Suara.com - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA) mengaku sudah banyak lupa saat menjalani pemeriksaaan sebagai tersangka di KPK dalam kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan 50 mesin pesawat Airbus A330-300.
Meski sudah menjalani pemeriksaan dalam kasus tersebut, Emir yang sudah berstatus sebagai tersangka dalam kasus itu tak mau memberikan komentar saat ditanya awak media soal pertanyaan yang diberikan penyidik di ruang pemeriksaan.
"Sebaiknya sih tanya penyidik ya, penyidik tahu memang ada saya ditanya beberapa, ada tambah-tambahan," kata Emir di Lobi Gedung KPK, Rabu (10/7/2019).
Emir menyebut masih perlu mengingat kembali lantaran kasus tersebut sudah cukup lama.
"Karena waktunya sudah cukup lama saya perlu waktu untuk melihat lagi. Nanti dilanjutkan lagi," tutup Emir.
Sementara itu kuasa hukum Emir, Luhut Pangaribuan menyebut kliennya belum dapat menjawab sejumlah pertanyaan penyidik, lantaran Emir sudah lupa dan kembali untuk mengingatnya.
Luhut mengatakan Emir ditanya terkait surat menyurat mengenai kasus Garuda tersebut.
"Disampaikan bebrapa informasi atau surat menyurat dan dia tidak mengingat. Oleh karena itu, dia (Emir) akan mencoba mengingat-mengingat kembali. Dan nanti akan dilanjutkan kembali pada pemeriksaan selanjutnya," tutup Luhut.
Diketahui, KPK menetapkan Emirsyah sebagai tersangka karena diduga menerima suap sejumlah 1,2 juta EURO, 180 ribu dolar AS atau setara Rp 20 miliar dan dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS dari Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno yang tersebar di Indonesia dan Singapura.
Baca Juga: KPK Endus Aliran Dana Lintas Negara di Kasus Korupsi Garuda Indonesia
Pemberian suap itu terkait pengadaan pesawat dan 50 mesin pesawat Airbus A330-300 untuk PT. Garuda Indonesia periode 2004-2015.
Meski sudah berstatus tersangka sejak awal Januari 2017, penyidik KPK belum menahan Emirsyah dan Soetikno. Terakhir penyidik KPK memanggil Emirsyah pada sekitar pertengahan April 2018 lalu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO
-
Wacana 'Go Public' PAM Jaya Bikin DPRD DKI Terbelah, Basri Baco: Ini Dinamika, Normal