Suara.com - Ancaman intimidasi dan kekerasan masih menghantui jurnalis dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik, khususnya di tahun politik. Terakhir terjadi saat acara Malam Munajat 212 di lapangan Monas, Jakarta pada Kamis (21/2/2018) lalu.
Sejumlah massa barisan keamanan yang menggunakan atribut Frot Pembela Islam (FPI) menghalang-halangi belasan jurnalis untuk meliput aksi pencopetan oleh orang tak di kenal. Mereka memaksa semua jurnalis yang berada di lokasi untuk menghapus semua foto maupun rekaman videonya. Bahkan beberapa jurnalis mengalami kekerasan fisik.
Direktur LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, aksi sekelompok massa yang mengintimidasi jurnalis saat meliput di ruang-ruang publik adalah tindakan melawan hukum. Padahal jurnalis bekerja di lindungi UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
“Kalau kita perhatikan, sejak aksi massa 212 pada tahun 2016 sampai dengan malam munajat 212, selalu saja ada kekerasan yang dialami jurnalis saat meliput. Ada persekusi yang menimpa jurnalis Metro TV, Tirto.id, CNN Indonesia, dan Detik,” kata Ade dalam diskusi bertajuk Intimidasi Jurnalis, Cederai Demokrasi di sekretariat AJI Jakarta, Minggu (3/3/2019) sore.
Menurut Ade, harus ada komitmen dan ketegasan dari stakeholder untuk mendukung iklim kebebasan pers di Indonesia. Baik itu dari aparat kepolisian, pimpinan organisasi kemasyarakatan, bahkan dari perusahaan media tempat jurnalis bekerja.
“Terutama dari Ormas, harus ada instruksi langsung dari pemimpinnya, bahwa tidak boleh ada tindak kekerasan terhadap jurnalis saat meliput. Ketegasan itu diperlukan sebagai bentuk dukungan terhadap iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia,” ujar Ade.
Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani menegaskan, setiap usaha yang menghalang-halangi kerja jurnalistik sama saja dengan menciderai demokrasi. Sebagai pilar keempat demokrasi, pers berfungsi untuk mengawasi semua sektor dalam sistem bernegara baik itu eksekutif, yudikatif, maupun legislatif.
“Bagaimana jurnalis bisa melakukan fungsi pengawasan kalau saat meliput selalu mendapat tekanan dari massa? Ini kegelisahan yang dirasakan oleh teman-teman di lapangan. Polisi harus tegas menidak pelaku menggunakan UU Pers,” ujar Asnil.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Media Siber Indonesia Wahyu Dhiyatmika menyerukan agar semua jurnalis bersatu untuk memerangi tindak kekerasan ini. Menurutnya, tidak mudah untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kebebasan pers.
Baca Juga: Cerita Pilu Anak-anak di Suriah Korban Kekejaman ISIS
“Yang diperlukan adalah kekompakan. Kita bisa belajar dari kasus remisi Susrama, bagaimana kita bersama-sama berjuang memerangi impunitas terhada pembunuh jurnalis. Penyerangan terhadap wartawan adalah penyerangan terhadap demokrasi,” kata Wahyu.
Selain itu, ia juga meminta manajemen redaksi dari perusahaan media untuk menyiapkan protokol keamanan untuk jurnalisnya. Bagaimanapun, jajaran redaksi harus aktif melindungi jurnalisnya yang mengalami kekerasan, baik saat melipun maupun saat produk jurnalistik itu telah terbit.
“Jangan biarkan wartawan berjuang sendirian. Harus didampingi untuk melapor dan menuntaskan kasusnya. Jangan berdamai dengan pelaku karena bisa menjadi impunitas,” tegasnya.
Kasus kekerasan terhadap jurnalis yang liputan saat malam munajat 212 tersebut telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Untuk menggalang dukungan, AJI Jakarta dan LBH Pers meluncurkan petisi untuk mendesak aparat kepolisian agar menuntaskan proses hukum terkait kasus kekerasan malam munajat 212. Mengingat, sampai saat ini belum ada satupun kasus kekerasan jurnalis yang berakhir di meja hijau.
Sementara itu, AJI Jakarta mencatat, aksi kekerasan, intimadasi, dan persekusi jurnalis mulai marak sejak Pilkada DKI Jakarta 2017. Rentetan kekerasan dan persekusi terhadap jurnalis terus terulang. Ada rentetan kasus, seperti yang dialami oleh Jurnalis Metro Tv dan Global Tv saat meliput aksi 112 tahun 2017. Saat itu, mobil Kompas Tv di di usir oleh massa aksi.
Tag
Berita Terkait
-
PPP Sebut Pendukung Prabowo - Sandiaga di NTB Terus Berkurang
-
Pidato di Munajat 212, Bawaslu Segera Panggil Ketua MPR Zulkifli Hasan
-
Neno Warisman Akhirnya Jelaskan Puisi Kontroversial Munajat 212
-
Jadi Korban Persekusi Saat Liput Munajat 212, Jurnalis CNN Lapor Polisi
-
Buntut Munajat 212, Jokowi - Maruf Amin Laporkan Zulkifli Hasan ke Bawaslu
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 7 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Alpha Arbutin untuk Hilangkan Flek Hitam di Usia 40 Tahun
- 7 Pilihan Parfum HMNS Terbaik yang Wanginya Meninggalkan Jejak dan Awet
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
Terkini
-
Bejat! Pemuda Mabuk di Tasikmalaya Tega Cabuli Nenek 85 Tahun yang Tinggal Sendiri
-
Ketua DPP PDIP: Soeharto 'Pembunuh Jutaan Rakyat' Tak Pantas Jadi Pahlawan!
-
Heboh Undi Doorprize di Acara Mancing Gratis, Tupoksi Gibran Disorot: Wapres Rasa Lurah
-
Menteri P2MI: WNI yang Bekerja di Kamboja Akan Dipulangkan Bertahap
-
'Logikanya dari Mana?' DPR Pertanyakan Nasib Aktivis '98 Jika Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
-
Jejak Penembakan Pengacara di Tanah Abang, Polisi Temukan Puluhan Sajam dan Senapan Angin!
-
Bukan Dendam, Penembakan Pengacara di Tanah Abang Ternyata Dipicu Bentrokan Dua Kelompok
-
Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Surabaya, KPK Periksa Haji Mamad soal Dugaan Fee Pejabat
-
Ribuan Iklan Rokok 'Serbu' YouTube dan Anak-anak Jadi Target Utama, Aturan Pemerintah Loyo?
-
Jihad Ala Santri Zaman Now: Bukan Perang, Tapi Jaga Alam!