Suara.com - Amnesty International Indonesia (AII) akan menyerahkan laporan terbaru terkait permasalahan Hak Asasi Manusi di Papua ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Laporan itu berjudul "Civil and Political Rights, Violations in Papua and West Papua".
Direktur Eksekutif AII Usman Hamid menjelaskan, laporan ini akan dibahas oleh PBB dalam Komite Sipil dan Politik Hak-hak Sipil ke-129 yang akan berlangsung pada Juni-Juli 2020 mendatang.
Usman menjelaskan, isi laporan ini masih berkutat di permasalahan HAM seperti pembunuhan di luar proses hukum hingga penangkapan warga sipil atau aktivis secara sewenang-wenang.
Kedua, kebebasan berpendapat, berkumpul dan berekspresi, diskriminasi rasial, serta hak untuk menentukan nasib sendiri.
"Seperti insiden rasialisme di Surabaya tahun lalu, serta aspirasi yang berkembang di sejumlah demonstrasi mengenai penentuan nasib sendiri," jelasnya.
Ketiga, masalah tahanan politik yang tidak mendapatkan hak peradilan yang adil.
Empat, masih berkutat pada masalah kebebasan pers yang belum terselesaikan, termasuk sensor dan pemblokiran internet di Papua yang dilakukan pemerintah pada unjuk rasa di Papua dan Papua Barat pertengahan 2019 lalu.
"Termasuk kriminaliassi terhadap aktivis yang bersuara tentang Papua, yang bukan orang papua, seperti Veronica Koman dan Dandhy Dwi Laksono," tegasnya.
Terakhir, laporan ini juga menyoroti kondisi ribuan pengungsi di Kabupaten Nduga yang menyelamatkan diri dari konflik bersenjata antara militer Indonesia dengan Tentara Pembebasan Nasional Operasi Papua Merdeka (TPN OPM).
Baca Juga: Blokir Internet Papua, Hakim Nyatakan Presiden dan Menkominfo Langgar Hukum
Data yang dimiliki AII menyatakan bahwa setidaknya 5.000 pengungsi terpaksa meninggalkan rumah mereka, 138 orang diidentifikasi meninggal. Tidak ada informasi tambahan mengenai jumlah kematian pengungsi di luar Kabupaten Jayawijaya, termasuk mereka yang telah dievakuasi ke hutan.
Berita Terkait
-
Diskusi HAM Papua Lives Matter Diteror Zoombombing dan Telepon Nomor Asing
-
Jokowi Bersalah soal Internet Papua Diblokir, Refly Harun: Preseden Baik
-
Presiden Diputus Bersalah Blokir Internet di Papua, Pemerintah Menghormati
-
Diburu karena Tuduh Kapolda Papua Bunuh Tenaga Medis, Aktivis KNPB Ditembak
-
Door..Dorr! Kelompok Bersenjata Tembak Warga di Timika Papua
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas 50 Jutaan Muat 7-9 Orang, Nyaman Angkut Rombongan
- Daftar Mobil Bekas yang Harganya Paling Stabil di Pasaran
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 7 Parfum Wangi Bayi untuk Orang Dewasa: Segar Tahan Lama, Mulai Rp35 Ribuan Saja
- 3 Pelatih Kelas Dunia yang Tolak Pinangan Timnas Indonesia
Pilihan
-
Purbaya Gregetan Soal Belanja Pemda, Ekonomi 2025 Bisa Rontok
-
Terjerat PKPU dan Terancam Bangkrut, Indofarma PHK Hampir Seluruh Karyawan, Sisa 3 Orang Saja!
-
Penculik Bilqis Sudah Jual 9 Bayi Lewat Media Sosial
-
Bank BJB Batalkan Pengangkatan Mardigu Wowiek dan Helmy Yahya Jadi Komisaris, Ada Apa?
-
Pemain Keturunan Jerman-Surabaya Kasih Isyarat Soal Peluang Bela Timnas Indonesia
Terkini
-
Polisi Sita Buku dan Dokumen dari Rumah Terduga Pelaku Peledakan SMA 72 Jakarta, Apa Relevansinya?
-
Dilimpahkan ke Kejari, Nadiem Makarim Ucapkan Salam Hormat kepada Guru di Hari Pahlawan
-
Soeharto Dapat Gelar Pahlawan, Ketua MPR Ingatkan Pencabutan TAP MPR Anti-KKN
-
Fokus Baru KPK di Proyek Whoosh: Bukan Pembangunan, Tapi Jual Beli Lahan yang Bermasalah!
-
Misteri Pelaku Bom SMAN 72: Kenapa Dipindah ke RS Polri dan Identitasnya Dirahasiakan?
-
Tangis Haru 32 Tahun: Kisah Marsinah, Buruh Pabrik yang Dibunuh, Kini Jadi Pahlawan Nasional
-
Terungkap! Sebelum Ledakan di SMAN 72, Pelaku Tinggalkan Pesan Misterius di Dinding Kelas
-
Ironi Pahlawan Nasional: Marsinah, Korban Orde Baru, Kini Bersanding dengan Soeharto
-
Apa Risiko Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto?
-
KPK Soal Kasus Whoosh: Ada yang Jual Tanah Negara ke Negara