Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM meminta DPR RI atau presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Sebab banyak pasal yang belum jelas.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan ada frasa dan paradigma yang salah di dalam pasal 599 dan 600 terkait pelanggaran HAM dalam RUU KUHP yang jauh berbeda dengan prinsip hukum internasional.
"Nah di pasal itu ada satu kesalahan mendasar, pertama adalah ini perumusan kejahatannya dilekatkan kepada orang, jadi ada kata 'setiap orang' yang melakukan tindakan akan dihukum. Itu jauh berbeda dengan prinsip di hukum internasional yang menyebutkan 'setiap tindakan'," kata Choirul Anam di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2019).
Frasa setiap orang dalam pasal 599 dan 600 itu dinilai Komnas HAM hanya menyasar pelaku di lapangan, bukan aktor utama.
"Kata kata setiap orang menyeret pada pelaku lapangan, jadi enggak ada bedanya tindak pelanggaran HAM berat dan tindak pidana biasa," ujarnya.
Padahal pelaku lapangan ini, lanjut Anam, biasanya hanya mengikuti perintah atasan yang menjadi aktor utama pelanggaran HAM.
"Jadi kejahatan sangat-sangat kejam, enggak mungkin hanya dilihat pelaku lapangan saja, substansi yang paling terasa hilang rantai komando, dan hilangnya yang paling bertanggung jawab, ini hilang rantainya karena frasa setiap orang," ungkapnya.
Oleh karena itu Komnas HAM berharap DPR dan pemerintah menunda selama pengesahan pasal-pasal RKUHP.
"Komnas HAM mendorong pemerintah lebih bijak kalau ini ditunda. Kami berharap walau injury time, bijak kalau ini ditunda dan diperbaiki, ditunda 2 atau 3 bulan kan tidak apa, tidak segera disahkan, kalau dijadwalkan di DPR ya kami berharap presiden tidak segera tandatangan," katanya.
Baca Juga: RUU KUHP: Sebar Komunisme/Marxisme Sembarangan Bisa Dipenjara 4 Tahun
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Semua Agama Dapat Porsi, Menag Nazaruddin Umar: Libur Nasional 2026 Sudah Adil
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Penggugat Ijazah Gibran Bantah Bagian dari Musuh Keluarga Jokowi: Saya Tidak Sedang Mencari Musuh!
-
Rekam Jejak Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo, Narkoba hingga Video Rampok Uang Negara
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara
-
Dapat Kesempatan Berpidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Bakal Terbang ke New York?
-
SPBU Swasta Wajib Beli BBM ke Pertamina, DPR Sebut Logikanya 'Nasi Goreng'