Suara.com - Jubir Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Asfinawati menilai Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang diinginkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak pelantikan untuk yang kali kedua pada 2019, persis seperti Zaman Orde Baru.
Salah satu yang disorotinya ialah adanya penggeseran sistem desentralisasi menjadi sentralisasi.
Sejak dahulu, Pemerintahan Indonesia menggunakan sistem desentralisasi atau lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah.
Namun, pada UU Cipta Kerja justru menguatkan sistem sentralisasi yang menurutnya dijalankan pada masa orde baru.
"Singkatnya Orde Baru menganut sentralisasi, reformasi menganut desentralisasi dan UU Omnibus Law Cipta Kerja jelas sekali mengembalikan sentralisasi," kata Asfinawati dalam konferensi pers secara daring, Senin (12/10/2020).
Sistem sentralisasi dianggapnya dijalankan pada masa Orde Baru dengan dasar Ketetapan MPR 1998.
Asfinawati mengatakan kondisi politik pada zaman tersebut memperlihatkan hubungan pusat dengan daerah yang cenderung menganut sentralisasi kekuasaan serta pengambilan keputusan yang kurang sesuai dengan kondisi geografis dan demografis.
Keadaan itu dianggapnya bakal menghambat penciptaan keadilan dan pemerataan hasil pembangunan serta pelaksanaan otonomi daerahnya.
"Ini bukti bahwa kita sudah resmi berada pada masa neo Orde Baru," tuturnya.
Baca Juga: Pemerintah Akui Tak Mampu Buka Lapangan Kerja Tanpa Ada UU Cipta Kerja
Asfinawati juga melihat pemerintah menggunakan framing ketika terjadi unjuk rasa UU Ciptaker pada 8 Oktober 2020. Pemerintah sempat mengungkapkan kalau ada dalang di balik kerusuhan unjuk rasa tersebut.
Penggunaan framing dalang di balik sebuah peristiwa menurutnya persis seperti yang dilakukan pemerintahan Orde Baru.
"Kalau kita melihat lagi berita pada masa Orde Baru, adanya dalang, adanya yang menunggangi aksi itu adalah narasi yang dikeluarkan oleh Orde Baru," ucapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Terpopuler: Geger Data Australia Soal Pendidikan Gibran hingga Lowongan Kerja Freeport
- Sama-sama dari Australia, Apa Perbedaan Ijazah Gibran dengan Anak Dosen IPB?
- 5 Fakta SUV Baru Mitsubishi: Xforce Versi Futuristik, Tenaga di Atas Pajero Sport
- Bawa Bukti, Roy Suryo Sambangi Kemendikdasmen: Ijazah Gibran Tak Sah, Jabatan Wapres Bisa Gugur
- Mahasiswi IPB Jadi Korban Pengeroyokan Brutal Sekuriti PT TPL, Jaket Almamater Hangus Dibakar
Pilihan
-
Danantara Buka Kartu, Calon Direktur Keuangan Garuda dari Singapore Airlines?
-
Jor-joran Bangun Jalan Tol, Buat Operator Buntung: Pendapatan Seret, Pemeliharaan Terancam
-
Kerugian Garuda Indonesia Terbang Tinggi, Bengkak Rp2,42 Triliun
-
Petaka Arsenal! Noni Madueke Absen Dua Bulan Akibat Cedera Lutut
-
Ngamuk dan Aniaya Pemotor, Ini Rekam Jejak Bek PSM Makassar Victor Luiz
Terkini
-
Ungkap Parkir Liar di Lahan Pemprov Beroperasi 21 Tahun, Pansus Minta Polisikan!
-
Heboh Patwal 'Tot tot Wuk wuk' Kawal Tesla Cybertruck Berpelat ZZH di Tol, Mobil Siapa?
-
Kasus Patok Ilegal, Kuasa Hukum PT WKM: PT Position Lakukan Illegal Mining!
-
Hasto PDIP Optimis Lahirnya Petani Muda di Tengah Krisis Pangan dan Soroti Petani Tanpa Lahan
-
Cak Imin Minta Maaf, Sebut 27 Tahun PKB Omong Kosong untuk Petani
-
Usai Garut dan Cipongkor, Kasus Siswa Keracunan Diduga MBG Terjadi di Bogor, Begini Gejalanya!
-
Perwakilan Istana "Cuma" Menampung Aspirasi Petani, SPI Berharap Bisa Bertemu Prabowo Pekan Depan
-
Sebanyak 959 Orang Jadi Tersangka Tragedi Kerusuhan Agustus Lalu, 295 Berusia Anak
-
Skandal Kuota Haji 2023-2024: KPK Usut Biro Perjalanan Daerah, Siapa Saja yang Terlibat?
-
Muncul Desakan Moratorium Program MBG Hingga Penetapan KLB, Apa Kata Istana?