Suara.com - Tujuh tahanan politik atau tapol Papua akan menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Rabu (17/6/2020) besok.
Kuasa hukum tujuh Papua di Balikpapan, Bernard Marbun pun berharap majelis hakim memvonis bebas kliennya. Pasalnya, berdasar fakta persidangan ketujuh tapol Papua tersebut dinilai tidak terbukti melakukan tindakan makar sebagaimana yang didakwakan.
"(Ketujuh tapol Papua Balikpapan) sama sekali tidak terbukti untuk melakukan tindakan-tindakan makar. Jadi ya harapan kami sebagai penasehat hukum ya maksimal bebaskan mereka. Karena kita sudah gali secara bersama-sama (dalam persidangan)," kata Bernard dalam diskusi bertajuk Solidaritas Tujuh Aktivis Papua Anti-Rasisme 'Krisis Demokrasi dan HAM di Indonesia' melalui laman YouTube JATAM NASIONAL, pada Selasa (16/6/2020).
Selain itu, Bernard juga menilai bahwa hukuman yang diberikan kepada tujuh tapol Papua Balikpapan itu sejatinya tidak akan menyelesaikan persoalan yang berada di tanah Bumi Cendrawasih.
Menurut Bernard dengan menghukum tujuh tapol Papua Balikpapan yang tidak bersalah itu justru akan semakin menimbulkan persoalan baru.
"Berbicara mengenai Papua ini bawah menghukum mereka itu bukan lah semacam dapat untuk memadamkan bara yang terjadi. Tapi justru menghukum mereka itu justru akan semakin memperbesar bara api yang ada di Papua," ujar Bernard.
Senada dengan itu, aktivis Papua sekaligus eks tapol Papua Jakarta, Arina Elopere juga menilai dengan memberikan hukuman terhadap ketujuh tapol Papua Balikpapan yang tidak bersalah akan hanya menimbulkan persoalan baru. Sehingga dia berharap majelis hakim nantinya dapat membebaskan ketujuh tapol Papua Balikpapan atau setidaknya memvonis hukuman seringan-ringannya.
"Mudah-mudahan dikasih hukuman yang seringan-ringannya. Kalau tidak pasti itu ada persoalan baru lagi. Terus bagaimana untuk mengatasi persoalan baru nanti kalau memang memberikan hukuman yang terlalu berat," tutur Ariana.
Sebelumnya, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua mengungkap sejumlah kejanggalan dalam sidang pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU) terhadap tujuh tapol Papua di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimanatan Timur. Beberapa kejanggalan itu meliputi adanya disparitas tuntutan hingga dugaan pelangggaran independensi yang dilakukan oleh JPU.
Baca Juga: Suarakan Pembebasan 7 Tapol Papua, Aksi di Nol Kilometer Jogja Sempat Panas
Koordinator Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua sekaligus kuasa hukum tujuh tapol Papua di Balikpapan, Emanuel Gobay menuturkan sidang pembacaan tuntutan JPU itu digelar di waktu yang berbeda dengan tuntutan hukum penjara yang bervariasi terhadap para terdakwa.
Pada 2 Juni 2020 sidang tuntutan digelar bagi terdakwa Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni dituntut 17 tahun penjara dan Irwanus Uropmabin dituntut 5 tahun penjara.
Kemudian, pada 5 Juni 2020 sidang tuntutan digelar bagi lima terdakwa lainnya, yakni Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay dituntut 15 tahun penjara; Ketua KNPB Mimika Stevanus Itlay dituntut 15 tahun penjara; Mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih (Uncen) Ferry Kombo dituntut 10 tahun penjara; Presiden Mahasiswa Universitas Sians dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alexander Gobay dituntut 10 tahun penjara; dan Hengky Hilapok dituntut 5 tahun penjara.
Emanuel menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam sidang tuntutan tersebut. Pertama, menurut Emanuel, JPU tidak berpegang teguh pada fakta persidangan dalam mempertimbangkan memberikan tuntutan terhadap ketujuh tapol Papua.
Kedua, JPU dalam merumuskan uraian dasar tuntutannya menyebutkan keterengan ahli pidana. Padahal, sepanjang jalannya persidangan tujuh tapol Papua di Balikpapan JPU tidak pernah menghadirkan ahli pidana.
Ketiga, JPU dinilai hanya mengandalkan keterengan ahli bahasa, psikologi politik dan ahli hukum tata negara dalam membedah pasal makar yang didakwakan terhadap ketujuh tapol Papua. Padahal, menurut Emanuel ketiga ahli tersebut tidak memiliki kompetensi untuk menguraikan unsur-unsur pidana.
Berita Terkait
-
Tuntut 7 Tapol Bebas, Solidaritas Pembebasan Papua Gelar Aksi di MA
-
Buka Posko Papua di Kampus, Mahasiswa USTJ Diciduk, Diseret ke Mobil Polisi
-
Suarakan Pembebasan 7 Tapol Papua, Aksi di Nol Kilometer Jogja Sempat Panas
-
Ketua BEM Uncen Dkk Dibui karena Dituduh Makar, Surya Anta: Ini Pesanan
-
Solidaritas Pembebasan Papua Aksi di MA: Bebaskan 7 Tapol di Balikpapan
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Cek Fakta: Viral Klaim Pigai soal Papua Biarkan Mereka Merdeka, Benarkah?
-
Ranking FIFA Terbaru: Timnas Indonesia Makin Pepet Malaysia Usai Kena Sanksi
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
Terkini
-
Wagub Babel Hellyana Resmi Jadi Tersangka Ijazah Palsu
-
Eksklusif! Jejak Mafia Tambang Emas Cigudeg: Dari Rayuan Hingga Dugaan Setoran ke Oknum Aparat
-
Gibran Bagi-bagi Kado Natal di Bitung, Ratusan Anak Riuh
-
Si Jago Merah Ngamuk di Grogol Petamburan, 100 Petugas Damkar Berjibaku Padamkan Api
-
Modus 'Orang Dalam' Korupsi BPJS, Komisi 25 Persen dari 340 Pasien Hantu
-
WFA Akhir Tahun, Jurus Sakti Urai Macet atau Kebijakan Salah Sasaran?
-
Kejati Jakarta Tetapkan 2 Pegawai BPJS Ketenagakerjaan Jadi Tersangka Tindak Pidana Klaim Fiktif JKK
-
Sempat Kabur dan Nyaris Celakai Petugas KPK, Kasi Datun HSU Kini Pakai Rompi Oranye
-
Jadi Pemasok MBG, Perajin Tempe di Madiun Raup Omzet Jutaan Rupiah per Hari
-
Cegah Kematian Gajah Sumatera Akibat EEHV, Kemenhut Gandeng Vantara dari India