Suara.com - Akademisi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menyebut civil disobedience (pembangkangan masyarakat untuk mematuhi UU Cipta Kerja) dapat digunakan sebagai bentuk penolakan terhadap eksistensi UU tersebut.
Menurut analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim di dalam masyarakat demokratis, pembangkangan masyarakat untuk mematuhi peraturan hukum dapat dibenarkan jika memenuhi dua moral justification.
Rustam mengatakan di dalam sistem demokrasi, UU adalah produk masyarakat sendiri (Presiden dan DPR dipilih oleh rakyat untuk mewakili mereka di eksekutif dan legislatif). Maka, kata dia, menjadi kewajiban moral (moral obligation) dari rakyat untuk mematuhi hukum yang dibuat oleh kedua lembaga tersebut.
Rustam mengatakan rakyat atau civil society dapat membangkang mematuhi hukum, jika: pertama, UU tersebut melanggar hak-hak warga paling dasar (HAM) termasuk hak-hak sipil (civil rights).
Kedua, aksi pembangkangan dilakukan tanpa kekerasan (non-violence). Menurut Rustam hal itu yang dilakukan Mahatma Gandhi, Martin Luther King, dan Nelson Mandela.
"UU Ciptaker mungkin mengurangi hak-hak buruh atau hak atas lingkungan hidup, tapi tidaklah melanggar hak-hak dasar warga negara," kata Rustam.
"Ada juga kelompok-kelompok warga negara yang diuntungkan. Dan aksi-aksi demo yang dilakukan akhir-akhir ini sama sekali bukan bentuk civil disobedience, tapi civil unrest," Rustam menambahkan.
Gagasan pembangkangan sipil dilontarkan Zainal Arifin setelah terjadi penolakan dari berbagai lapisan masyarakat terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.
"Saya menawarkan kita semua harus teriakkan bersama penolakan terhadap undang-undang ini. Pembangkangan sipil atau apalah itu bentuknya itu bisa dipikirkan, tapi maksud saya ini cara kita melihat baik-baik UU ini jangan dibiarkan begitu saja. Kalau tekanan publik kuat itu merupakan bagian dari partisipasi sipil," kata dia.
Baca Juga: Demo Chaos, Tengku: Kalian Polisi Bukan Tukang Pukul Rezim
Langkah hukum lain yang juga bisa ditempuh yaitu judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
"UU itu selama ini berjalan membelakangi partisipasi publik. Ini merupakan legislasi yang menyebalkan setelah revisi UU KPK, revisi UU MK hingga UU Minerba," tandasnya.
Berita Terkait
-
Kejagung Hormati Putusan MK: Jaksa Bisa Ditangkap Tanpa Izin Jaksa Agung dalam Kasus Tertentu
-
Profil 4 Pemeran Film Dirty Vote II o3, Rekam Jejak Pendidikan Prestisius
-
UU Kepemudaan Digugat, KNPI DKI Minta Usia 40 Tahun Masih Masuk Kategori Pemuda
-
18 Profesor Hukum Bela Hasto, Minta MK Rombak Pasal Kunci Pemberantasan Korupsi
-
Minta MK Hapus Uang Pensiun DPR, Lita Gading Dibalas Hakim: Mereka kan Kerja
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 Oktober 2025: Banjir 2.000 Gems, Pemain 110-113, dan Rank Up
Pilihan
-
5 Laga Klasik Real Madrid vs Juventus di Liga Champions: Salto Abadi Ronaldo
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
Terkini
-
Dukung Revisi UU Hak Cipta untuk Lindungi Karya Jurnalistik, AMSI Serahkan Simbol Dukungan Ini
-
Prabowo Setujui Ditjen Pesantren, PDIP Siap 'Perkuat Narasi Patriotisme'
-
Polemik Utang Hingga Dugaan Markup Whoosh, PDIP Tugaskan Fraksi Lakukan Kajian
-
'Skema Mafia' Terbongkar: Rp 40 Miliar Digelontorkan untuk 'Beli' Vonis Lepas Korupsi CPO
-
Akui Sulit Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama, Bareskrim: Dikejar Lari-lari!
-
Bukan Cuma Iklan: 5 Bos Media Bongkar 'Revenue Stream' Ajaib di Era AI
-
Pakar Pidana Tegaskan Polemik Patok Kayu PT WKM Harusnya Tak Jadi Perkara Pidana
-
Kejagung Dalami Jejak Korupsi Chromebook Sampai ke 'Ring 1' Nadiem Makarim
-
Terungkap! Alasan Sebenarnya APBD DKI Jakarta Numpuk Rp14,6 Triliun! Bukan Deposito, Tapi...?
-
Kejati Jakarta Bongkar Skandal LPEI: Negara 'Dibobol' Hampir Rp 1 Triliun