Suara.com - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengapresiasi perjuangan organisasi, di antaranya Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan PGRI, yang sudah menyampaikan aspirasi dan koreksi, khususnya terhadap klaster pendidikan dalam omnibus law RUU Cipta Kerja.
HNW mendukung keputusan pemerintah dan DPR yang mengakomodasi tuntutan tersebut dengan mencabut klaster pendidikan dari RUU omnibus law cipta kerja, apalagi salah satu pasalnya memuat ketentuan pasal karet yang dapat mengkriminalisasi penyelenggara madrasah atau pesantren.
HNW menyampaikan hilangnya ketentuan tersebut sebagai konsekuensi logis dari dicabutnya klaster pendidikan di RUU ciptaker, yang merupakan hasil perjuangan pihak-pihak dari luar dan dalam parlemen.
“Dari luar parlemen ada sejumlah ormas Islam seperti Muhammadiyah dan NU, sedangkan dari dalam parlemen, ada anggota badan legislasi Fraksi PKS Mulyanto dan Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi PKS: Abdul Fikri Faqih yang sangat keras menyuarakan agar klaster pendidikan didrop dari RUU ciptaker,” ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima Suara.com, Senin (28/9/2020).
“Dan itu semuanya juga membuktikan bahwa penyusunan dan materi Omnibus Law RUU Ciptaker banyak mengandung masalah, karenanya mengundang begitu banyak kritik dan penolakan, baik dari internal DPR maupun dari luar DPR,” HNW menambahkan.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS menunjukkan contoh kasus, sejumlah ketentuan dalam klaster pendidikan RUU ciptaker yang mengubah beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi masalah, yakni berbagai ketentuan yang kentara sekali bernuansa liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi pendidikan.
“Itu semua jelas tidak sesuai dengan cita-cita Indonesia Merdeka, dan amanat UUD NRI 1945,” katanya.
Anggota Komisi VIII DPR mengungkapkan penarikan klaster pendidikan dalam RUU ciptaker memang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan DPR. Apalagi RUU itu telah menghadirkan kekhawatiran yang meluas hingga kalangan pendidikan keagamaan (Islam) banyak yang resah, karena ada spirit sekulerisasi, liberalisasi dan materialisme dalam RUU tersebut, yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (3) dan ayat (5) UUD NRI 1945.
Misalnya, klaster pendidikan dalam RUU ciptaker itu menghapus keberadaan dan peran lembaga Raudhatul Athfal, lembaga pendidikan keagamaan untuk anak-anak. Pencabutan itu diatur dalam Pasal 28 ayat (3) klaster pendidikan omnibus law RUU ciptaker.
Baca Juga: Dapat Izin Pimpinan, Baleg DPR Bawa Pembahasan RUU Ciptaker ke Hotel
Selain itu, beberapa ketentuannya juga berbau pasal karet yang bisa “melar” hingga membahayakan lembaga pendidikan keagamaan seperti madrasah dan pesantren dan para pengelolanya.
Menurut HNW, sesuai ketentuan UU, baik UU Sistem Pendidikan Nasional maupun UU Pesantren, maka madrasah maupun pesantren termasuk dalam kategori lembaga pendidikan formal maupun non formal yang dikelola masyarakat. Menjadi masalah ketika diatur dalam aturan RUU ciptaker dengan konsep omnibus law yang menjadi UU induk yang mencakup seluruh yang terkait dengan pendidikan ; baik yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun di bawah Kementerian Agama.
Pasalnya, klaster pendidikan dalam RUU ciptaker menghadirkan ketentuan pada Pasal 71 dan Pasal 62 ayat (1), yang bermuatan pengaturan pasal karet yang bisa mengancam sanksi hukum pidana selama-lamanya 10 tahun, atau denda sebanyak-banyaknya Rp1 miliar, bagi penyelenggara lembaga pendidikan formal dan non formal yang belum memiliki izin.
Ia mengkhawatirkan apabila diatur dalam omnibus law, maka maka ketentuan itu akan berlaku umum sehingga bisa menyasar lembaga pendidikan formal maupun non formal yang berada di bawah Kementrian Agama yaitu pesantren atau madrasah, serta para penyelenggaranya (kyai, ustaz dan seterusnya), yang sebenarnya sudah memilik UU secara khusus, yakni UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Padahal pesantren dan madrasah sebagai lembaga pendidikan formal atau non formal, sudah punya aturan tersendiri, dalam UU yang bersifat lex specialis, yaitu UU Pesantren, yang sama sekali tidak mencantumkan sanksi hukuman pidana atau denda. Jadi wajar bila banyak pihak dikalangan Pesantren dan Madrasah yang resah akibat adanya pasal karet seperti itu, yang potensial jadi ancaman terhadap Pesantren, Madrasah dan para Pengelolanya” ujarnya.
HNW menjelaskan juga bahwa pada rapat kerja terakhir Komisi VIII dengan Menteri Agama, HNW sudah menyampaikan secara langsung kepada menteri agama agar ikut aktif menyuarakan keresahan pesantren dan umat, ikut mengoreksi, baik dengan mengusulkan pencabutan klaster pendidikan dari omnibus law RUU ciptaker atau agar menghadirkan ketentuan baru yang definitif dalam RUU omnibus law klaster pendidikan bahwa lembaga pendidikan keagamaan formal maupun non formal hanya merujuk kepada UU Pesantren, dan agar pesantren tidak diatur dalam pasal karet seperti dalam klaster pendidikan yang bisa multitafsir dan dipakai untuk mengkriminalisasi pesantren atau madrasah serta para pengelolanya.
Tag
Berita Terkait
-
Ketua BAM DPR Aher Janji UU Ketenagakerjaan Baru akan Lebih Baik Usai Temui Buruh KASBI
-
'Gurita Korupsi Pejabat' di DPR, Ratusan Buruh KASBI Tuntut Keadilan Pasca-Omnibus Law
-
Upah Buruh Naik Cuma Rp50 Ribu, Tunjangan DPR Ratusan Juta; Said Iqbal Sebut Akal-akalan Pemerintah
-
Istana Terima Aspirasi Guru Madrasah yang Ingin Diangkat jadi ASN, Keputusan Tunggu Respons Presiden
-
Aksi Guru Honorer di Monas, Desak Pemerintah Beri Kesetaraan dan PPPK*
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional