juta Penumpang Tahun 2025, Dirut Transjakarta: Bismillah Doain
-
Sejarah Terukir di Samarkand: Bahasa Indonesia Disahkan sebagai Bahasa Resmi UNESCO
-
Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Koalisi Sipil Ungkap 9 Dosa Pelanggaran HAM Berat Orde Baru
-
Judi Online Lebih Ganas dari Korupsi? Menteri Yusril Beberkan Fakta Mengejutkan
-
Bangunan Hijau Jadi Masa Depan Real Estate Indonesia: Apa Saja Keuntungannya?
-
KPK Tangkap Gubernur Riau, PKB 'Gantung' Status Abdul Wahid: Dipecat atau Dibela?
-
Sandiaga Uno Ajak Masyarakat Atasi Food Waste dengan Cara Sehat dan Bermakna
-
Mensos Gus Ipul Tegaskan: Bansos Tunai Harus Utuh, Tak Ada Potongan atau Biaya Admin!
-
Tenaga Ahli Gubernur Riau Serahkan Diri, KPK Periksa 10 Orang Terkait OTT
-
Stop Impor Pakaian Bekas, Prabowo Perintahkan Menteri UMKM Cari Solusi bagi Pedagang Thrifting