Suara.com - Buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggugat kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dilakukan lewat terbitnya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo. Mereka mengecam penaikan BPJS Kesehatan itu.
Kenaikan itu rencananya akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
Menurut dia, kenaikan itu melanggar ketentuan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
"Dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan, maka ada potensi hak rakyat untuk memperoleh layanan kesehatan akan terganggu. Karena kenaikan itu memberatkan masyarakat, sehingga mereka tidak lagi memiliki kemampuan untuk mengiur," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Apalagi di saat orang banyak kehilangan mata pencaharian akibat COVID-19, menurut dia, negara harusnya melindungi kesehatan seluruh rakyat bukannya malah membebani dengan kenaikan iuran.
Selain itu, menurut dia, BPJS Kesehatan bukanlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tapi badan hukum publik sehingga harusnya pemerintah tidak bisa menaikkan iuran secara sepihak.
Said juga menegaskan bahwa Mahkamah Agung sudah membatalkan Perpres Nomor 82 Tahun 2019 yang sebelumnya menaikkan iuran.
"Oleh karena itu, KSPI meminta pemerintah mentaati putusan MA. Jika kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak dibatalkan, sehabis Lebaran KSPI akan mengajukan gugatan ke MA agar membatalkan Perpes tersebut," kata Said.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada Selasa (5/5/2020).
Baca Juga: Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Kesehatan, MA Persilakan Warga Menggugat
Dalam Perpres itu iuran BPJS Kesehatan bagi peserta kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000 per bulan dan kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per bulan.
Sedangkan iuran peserta mandiri kelas III tetap sebesar Rp 25.500 karena pemerintah memberikan subsidi Rp 16.500 dari Rp 42.000. Namun, pada 2021 subsidi yang dibayarkan untuk peserta mandiri kelas III menjadi Rp 7.000 sehingga harus membayar Rp 35.000. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional