Suara.com - Puluhan warga Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Pulau Timor, menyatakan menolak kesepakatan yang dibuat Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam menyelesaikan konflik lahan di Pubabu Besipae.
Penolakan tersebut termuat dalam surat pernyataan yang dibubuhi tanda tangan di atas materai oleh sebanyak 51 warga Besipae yang diterima Antara di Kupang, Kamis.
"Dengan ini menyatakan menolak kesepakatan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan orang-orang yang mengatasnamakan kami pada 21 Agustus 2020," demikian disampaikan warga dalam surat pernyataan tersebut.
Dalam surat pernyataan itu, warga Besipae mengaku secara turun-temurun telah tinggal dan menetap di tanah seluas sekitar 6.000 hektare yang bertempat di Pubabu Besipae, Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Menurut warga, sebagaimana dalam isi surat pernyataan itu, bahwa tiga orang yang membuat dan menandatangani kesepakatan dengan pemerintah Provinsi NTT, yakni Nope Nabuasa, Frans Nabuasa, dan PR Nabuasa bukan bagian dari masyarakat Besipae yang menjadi korban penggusuran yang berhak atas tanah dimaksud.
"Maka kami masyarakat Besipae menolak kesepakatan tersebut," kata warga.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi NTT mengklaim telah mengakhiri konflik lahan di Besipae setelah dilakukan penandantanganan kesepakatan bersama tokoh adat setempat.
"Kesepakatan untuk mengakhiri konflik lahan ini ditandai dengan penandatanganan kesepakatan antara kami mewakili pemerintah provinsi dan tiga tokoh adat, yaitu Usif Frans Nabuasa, Usif Nope Nabuasa, dan Usif PR Nabuasa pada hari Jumat (21/8)," kata Kepala Badan Pendapatan dan Aset Provinsi NTT Zeth Sony Libing kepada ANTARA di Kupang, Sabtu, (22/8/2020).
Penandatanganan kesepakatan itu disaksikan sejumlah pihak, di antaranya pemimpin TNI dan kepolisian di Timor Tengah Selatan, Camat Amanuban Selatan, serta tokoh agama di Besipae.
Baca Juga: Kumpulan Fakta Intimidasi Masyarakat Adat Besipae
Zeth menyebutkan salah satu butir kesepakatan tersebut, yaitu pemerintah dan para tokoh bersama-sama mengakhiri konflik lahan di Besipae.
Pada hari Sabtu 22 Agustus 2020, pihaknya juga turun kembali ke Besipae untuk menyosialisasikan kesepakatan tersebut kepada masyarakat yang terlibat dalam konflik lahan tersebut.
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
Terkini
-
Usai OTT Jaksa di Banten yang Sudah Jadi Tersangka, KPK Serahkan Perkara ke Kejagung
-
Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang Terjaring OTT KPK, Langsung Dibawa ke Gedung Merah Putih
-
KPK Amankan 10 Orang saat Lakukan OTT di Bekasi, Siapa Saja?
-
Stop Tahan Ijazah! Ombudsman Paksa Sekolah di Sumbar Serahkan 3.327 Ijazah Siswa
-
10 Gedung di Jakarta Kena SP1 Buntut Kebakaran Maut Terra Drone, Lokasinya Dirahasiakan
-
Misteri OTT KPK Kalsel: Sejumlah Orang Masih 'Dikunci' di Polres, Isu Jaksa Terseret Menguat
-
Ruang Kerja Bupati Disegel, Ini 5 Fakta Terkini OTT KPK di Bekasi yang Gegerkan Publik
-
KPK Benarkan OTT di Kalimantan Selatan, Enam Orang Langsung Diangkut
-
Mendagri Tito Dampingi Presiden Tinjau Sejumlah Titik Wilayah Terdampak Bencana di Sumbar
-
Pramono Anung: 10 Gedung di Jakarta Tidak Memenuhi Syarat Keamanan