Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan kepada partai politik dan penyelenggara pemilu jangan sampai mengusung maupun meloloskan calon kepala daerah berlabel mantan narapidana korupsi pada pilkada serentak 2020.
Hal itu merujuk lewat putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2019. Di mana, mantan narapidana korupsi dilarang maju dalam pilkada.
"Partai politik tidak boleh mengusung mantan narapidana korupsi. Penyelenggara pemilu harus ikut patuh dan berhati-hati dalam memeriksa berkas pencalonan," kata Peneliti ICW Egi Primayoga melalui keterangan kepada Suara.com, Kamis (30/7/2020).
Egy pun meminta peran masyarakat agar ikut mengawasi memastikan koruptor tidak maju sebagai calon kepala daerah. Kepala daerah harus merupakan sosok yang memiliki integritas dan kapasitas.
"Pilkada sebagai proses menentukan pemimpin harus dapat memastikan terpilihnya pemimpin yang berkualitas. Jika mantan napi korupsi maju sebagai calon kepala daerah, maka cita-cita itu akan tercoreng," ujar Egy
Egy menyebut ICW memiliki catatan, bahwa mantan napi korupsi yang kembali menduduki jabatan kepala daerah dapat mengulangi perbuatannya.
Egy pun mencontohkan Bupati Kudus nonaktif, Muhammad Tamzil, dua kali terjerat kasus korupsi.
Pada Desember 2015, Tamzil menyelesaikan hukumannya akibat terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
Kemudian, Tamzil terpilih kembali sebagai kepala daerah pada 2018, di tahun yang sama kembali terjerat kasus suap pengisian jabatan.
Baca Juga: Viral Video Ajakan Dukung Petahana di Pilkada Pandeglang saat Pembagian BLT
Maka itu, melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan hal tersebut pada Desember 2019 lewat Putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019.
Mantan terpidana korupsi diharuskan menunggu hingga lima tahun setelah keluar dari penjara, baru kemudian diperbolehkan untuk maju sebagai kepala daerah.
"Fakta-fakta yang disebutkan sudah semestinya menghentikan niat mantan narapidana korupsi untuk maju sebagai calon kepala daerah. Seluruh pihak juga harus patuh terhadap putusan MK," tutup Egy.
Berita Terkait
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Fakta Baru OTT KPK: Siapa Saja 9 Sosok yang Diserahkan ke Kejaksaan Agung?
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Kejagung Tetapkan 3 Orang Jaksa jadi Tersangka Perkara Pemerasan Penanganan Kasus ITE
-
KPK Ungkap Ada Pihak yang Berupaya Melarikan Diri pada OTT di Kalsel
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah