Suara.com - Mehdi Rajabian, musikus Iran, mengatakan dia menghadapi persidangan karena berkolaborasi dengan para penyanyi dan penari perempuan.
Lelaki berusia 30 tahun, yang sudah dua kali dipenjara karena tuduhan terkait musiknya itu, mengatakan dia ditangkap dua pekan lalu karena proyek terbarunya.
Album terbarunya, yang belum tuntas, akan menyertakan sejumlah vokalis perempuan - yang dilarang di Iran.
Kementerian Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran belum menanggapi permintaan wawancara BBC.
"Rezim ini ingin membungkam suara saya," kata Rajabian kepada BBC.
"Mereka bersikeras agar saya berhenti bermain musik."
Sang musisi, yang tinggal di kota Sari di Iran utara, mengatakan dia dipanggil oleh polisi pada tanggal 10 Agustus, yang menangkap dan membawanya ke pengadilan.
Rajabian menuturkan seorang hakim mengatakan kepadanya bahwa proyek terbarunya "mendorong prostitusi". Dia dibebaskan hanya karena keluarganya dapat membayar jaminan.
"Kalau saya bikin musik, mereka akan langsung mencabut jaminan saya," kata musisi itu.
Baca Juga: Serukan Boikot Impor Produk AS, Pemimpin Iran Posting Cuitan Pakai iPhone
"Saat ini, saya harus menunggu hari penghakiman itu."
Rajabian mengatakan penangkapan itu terjadi setelah dia diwawancarai BBC tentang albumnya yang akan datang; dan publikasi video yang menampilkan penari klasik Persia terkenal, Helia Bandeh, yang menginterpretasikan musiknya.
BBC telah menghubungi Kementerian Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran untuk meminta komentar dan klarifikasi tentang kasus ini, tetapi belum menerima tanggapan.
Di bawah hukum pidana Iran, para penyanyi dan penari dapat dituntut jika pihak berwenang menganggap tindakan mereka "tidak senonoh" atau "tidak bermoral".
Perempuan secara teori diizinkan untuk tampil dalam paduan suara atau sebagai vokalis secara solo untuk penonton khusus perempuan, namun izin jarang diberikan.
Rajabian tidak sendirian menghadapi tuntutan hukum atas karya seninya.
Mei lalu, penyanyi perempuan Nezzar Moazzam dipanggil ke pengadilan karena menyanyi untuk sekelompok turis sambil mengenakan kostum tradisional.
Beberapa bulan sebelumnya, komposer Ali Ghamsari dilarang tampil "sampai pemberitahuan lebih lanjut" karena menolak mengeluarkan seorang anak dari daftar yang akan tampil di sebuah konser di Teheran.
Rajabian telah dipenjara dua kali sebelumnya karena musiknya. Pertama, pada 2013, matanya ditutup dan ditempatkan di sel isolasi selama tiga bulan.
Dia kemudian dijatuhi hukuman enam tahun di penjara Evin yang terkenal kejam di Teheran, dan diubah menjadi hukuman masa percobaan hanya setelah melakukan aksi mogok makan, dan menarik perhatian organisasi Amnesty International dan aktivis kebebasan berekspresi Freemuse.
Rilis album baru
Setelah dibebaskan, aktivitasnya diawasi secara ketat oleh rezim yang berkuasa. Rajabian mengatakan dia sekarang tinggal dalam kondisi seperti mengisolasi diri.
"Hari-hari virus corona merupakan hari yang normal bagi saya, karena saya benar-benar sendirian di rumah selama bertahun-tahun," katanya.
"Seolah-olah saya dipindahkan dari penjara yang lebih kecil ke penjara yang lebih besar."
Dia mengatakan bahwa para artis di Iran takut untuk mendukungnya dan, awal bulan ini, seorang jurnalis musik ditangkap dan ditahan di Evin selama beberapa hari setelah menyebut karya musik perempuan dan nama Rajabian dalam sebuah artikel.
"Sekarang ada tekanan pada saya agar tidak memproduksi karya seni lagi," katanya.
"Ini artinya kematian total. Secara umum, mereka berencana menghancurkan saya secara menyeluruh."
Namun, tekanan tersebut bukanlah halangan baginya. Tahun lalu, dia merilis album baru, Middle Eastern, bekerjasama dengan perusahaan rekaman Sony Music di Turki.
Direkam secara rahasia, album itu menampilkan kontribusi hampir 100 seniman di 12 negara, termasuk Suriah, Yaman, Yordania, Lebanon, dan Irak.
Tidak sedikit musisi menghadapi penganiayaan serupa dengan Rajabian. Salah satu lagu direkam selama serangan udara, lagu lainnya dilantunkan oleh pengungsi yang kabur dengan sebuah perahu.
