Suara.com - Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli menilai seseorang yang melabeli kafir ke orang lain termasuk ujaran kebencian. Guntur pun sepakat dengan hasil keputusan Nahdlatul Ulama atau NU yang menghapus penggunaan kata kafir untuk menyebut non muslim.
Hal itu disampaikan oleh Guntur melalui akun Twitter pribadinya @GunRomli. Guntur mengatakan kafir merupakan terminologi dalam Al Quran, namun mengkafirkan seseorang di ruang publik perlu ada aturan tersendiri.
“Kafir memang terminology Quran, tapi menyebut orang kafir (takfiri) mengafirkan ini masuk ujaran kebencian, kita perlu lawan pengkafiran di ruang publik. Perlu ada aturan unt ini,” kicau Guntur seperti dikutip Suara.com, Rabu (6/3/2019).
Meski kata kafir merupakan terminoogi dalam Al Quran, namun yang berhak melabeli seseorang itu kafir atau tidak hanya Tuhan. Hal itu pun tertuang dalam Surat Al Quran An-Bahl ayat 125.
“Kafir adalah terminologi Qurani, namun siapa yg kafir, tersesat, siapa yg paling beriman, ini yg paling tahu hanya Tuhan, yg bisa kita lakukan melawan pengkafiran di ruang publik,” ungkap Guntur.
Guntur pun menegaskan, ia tidak akan membiarkan penggunaan kata kafir diberi sanksi secara fisik. Guntur mengakui akan berjuang untuk mendorong aturan pengkafiran masuk dalam ujaran kebencian.
“Saya tdk setuju dgn pendekatan fisik spt ini, dorong saja aturan klau pengkafiran itu masuk dlm ujaran kebencian (hate speech), saya akan berjuang unt ini,” pungkas Guntur.
Sebelumnya, Nahdlatul Ulama menyebut sebutan kafir untuk kelompok masyarakat yang bukan beragama Islam atau non muslim menyakitkan. Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) pun akhirnya sepakat untuk tidak lagi menyebut Warga Negara Indonesia (WNI) non muslim sebagai kafir.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Abdul Muqsith Ghozali mengatakan, kata kafir yang selama ini digunakan untuk melabeli warga non muslim justru telah menyakiti mereka. Para kiai yang mengikuti Munas pun sepakat untuk tidak lagi menggunakan kata kafir dalam memanggil warga non muslim.
Baca Juga: Rasa Toleransi di Upacara Tawur Kasanga Jelang Nyepi di Blitar
"Kata kafir menyakiti sebagian kelo"pok non muslim. Para kiai menyepakati tidak menggunakan kata kafir, akan tetapi menggunakan istilah muwathinun, yaitu warga negara,” kata Abdul.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Gerakan 'Setop Tot tot Wuk wuk' Sampai ke Istana, Mensesneg: Semau-maunya Itu
-
Koalisi Sipil Kritik Batalnya Pembentukan TGPF Kerusuhan Agustus: Negara Tak Dengarkan Suara Rakyat!
-
Menkeu Purbaya Bahas Status Menteri: Gengsi Gede Tapi Gaji Kecil
-
Semua Agama Dapat Porsi, Menag Nazaruddin Umar: Libur Nasional 2026 Sudah Adil
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Penggugat Ijazah Gibran Bantah Bagian dari Musuh Keluarga Jokowi: Saya Tidak Sedang Mencari Musuh!
-
Rekam Jejak Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo, Narkoba hingga Video Rampok Uang Negara
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat