Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan sikap Presiden Joko Widodo yang dianggap turut membantu melemahkan kinerja maupun fungsi KPK dalam oemberantasan korupsi.
Hal itu disoroti, setelah Jokowi mengirimkan surat presiden (Supres) kepada DPR RI untuk dapat melanjutkan pembahasan terkait Revisi Undang Undang KPK nomor 30 tahun 2002.
"Presiden telah secara resmi mengirimkan surat kepada DPR yang menyebutkan bahwa Presiden sepakat untuk membahas ketentuan revisi UU KPK bersama DPR. Tentu ini menunjukkan ketidakberpihakan Presiden pada penguatan KPK dan pemberantasan korupsi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Rhamadana, Kamis (12/9/2019).
Kurnia menyebut ada empat catatan penting dalam menanggapi persoalan ini. Pertama, Presiden terlihat tergesa-gesa dalam mengirimkan SurPres ke DPR tanpa adanya pertimbangan yang matang. Pasal 49 ayat (2) UU Nomor 12 tahun 2011 secara tegas memberikan tenggat waktu 60 hari kepada Presiden sebelum menyepakati usulan UU dari DPR.
"Harusnya waktu itu dapat digunakan oleh Presiden untuk menimbang usulan DPR yang sebenarnya justru melemahkan KPK," ujar Kurnia
Kedua, Jokowi dianggap abai dalam mendengarkan aspirasi masyarakat. Sudah berbagai elemen masyarakat, organisasi, dan tokoh yang menentang revisi UU KPK. Bahkan lebih dari 100 guru besar dari berbagai universitas menentang pelemahan KPK dari jalur legislasi ini. Kejadian ini pun seakan mengulang langkah keliru Presiden saat proses pemilihan Pimpinan KPK yang lalu.
"Harus diingat bahwa Presiden bukan hanya kepala pemerintahan, namun juga kepala negara yang mesti memastikan lembaga negara seperti KPK tidak dilemahkan oleh pihak-pihak manapun," ujar Kurnia
Ketiga, Jokowi pun dianggap ingkar janji tentang penguatan KPK dan keberpihakan pada isu anti korupsi. Tegas disebutkan pada poin 4 Nawa Cita dari Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
"Dengan Presiden menyepakati revisi UU KPK usulan dari DPR ini rasanya Nawa Cita Presiden sama sekali tidak terlihat," tegas Kurnia
Baca Juga: Belum Terima Daftar Nama, Jokowi Setuju Hasil Pansel KPK
Keempat, Jokowi mengabaikan prosedur formil dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan. Pasal 45 UU No 12 Tahun 2011 telah mensyaratkan bahwa revisi UU harus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Selain itu, dalam tata tertib Pasal 112 (1) jo Pasal 113 Peraturan DPR No. 1 Tahun 2014 menyebutkan bahwa rancangan undang-undang sebagaimana disisin berdasarkan Prolegnas prioritas tahunan.
"Jika melihat faktanya, revisi UU KPK tidak masuk dalam prolegnas prioritas," ujar Kurnia
Kurnia pun teringat janji -janji Jokowi maupun pemberian award kepada Jokowi pada tahun 2010 lalu, menerima Bung Hatta Anti Corruption Award. Tentu ekspektasi publik amat besar pada Presiden untuk terus menguatkan KPK dan pemberantasan korupsi.
"Dengan kejadian seperti ini rasanya wajar jika akhirnya publik meragukan komitmen anti korupsi dari Presiden dan pemerintah," tutup Kurnia.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional