Suara.com - Susi Pudjiastuti secara tegas menentang kebijakan ekspor benih lobster atau benur yang diwacanakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Berbagai protes pun dilayangkan Susi melalui media sosial pribadinya.
Bukan tanpa sebab Susi menentang kebijakan tersebut. Semasa dirinya menjabat sebagai Menteri KKP periode 2014-20119, ada kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) No. 56/Permen-KP/2016 tentang Larangan Penangkapan Benih Lobster, Kepiting dan Ranjungan.
Penjelasan mengenai aturan tersebut pun sempat disampaikan Susi kepada khalayak lewat video yang dibagikan kanal YouTube Kementerikan Kelautan dan Perikanan pada 11 Februari 2019 lalu.
Dalam video berdurasi lima menit 31 detik tersebut, Susi menegaskan penangkapan benur yang berukuran di bawah 200 gram merusak komoditas laut.
Selain itu, kebijakan ekspor benur ke negara lain justru bakal merugikan pemerintah dan para nelayan.
Pemerintah Indonesia menetapkan larangan pengambilan benur yang dikategorikan sebagai plasma nutfah, seperti negara lain.
Barulah ketika lobster sudah mencapai ukuran 200 gram diizinkan untuk diperjualbelikan.
"Banyak negara yang mengkategorikan pengambilan plasma nutfah masuk ke dalam kegiatan subversi, berarti melanggaran peraturan paling keras. Tapi di Indonesia, punishment nya belum ada," kata Susi.
Kendati belum ada aturan mengenai tindakan tersebut, Susi mengajak masyarakat Indonesia untuk mulai peduli dengan kelangsungan hidup komoditas laut khususnya lobster.
Baca Juga: Resmi Pimpin Watimpres, Wiranto: Saya Sudah Pulih Sepenuhnya
Mestinya, para nelayan membiarkannya hidup di laut dan tidak memperjualbelikan ketika masih berwujud benih, karena saat benur tersebut berkembang menjadi lobster nilai jualnya lebih tinggi.
Selain itu tindakan ekspor patut dicegah, lantaran negara penerima benur tersebut belum tentu mampu mengelolanya.
"Dulu Indonesia ekspor puluhan ribu ton, sekarang tidak sampai 1.000 ton lobster besar. Karena jutaan benih lobster kini sudah ditangkap di mana-mana. Masyarakat yang mengambil benur dijual Rp 10.000 - Rp 30.000. Tapi di Vietnam katanya dijual Rp 150.000. Padahal kalau sudah besar (lobster mutiara) harganya bisa Rp 4 jutaan lebih," kata dia.
Susi menambahkan, "Pada saat tahun baru China, Natal harganya bisa Rp 5 jutaan lebih, yang kecil minimal ratusan ribu. Jadi bukan cuma pemerintah tapi nelayan juga rugi".
Maka dari itu, larangan mengenai pengambilan benur semata-mata ditujukan untuk menjaga ekosistem laut demi menunjang keuntungan Indonesia di masa depan.
"Karena seharusnya benur dibiarkan menjadi lobster besar, tanpa perlu dipelihara, tanpa perlu dikasih makan karena Tuhan yang pelihara. Akhirnya suatu saat Indonesia kehilangan lobster karena bibitnya diambil. Jadi pemerintah melarang itu dalam rangka, menhaga sumber daya perikanan lobster untuk terus ada karena harganya luar biasa," ungkap Susi.
Untuk itu, Susi mengimbau oknum yang tak bertanggung jawab termasuk yang melindungi pengiriman benur ke Vietnam untuk sadar akan masa depan nelayan Indonesia. Para nelayan diminta menghentikan aksinya menangkap benur.
Video Susi yang mengungkap alasan larangan penangkapan benur dan komoditas laut lainnya kekinian kembali viral, seusai ramainya wacana Edhy Prabowo.
Berbeda dengan Susi, Edhy Prabowo merasa kegiatan ekspor benih lobster dinilai tak akan merusak keseimbangan alam.
Pasalnya, dia akan menerapkan kebijakan bahwa eksportir benih lobster harus membawa lobster indukan yang telah dikembangkan di negara lain kembali ke dalam negeri.
Sehingga, Lobster indukan bisa bertelur dan menghasilkan benih lobster yang siap untuk diekspor.
Edhy meyakini petani lobster bisa mendapatkan keuntungan yang lebih. Karena selain mengolah lobster, petani juga bisa mengekspor benih lobster.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Modus Licik Eks Pejabat MA Zarof Ricar Sembunyikan Aset Rp35 Miliar, Ternyata Atas Nama Dua Anaknya
-
Wali Kota Prabumulih Beri Hadiah Motor Listrik ke Kepsek SMPN 1, Auto Dinyinyiri Warganet
-
Pemerintah Akui Ada Kemungkinan Kementerian BUMN Dilebur dengan Danantara, Tapi...
-
Prabowo Bersiap Naikkan Gaji ASN hingga TNI/Polri, Guru dan Nakes Jadi Prioritas Utama
-
Penggaung Jokowi 3 Periode Masuk Kabinet Prabowo, Rocky Gerung: Qodari Konservatif, Tak Progresif!
-
Geger di India, Wabah Amoeba Pemakan Otak Renggut Nyawa Bayi hingga Lansia
-
Tepis Kabar Rektor IPB Arif Satria Bakal Dilantik Jadi Kepala BRIN, Mensesneg: Belum Ada Hari Ini
-
Alasan Kuat Prabowo Tunjuk Dony Oskaria Jadi Plt Menteri BUMN: Beliau COO Danantara
-
Profil Dony Oskaria, Plt Menteri BUMN Pilihan Prabowo yang Hartanya Tembus Rp 29 Miliar
-
Polisi Bongkar Modus Lempar Bola Komplotan Copet di Halte TransJakarta, Begini Praktiknya!