Suara.com - Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan untuk menghapus panggilan kafir bagi non muslim dan menggantinya dengan istilah muwathinun, yaitu warga negara. Keputusan ini didasarkan atas Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU dan Konferensi Besar NU yang digelar pada Jumat (1/3/2019) lalu.
Dalam sidang komisi bahstul masail ad-diniyah al-maudhuiyyah pada Munas itu, disimpulkan bahwa non-muslim di Indonesia tidak memenuhi kriteria kafir seperti yang disebutkan dalam fiqih siyasah. Dalam hal ini, kafir memiliki dua konteks berbeda, yakni akidah dan muamalah.
“Dalam konteks aqidah, ya tetap seperti itu. Dalam soal waris dan soal lain, ya tetap. Dalam konteks keyakinan, ya mereka tetap kafir dengan segala konsekuensinya itu,” kata peserta sidang komisi bahstul masail ad-diniyah al-maudhuiyyah Kiai Mahbub seperti dikutip dari NU.or.id, Rabu (6/3/2019).
Dalam konteks bernegara, warga non-muslim tidak sepadan dengan pengertian kafir. Oleh karena itu, penggunaan kata kafir untuk menyebut non-mulsim tidaklah tepat.
“Jadi mereka tidak bisa disebut ‘kafir ini’, ‘kafir itu’ karena tidak masuk kriteria pembagian kafir dalam fiqih siyasah itu. Jadi mereka disebut apa? Ya cukup disebut warga negara saja,” ungkap Kiai Mahbub.
Sejak penghapusan panggilan kafir berhembus, banyak warga yang menyuarakan pro dan kontra terhadap ketetapan NU itu. Di kalangan para politisi dan ulama pun menjadi perdebatan tersendiri.
Salah satunya Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah yang menilai kata kafir berasal dari Al Quran dan bukan peraturan dalam Undang Undang yang bisa diamandemen atau diperbaiki.
“Susah kalau tokoh Islam minder dengan konsep iman mereka sendiri. #katakafir itu istilah dalam kitab suci, nggak bisa diamandemen, itu wahyu Ilahi,” kata Fahri.
Sementara itu, politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli menilai kata kafir masuk dalam ujaran kebencian. Sehingga, hal ini harus dilawan terlebih jika penggunaan kata kafir dilakukan di ruang publik.
Baca Juga: Pengacara: Andi Arief Rehab Jalan di RSKO
“Kafir memang terminologi Quran, tapi menyebut orang kafir (takfiri) mengafirkan ini masuk ujaran kebencian, kita perlu lawan pengkafiran di ruang publik. Perlu ada aturan untuk ini,”ungkap Guntur.
Lain halnya dengan cawapres nomor urut 01 Maruf Amin yang menilai penghapusan panggilan kafir bertujuan untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Menurutnya, bila keputusan itu sudah menjadi kesepakatan para ulama maka memiliki urgensi tersendiri demi menjaga kerukunan bangsa.
“Ya, mungkin supaya menjaga keutuhan, sehingga tidak menggunakan kata-kata yang seperti menjauhkan, mendiskriminasikan. Kalau itu sudah disepakati ulama, berarti ada hal yang diperlukan pada saat tertentu untuk menjaga keutuhan bangsa,” tutur Maruf.
Berbeda dengan lainnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD justru menilai penghapusan kata kafir tidak perlu menjadi perdebatan panjang. Pasalnya, kata kafir tidak pernah masuk dalam peraturan perundangan di Indonesia.
“Pelarangan sebutan kafir bagi nonmuslim tak perlu diributkan. Ia tak perlu difatwakan karena di dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan memang tidak ada sama sekali kata kafir. Ia tak perlu diributkan karena dalam dalil naqly agama Islam memang ada istilah itu. Meributkannya tak produktif,” pungkas Mahfud.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara
-
Dapat Kesempatan Berpidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Bakal Terbang ke New York?
-
SPBU Swasta Wajib Beli BBM ke Pertamina, DPR Sebut Logikanya 'Nasi Goreng'
-
Menkeu Purbaya hingga Dirut Pertamina Mendadak Dipanggil Prabowo ke Istana, Ada Apa?
-
Bukan Kursi Menteri! Terungkap Ini Posisi Mentereng yang Disiapkan Prabowo untuk Mahfud MD
-
Jerit Konsumen saat Bensin Shell dan BP Langka, Pertamina Jadi Pilihan?
-
Warga Jakarta Siap-siap, PAM Jaya Bakal Gali 100 Titik untuk Jaringan Pipa di 2026