Suara.com - Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas curiga Panitia Pemilihan Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) hanya melayani pemilih dari kalangan tertentu. GP Ansor meminta PPLN bersikap netral.
PPLN diminta juga memberikan kesempatan kepada semua warga negara dalam menggunakan hak pilihnya. Permintaan Yaqut menyikapi video beredar mengenai banyaknya warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2019.
"Dari video-video yang beredar terkesan panitia penyelenggara tidak netral, hanya mengakomodasi kepentingan pemilih tertentu," kata Yaqut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (15/4/2019).
Ia menekankan bahwa hak demokrasi warga tidak boleh dirampok. Semua warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih.
"Apapun pilihannya, hak konstitusional warga harus dijamin. Bukan menghalangi. Ini ada ancaman pidananya," tegas Yaqut.
Menurut Yaqut, dari peristiwa kekacauan pelaksanaan pemilu di beberapa negara, PPLN juga terkesan tidak profesional.
"Kalau alasannya pemilih membludak, sangat tidak profesional. Harusnya kan panitia menyiapkan berbagai rencana antisipasi terhadap segala kemungkinan, termasuk membludaknya pemilih di ujung waktu," tegas dia.
Ia menekankan PPLN wajib memiliki sejumlah rencana cadangan untuk antisipasi, bukan malah menutup TPS karena alasan batas waktu atau sewa gedung yang habis, sementara pemilih masih antre dan surat suara masih menumpuk banyak.
"Alasan kok kaleng-kaleng begini," kata Yaqut.
Baca Juga: Muhammadiyah: Tak Perlu Ada Gerakan People Power di Pemilu 2019
Pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu mengerti perasaan para pemilih yang marah karena hak pilihnya seperti dirampok panitia. Pasalnya, pemilih sudah mengantre berjam-jam namun akhirnya harus pulang karena panitia mengatakan waktu habis.
"Batas waktu menyoblos kan sampai pukul 18.00, pemilih datang sebelum jam tersebut. Harusnya tetap diberi kesempatan menyoblos. Kecuali datang setelah jam 18.00," kata dia.
Ia menegaskan, persoalan WNI tidak dapat mencoblos, layaknya terjadi dalam pemungutan suara di sejumlah wilayah di luar negeri, malah membuat warga "dipaksa" golput.
Menurut dia, hal ini jadi kontradiktif dengan kampanye KPU sendiri yang mengajak warga jangan golput. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Selamat Datang Elkan Baggott, Belum Kering Tangis Timnas Indonesia
- Pondok Pesantren Lirboyo Disorot Usai Kasus Trans 7, Ini Deretan Tokoh Jebolannya
- Apa Acara Trans7 yang Diduga Lecehkan Pesantren Lirboyo? Berujung Tagar Boikot di Medsos
- 3 Alasan Presiden Como Mirwan Suwarso Pantas Jadi Ketum PSSI yang Baru
- 5 Sepatu Nineten Terbaik untuk Lari, Harga Terjangkau Mulai Rp300 Ribu
Pilihan
-
Purbaya Mau Turunkan Tarif PPN, Tapi Dengan Syarat Ini
-
Isu HRD Ramai-ramai Blacklist Lulusan SMAN 1 Cimarga Imbas Kasus Viral Siswa Merokok
-
Sah! Garuda Indonesia Tunjuk eks Petinggi Singapore Airlines jadi Direktur Keuangan
-
Gaji Program Magang Nasional Dijamin Tak Telat, Langsung Dibayar dari APBN
-
Emas Terbang Tinggi! Harga Antam Tembus Rp 2.596.000, Cetak Rekor di Pegadaian
Terkini
-
Prabowo Ingatkan Anak Muda: Kuasai Ekonomi Sebelum Jadi Pemimpin Politik
-
Jakarta Bersih-Bersih: Halte Transjakarta BNN dan Tiang Monorel Masuk Daftar Pembongkaran
-
DPR Akan Panggil Trans7, Cucun: Jangan Demi Rating Malah Memecah Belah Bangsa
-
Sidang Praperadilan Ditolak, Nadiem Makarim Tulis Surat Menyentuh dari Balik Jeruji
-
BPI Danantara dan Pemprov DKI Siap Wujudkan Proyek Energi Sampah November Ini
-
Wapres Gibran Bingung Ditanya CPNS Optimalisasi? Respon Singkatnya Jadi Sorotan!
-
Surya Paloh dan Sjafrie Gelar Pertemuan Tertutup di Kantor Menhan, Ada Sinyal Politik Apa?
-
Komnas Perempuan: Kekerasan Seksual Mei 1998 Tidak Boleh Dihapus dari Sejarah
-
'Sakit Hati' Lama Terbongkar di Pengadilan, Jusuf Hamka: Saya Dizalimi Hary Tanoe
-
Survei: 83,5% Publik Puas Kinerja Prabowo, Program Energi Bahlil Bikin Hemat Triliunan