Suara.com - Kelompok yang menamakan diri Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia belum lama ini menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo.
Dalam surat tertanggal 22 September 2020 yang ditandatangani Presidium KAMI Gatot Nurmantyo, Din Syamsuddin, dan Rochmat Wahab, salah satunya meminta Jokowi menyerukan kepada lembaga-lembaga pemerintah, termasuk lembaga penyiaran TVRI, untuk menayangkan film tentang Pengkhianatan G30S/PKI atau film-film serupa. Mereka khawatir masyarakat lupa dengan sejarah, selain itu juga untuk mencegah kebangkitan partai terlarang di negeri ini.
Sebelum itu, Gatot mengatakan penggantian posisinya (Panglima TNI) ketika itu karena dia tetap bersikeras memerintahkan seluruh anggota TNI untuk memutar dan menyaksikan film Gerakan 30 September PKI. Gatot memerintahkan demikian karena dia beralasan ingin meningkatkan kewaspadaan terhadap kebangkitan partai terlarang itu.
Menanggapi menghangatnya kembali isu komunis di bulan September, analis politik dari Political and Public Policy Studies Jerry Massie menilai hal ini merupakan politik framing yang dilancarkan seseorang, entah itu tuduhan, realita atau ancaman.
"Bagi saya berprinsip borok yang ditutupi akan terungkap. Paling btidak dalam hal ini dua pihak, bahkan dua kubu akan membantah. Satu sisi ada yang menyerang, ada yang bertahan, begitu sebaliknya," kata Jerry kepada Suara.com, Jumat (25/9/2020).
Di Indonesia, sejak dulu isu PKI dan negara Islam menjadi komoditas politik. Menurut Jerry, Istana perlu menanggapinya. "Istana harus menjawab dan membantah tudingan-tudingan miring," kata Jerry seraya menekankan "pemimpin harus imparsial (tak memihak), jangan parsial atau memihak."
Isu komunis merupakan isu yang punya powerful untuk mematahkan lawan politik. Istana, menurut Jerry, tak boleh membiarkan begitu saja.
"Pihak Istana saya sarankan punya senjata menangkis setiap serangan. Kalau diam saja nanti publik akan berprasangka buruk atau menduganya benar. Kalau membantah bisa saja dianggap benar. Ini lantaran mindset kelompok grassroot (akar rumput) beda," katanya.
Jerry meyakini penggorengan isu SARA akan terus dimainkan dan ini, kata dia, merupakan bagian politik identitas.
Baca Juga: Kesaksian Ketika Jenderal Gatot Baru Diangkat Jadi Panglima TNI
Menurut Jerry, seharusnya sejak ormas terlarang dibubarkan, misalkan PKI dan HTI, jangan lagi mengangkat isu itu lagi.
"Bisa saja diputihkan, kan ini passed (masa lalu), bukan future (masa akan datang). Narasi-narasi ini perlu dihentikan. Jangan ada lagi bahasa PKI reborn atau DI/TII reborn," katanya.
Jerry mengatakan adanya PKI memang tak boleh dihilangkan dari sejarah, tapi jangan lantas menjadi komoditas politik melulu.
"Bagi saya itu bukan era presiden Jokowi. Jadi ini ada dua premis diputar bermasalah, tak diputar lebih bermasalah lagi," kata dia.
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian menepis isu penggantian Gatot tahun 2017 karena instruksi nonton film G30S/PKI. Rotasi ketika itu karena sudah waktunya. "Jadi tidak ada hubungannya sama sekali dengan pemutaran G30S," kata Donny. Dia juga membantah pernyataan Gatot soal penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila karena keinginan PKI. Satu Juni adalah hari saat Presiden Soekarno berpidato tentang Pancasila di sidang BPUPKI. Itu sebabnya, 1 Juni ditetapkan jadi Hari Lahir Pancasila untuk menghormati momentum itu. "Jadi tidak ada hubungannya dengan PKI. PKI siapa yang menginginkan itu dirayakan 1 Juni?" kata Doni. "Jadi sekali lagi, itu agak halusinatif dan terlalu jauh menghubungkan antara hari lahir Pancasila dengan PKI," Donny menambahkan [Liputan6]
Dalam video YouTube Hersubeno Poin, Gatot bercerita, dari pengamatannya, gerakan PKI gaya baru muncul sejak tahun 2008. Ketika itu, materi pelajaran sejarah tentang G30S/PKI dihapuskan dari bangku sekolah. Bagi dia hal tersebut sangat berbahaya karena bisa membuat generasi muda tidak percaya tentang adanya PKI. "Dan terbukti pada 2017, 90 persen lebih generasi muda tidak percaya adanya PKI," ujarnya.
Berita Terkait
-
Dari New York ke Istana Jakarta: Michael Bloomberg Temui Prabowo dan Bos Danantara, Bahas Apa?
-
Poin Pembahasan Penting Prabowo-Dasco di Istana, 4 Program Strategis Dikebut Demi Rakyat
-
Momen Prabowo Sambut Langsung kunjungan Raja Abdullah II di Istana
-
Istana Pastikan Patuhi Putusan MK, Polisi Aktif di Jabatan Sipil Wajib Mundur
-
Aksi Kamisan: 27 Tahun Tragedi Semanggi I, Negara Pilih Muliakan Soeharto Ketimbang Keadilan
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Nadiem Calon Tersangka Korupsi Google Cloud di KPK, Kuasa Hukum Membantah
-
Kementan Targetkan Indonesia Mandiri Vaksin Hewan, Fasilitas di Surabaya Akan Ditingkatkan
-
KPK Akhirnya Ambil Alih Kasus Korupsi Petral dari Kejagung, Apa Alasannya?
-
KPK Selidiki Korupsi Google Cloud, Kuasa Hukum Bantah Nadiem Makarim Terlibat
-
Kemenpar Dukung Pesta Diskon Nasional 2025: Potongan Harga 20-80 Persen!
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu