Suara.com - Puluhan siswa di Thailand berunjuk rasa menuntut penghapusan diskriminasi gender di ranah pendidikan.
Menyadur Channel News Asia, dalam protes yang digelar pada Rabu (29/7), para pelajar menyebut aturan seragam dan potongan rambut merupakan kebijakan yang diskriminatif.
Karenanya, mereka menginginkan pemerintah segera mencabut aturan-aturan yang disebut para siswa sebagai kurikulum usang.
Dengan membawa plakat dan spanduk serta bendera pelangi, para pengunjuk rasa yang memakai seragam ini berbaris di depan kantor Kementerian Pendidikan Thailand di Bangkok, meneriakkan aspirasi mereka.
Pengunjuk rasa yang terdiri dari siswa sekolah menengah pertama dan atas, mengatakan sistem kurikulum mereka saat ini sudah jauh ketinggalan zaman.
Secara khusus, mereka menyebutkan aturan panjang dan gaya rambut untuk siswa laki-laki dan perempuan membatasi hak-hak gender.
"Bagaimana dengan siswa dari gender lain? Ini adalah sesuatu yang perlu dipertimbangkan oleh kementerian karena itu normal untuk menjadi beragam," ujar Panupong Suwannahong, seorang penyelenggara protes.
Demonstrasi ini datang di tengah peningkatan protes politik yang dipimpin mahasiswa di Thailand dalam beberapa minggu terakhir.
Kendati demikian, para pengunjuk rasa ini mengklaim tidak memiliki hubungan dengan gerakan anti-pemerintah.
Baca Juga: All New Toyota Corolla Cross untuk Indonesia Hanya Tipe Hybrid
Di tangga gedung kementerian, seorang siswa yang berunjuk rasa, Pimchanok, mencukur rambutnya dengan gunting listrik sebagai protes terhadap aturan gender yang menurutnya mencekik.
"Bagaimana dengan mereka yang gender fluid atau siswa non-biner?" kata Pimchanok.
Meski sebagian besar masyarakat Thailand adalah penganut Buddha yang konservatif, mereka dikenal trebuka dan bebas, khususnya terkait fenomena kelompom lesbian, gay, biseksual, transgender, queer (LGBT).
Kabinet negara ini pada 8 Juli lalu, mendukung RUU kemitraan sipil yang mengakui serikat sesama jenis dengan hak hukum yang hampir sama dengan psangan menikah. Ini merupakan salah satu langkah paling liberal di Thailand.
Namun, para aktivis mengatakan sistem pendidikan masih enggan melakukan perubahan terkait gender.
Nattapat Satavelarot, seorang pengunjuk rasa, merobek buku teks tentang kesehatan dan kebersihan, menolak apa yang disebutnya sebagai kurikulum diskriminatif.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 9 Sepatu Lokal Senyaman Skechers Ori, Harga Miring Kualitas Juara Berani Diadu
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Desember: Raih Pemain 115, Koin, dan 1.000 Rank Up
- 5 Rekomendasi Mobil Tua Irit BBM, Ada yang Seharga Motor BeAT Bekas
Pilihan
-
Belum Sebulan Diluncurkan, Penjualan Toyota Veloz Hybrid Tembus 700 Unit
-
Kekayaan dan Gaji Endipat Wijaya, Anggota DPR Nyinyir Donasi Warga untuk Sumatra
-
Emiten Adik Prabowo Bakal Pasang Jaringan Internet Sepanjang Rel KAI di Sumatra
-
7 Sepatu Lari Lokal untuk Mengatasi Cedera dan Pegal Kaki di Bawah 500 Ribu
-
Klaim Listrik di Aceh Pulih 93 Persen, PLN Minta Maaf: Kami Sampaikan Informasi Tidak Akurat!
Terkini
-
Trotoar 'Maut' di Tugu Yogyakarta, Pedestrian Jogja Belum Ramah Difabel
-
Menunjuk Hidung Menteri di Balik Bencana Sumatra, Siapa Paling Bertanggung Jawab?
-
Tambang Disebut Jadi Biang Kerok Gaduh PBNU, Begini Kata Gus Yahya?
-
Pemprov DKI Tanggung Seluruh Biaya Pemakaman Korban Kebakaran Maut Kemayoran
-
Cerita Hasto Pernah Tolak Tawaran Jadi Menteri: Takut Nggak Tahan Godaan
-
Amnesty International Beberkan 36 Video Kekerasan Polisi di Demo Agustus Lalu
-
Anggap Islah Jalan Satu-satunya Selesaikan Konflik PBNU, Gus Yahya Ngaku Sudah Kontak Rais Aam
-
Dukung Keterbukaan Informasi, FPIR: Kapolri Konsisten Lakukan Pembenahan dan Penguatan Demokrasi
-
Ketua Komisi V DPR: Kalau Nggak Mampu, Jangan Malu Minta Bantu Negara Lain Untuk Bencana Sumatra
-
Kerry Riza: Terminal BBM PT OTM Masih Dipergunakan Pertamina hingga Kini