Namun keputusan berkolaborasi dengan "sejumlah penyanyi perempuan berbagai negara Timur Tengah" (meskipun tidak satu pun dari mereka berada di Iran) dalam sebuah album baru telah menarik perhatian otoritas Iran.
"Mengapa pemerintah Iran begitu ketakutan? Ini pertanyaan bagi saya," katanya.
Jawabannya, menurutnya, seni apa pun yang memprovokasi pikiran dianggap berbahaya.
"Seni tanpa pesan dan filosofi lebih dibutuhkan untuk kesenangan ketimbang untuk berpikir," katanya.
"Saya tidak ingin mereka [rezim] menikmati seni saya, saya ingin filosofi dan luka dari jantung musik saya menjadi seperti terompet bagi kemanusiaan.
"Bahkan jika saya dipenjara ratusan kali. Saya membutuhkan nyanyian perempuan dalam proyek saya, saya membutuhkan tarian perempuan dengan filosofi dan pemikiran.
"Kapanpun saya merasa perlu untuk memproduksi musik ini, saya pasti akan memproduksinya. Saya tidak menyensor diri saya sendiri."
Dunia musik 'bawah tanah' Iran
Wartawan BBC Persia, Behzad Bolour
Setelah Revolusi 1979, Ayatollah Ruhollah Khomeini melarang siaran musik di TV atau radio, dengan alasan hal itu membuat otak manusia "menjadi pasif dan tak keruan".
Hanya musik revolusioner dan lagu religius yang diizinkan, dan karenanya nyaris semua penyanyi pop Iran kabur ke AS.
Lambat laun, musik klasik Persia, di bawah bendera musik sufi mulai muncul kembali.
Tetapi pada 1990-an, Iran terus berkembang, terutama di kota-kota besar, dan kaum muda membuat instrumen mereka sendiri dan membuat lagu tidak resmi mereka sendiri (yang hanya disiarkan di BBC Persia).
Pada awal 2000, setelah ada pelonggaran aturan seputar musik, pasar pop menjadi terbuka di Iran dan, melalui internet, musik underground yang meresap di balik pintu tertutup mulai menyebar.
Band-band memainkan rock, fusion, rap, dan musik rakyat alternatif. Dan mereka semua berbicara tentang Iran yang berbeda, Iran yang ingin menjadi modern dan setara dengan seluruh dunia.
Mehdi Rajabian berasal dari generasi selanjutnya dari Anak-Anak Revolusi (Children Of The Revolution) ini - dan suara bawah tanah (underground) yang penting di kancah musik Iran.
Berita Terkait
-
Serukan Boikot Impor Produk AS, Pemimpin Iran Posting Cuitan Pakai iPhone
-
Orang Iran Digebuki Sampai Bonyok di Bekasi, Hipnotis Penjual Toko HP
-
Kotak Hitam Ungkap Pesawat Ukraina Jatuh Dihantam Rudal Sebanyak 2 Kali
-
Terungkap! Pesawat Ukraina Jatuh di Iran Ditembak 2 Kali Selisih 25 Detik
-
Mengerikan! Tiap 7 Menit, Satu Orang Warga Iran Meninggal karena Corona
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
-
Tekad Besar Putu Panji Usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala Dunia U-17 2025
Terkini
-
Babak Baru Ledakan SMAN 72: Ayah Terduga Pelaku Diperiksa Intensif, Polisi Ungkap Fakta Ini
-
DPR-Pemerintah Mulai 'Bedah' 29 Klaster RUU KUHAP: Sejumlah Pasal Sudah Disepakati, Ini di Antaranya
-
Sisi Gelap Taman Daan Mogot, Disebut Jadi Lokasi Prostitusi Sesama Jenis Tiap Tengah Malam
-
Luruskan Simpang Siur, Ini Klarifikasi Resmi Aliansi Terkait 7 Daftar Organisasi Advokat yang Diakui
-
Kasus Femisida Melonjak, Komnas Perempuan Sebut Negara Belum Akui sebagai Kejahatan Serius
-
Anak Menteri Keuangan Blak-blakan: Purbaya Ternyata Tak Setuju dengan Redenominasi Rupiah
-
Percepat Tanggulangi Kemiskinan, Gubernur Ahmad Luthfi Gandeng Berbagai Stakeholder
-
Tok! MK Putuskan Jabatan Kapolri Tak Ikut Presiden, Jaga Polri dari Intervensi Politik
-
Siswa SMAN 72 Bantah Ada Bullying di Sekolah: Jangan Termakan Hoaks
-
Roy Suryo 'Semprot' Mahasiswa dan MUI: Kalian Sudah Nyaman?