Suara.com - Profesor Suteki akhirnya angkat bicara terkait kasus yang menimpanya. Menurutnya telah terjadi pembunuhan karakter dengan menyebut dirinya sebagai pendukung sistem khilafah milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Saya bukan anggota HTI, silakan cek dimana saja. Saya juga dosen Pancasila masa saya anti Pancasila," katanya kepada Suara.com, Rabu (23/5/2018).
Suteki juga menyangkal menjadi saksi ahli dari HTI saat berada dalam sidang gugatan HTI terkait Undang-Undang Organisasi Masyarakat (Ormas) saat di Mahkamah Konstitusi dan PTUN.
"Saya sebagai saksi ahli secara keilmuan, kebetulan saja yang mengahadirkan HTI tapi bukan berarti saya orang HTI," katanya.
Menanggapi apa yang tengah menimpanya, Guru Besar ke-13 Fakultas Hukum UNDIP itu menyayangkan tindakan universitas yang secara sepihak memberikan siaran pers terkait adanya civitas akademika UNDIP yang merongrong NKRI dan anti Pancasila. Padahal dia sendiri belum pernah diajak diskusi atau klarifikasi terkait postingan yang beredar di media sosialnya.
Menurut Suteki, ada pihak dari Jakarta yang menekan kampus untuk memberikan peringatan keras kapada dirinya. Terungkap pada obrolan grup WhatsApp dosen UNDIP pada Selasa (22/5/2018) agar universitas menerbitkan surat edaran itu.
"Karena tekanan itu maka kampus menerbitkan surat edaran. Harusnya dikonfirmasi ke saya dulu biar jelas, ini tidak," katanya.
Disinggung pihak Jakarta yang menekan kampus, Suteki enggan mengatakan demi menjaga suasana kondusif di kampus dan antar sivitas akademika.
"Tak usah saya sebut siapa di Jakarta itu, nanti saya ngomong malah salah lagi," tuturnya.
Baca Juga: Ziarah Makam Ki Enthus Susmono, Gus Yasin Ingatkan Nguri Budaya
"Saya berharap dapat perlakuan adil, jangan sampai ada persekusi dari saya. Ini malah akan booming kalau saya dipersekusi. Jangan terlalu represif, semua dirembuglah," terangnya (Adam Iyasa)
Berita Terkait
-
Prabowo Kembalikan 90.000 Hektar Hak Hutan, Raja Charles Kirim Surat Langsung ke Istana
-
Sampai 80 Juta! Dekan Kedokteran Undip Kaget Dengar Pungutan Liar Residen Anestesi
-
7 Fakta Senioritas PPDS Undip, Ungkap Borok 'Kejahatan Terstruktur' Pendidikan Dokter
-
Dokter Senior PPDS Anastesi Undip Minta Ratusan Juta dari Junior untuk Bayar Joki Tugas
-
Dua Mahasiswa Penyandera Polisi Saat May Day Semarang Ditangkap, Dijerat Pasal Merampas Kemerdekaan
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu