Suara.com - Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh menilai Indonesia berpotensi akan memanen sejumlah teroris perempuan. Ini tampak dari keterlibatan perempuan menjadi pembom bunuh diri dalam sebagian kasus terorisme.
Kasus terorisme yang melibatkan kaum perempuan cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dipandang perlu melakukan inovasi program mitigasi pencegahan dan deradikalisme agar berdampak secara komprehensif.
Menurutnya telah terjadi pergeseran peran, di mana sebelumnya perempuan hanya bersifat supportif yaitu mendukung suaminya yang teroris, kini dapat berperan secara aktif.
Peningkatan peran aktif perempuan dalam terorisme ini, luput dari perhatian pemerintah, padahal berbagai riset dan penelitian sudah menyebutkan bahwa perempuan berpotensi memiliki peran yang sama dengan laki-laki dalam gerakan radikalisme. Perempuan, kata Riri dianggap sebagai sosok yang lemah lembut sehingga tidak dicurigai oleh pihak yang berwajib.
“Jadi adanya denial itu kemudian hal itu tidak terantisipasi sama sekali, baru kemudian ada penangkapan Dian Yulia Novi itu, kemudian membuat semua orang shock, apalagi dengan Surabaya, terakhir kemarin di Medan. Terus kemudian orang terhenyak semuanya bahwa memang sekarang ini ancamannya ada di keluarga itu, bahwa this is the only one loh terjadi di Indonesia adanya seluruh anggota keluarga meledakkan diri. Meskipun kemudian di Bangladesh ada perempuan, suami dan anak meledakkan diri, menjadi suicide bombers. Ini ketidaksadaran dan ketidakpedulian ini seharusnya sudah mulai dikurangi, jadi bahwa laki-laki dan perempuan sama punya potensi untuk menjadi teroris,” ujar Riri dalam acara Beda Buku “Perempuan dalam Terorisme” di Jakarta, Rabu, (15/5/2019) lalu.
Terlibatnya kaum hawa dalam aksi terorisme ini, ujar Riri dikarenakan para pengikut ISIS laki-laki sudah banyak yang meninggal. Sehingga mereka menjadikan perempuan sebagai target sekaligus shamming atau tindakan mempermalukan laki-laki yang tidak punya keberanian untuk melakukan aksi bom bunuh diri misalnya.
Ditambahkannya, adapun faktor-faktor yang menyebabkan kaum perempuan tertarik kepada paham radikalisme adalah faktor ideologis dan faktor religious, dimana para perempuan didoktrin dengan pemahaman bahwa Indonesia negara yang kurang Islami, dan bahwa Islam merupakan paham dan agama yang sangat sempurna.
Faktor lainnya adalah, banyak dari kaum perempuan yang terlibat ini mengalami berbagai ketidakadilan politik, ekonomi dan sosial, sehingga sangat mudah bagi kelompok radikalisme tersebut untuk merekrut para perempuan ini.
“Ini yang dikeluhkan oleh banyak istri ketika suami mereka ditangkap merek langsung distigma oleh masyarakat. Banyak dari mereka diusir, mau ngontrak gak boleh, mereka kesulitan tempat tinggal, mendapat kerja dan sebagainya. Ini juga tidak benar. Masyarakat kita harus bersikap adil, karena kalau kita menstigma, maka yang menolong perempuan akhirnya ya kelompok-kelompok itu lagi. Justru para perempuan itu, karena diselamatkan oleh kelompok itu akhirnya bergabung lagi,” jelasnya.
Baca Juga: Terduga Teroris di Nganjuk Dibekuk Densus 88 Saat Beli Pulsa
Pemerintah Perlu Inovasi Program Deradikalisasi
Untuk mengantipasi masalah ini, pihak pemerintah didorong untuk memberikan penanganan yang berbeda bagi bagi masyarakat yang tidak terpapar, yang rentan dan yang sudah terpapar. Menurut Riri Khariroh, cara program deradikalisasi yang dilakukan BNPT selama ini kurang tepat.
“Kalau yang sudah sangat terpapar, intervensinya harus berbeda juga. Selama ini program deradikalisasi lebih banyak dengan isu agama saja, kan gak bisa. Kita harus lihat ini manusia, harus disentuh dengan teorinya heart, hand, head. Jadi heart dulu, approach with your heart. Kamu simpati ajak dialog, ajak bicara. Hand dengan tolong dia misalnya beri dia pertolongan. Baru setelah itu sasar head-nya. Karena kalau deradikalisme yang dulu-dulu kan langsung didatangi ustad ini itu, ya mental lah. Orang ustad bukan bagian dari kita. Jadi yang seharusnya disasar bukan ideologinya dulu tapi heart-nya dulu,” paparnya.
Menurutnya untuk menekan angka terorisme, pemerintah – melalui BNPT – perlu bekerjasama dengan sejumlah pihak untuk mengevaluasi cara-cara yang selama ini dilakukan untuk penanggunglangan terorisme ini secara komprehensif. Karena selama ini, program-program yang ada cenderung hanya mengulang dan tidak ada inovasi sama sekali.
Dalam kesempatan yang sama, editor sekaligus cowriter buku “Perempuan dalam Terorisme” Khoirul Anam mengatakan temuan di lapangan, ketika mewawancarai istri dari para pimpinan terorisme ini, adalah bahwa para perempuan ini mengalami ketidaksetaraan dalam rumah tangga antara suami dan istri.
Temuan kedua adalah kuatnya ajaran bahwa istri punya tanggung jawab untuk mendengar dan mematuhi apa pun kata suami. Sementara temuan ketiga adalah para perempuan tersebut tidak sadar bahwa ketika sudah mengikuti paham radikalisme, mereka tidak lagi mau menyapa para tetangganya yang tidak memakai jilbab, dan sebagainya. Bagi para perempuan ini, hal itu biasa saja. Mereka bahkan menilai tidakan suaminya melakukan teror tidak salah dah hanya menjalani ajaran agama.
Berita Terkait
-
Densus 88 Tangkap AMF saat Tengah Ceramah Subuh di Masjid, Diduga Teroris
-
Rumah Pak RT Terduga Teroris Tak Jauh dari Kediaman Wali Kota Semarang
-
Diduga Teroris, Ketua RT di Semarang Diamankan Densus 88 Usai Sahur
-
Istri JS, Baru Tahu Suaminya Terlibat Kasus Teroris Lewat Surat Polisi
-
Densus 88 Tangkap 8 Teroris di Jateng, Paling Banyak di Magelang
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman New Balance untuk Jalan Kaki Jauh
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
Tak Mau Renovasi! Ahmad Sahroni Pilih Robohkan Rumah Usai Dijarah Massa, Kenapa?
-
Borobudur Marathon 2025 Diikuti Peserta dari 38 Negara, Perputaran Ekonomi Diprediksi Di Atas Rp73 M
-
Langsung Ditangkap Polisi! Ini Tampang Pelaku yang Diduga Siksa dan Jadikan Pacar Komplotan Kriminal
-
Transfer Pusat Dipangkas, Pemkab Jember Andalkan PAD Untuk Kemandirian Fiskal
-
Pelaku Bom SMAN 72 Jakarta Dipindah Kamar, Polisi Segera Periksa Begitu Kondisi Pulih
-
Robohkan Rumah yang Dijarah hingga Rata Dengan Tanah, Ahmad Sahroni Sempat Ungkap Alasannya
-
Jelang Musda, Rizki Faisal Didukung Kader Hingga Ormas Pimpin Golkar Kepri
-
Hakim PN Palembang Raden Zaenal Arief Meninggal di Indekos, Kenapa?
-
Guru Besar UEU Kupas Tuntas Putusan MK 114/2025: Tidak Ada Larangan Polisi Menjabat di Luar Polri
-
MUI Tegaskan Domino Halal Selama Tanpa Unsur Perjudian