Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi merespon pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terkait adanya dana senilai Rp252,78 triliun yang didepositokan ke Bank oleh pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, dan kota.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, ia belum mengetahui maksud, maupun motif yang dilakukan Pemda terkait adanya deposito uang triliunan tersebut. Pihaknya akan mencoba mendalami.
"Kami belum bisa melakukan apa pun, ini masih perspektif normatif saja. Kami belum mendalami bagaimana motifnya, kenapa disimpan seperti itu, kami belum memiliki data. Nanti kami akan mencoba mendalaminya," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (23/10/2020).
Ghufron pun mengklaim akan mencoba menelisik dengan mengumpukan data - data terkait tujuan deposito uang tersebut. KPK juga akan mencoba berkoordinasi dengan Kemendagri mengenai masalah itu.
"KPK akan lebih dahulu menggali data, mengumpulkan info dari Kemendagri. Kemudian mengumpulkan data dan keterangan. Baru lebih lanjut KPK akan menentukan sikap apakah akan melakukan proses penyelidikan atau tidak," ujarnya.
Ghufron menjelaskan bila ditemukan adanya unsur kesengajaan adanya deposito uang dilakukan oleh oknum tertentu dan mendapatkan keuntungan, pihaknya tak segan akan melakukan proses hukum.
"Kalau sepanjang itu disengaja untuk kemudian mendapatlan keuntungan tertentu, itu adalah bagian dari tindak pidana korupsi," tutur Ghufron.
Sebelumnya, Tito menyampaikan hal itu didalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2020, Kamis (22/10/2020).
Tito menyoroti dalam data anggaran per 30 September 2020, ada Rp252,78 triliun dana pemerintah daerah yang mengendap disejumlah bank.
Baca Juga: Tim Gabungan Bangka Razia Penambangan Biji Timah Ilegal
Adapun rinciannya, untuk provinsi ditotal Rp76,78 triliun ada di bank dalam bentuk deposito. Sementara, kabupaten dan kota ditotal Rp167,13 triliun di dalam deposito.
Tito menyebut dari hasil simpanan deposito itu tidak mengalir ke masyarakat. Ia menganggap bahwa bunga hasil deposito itu justru dirasakan oleh pengusaha.
Berita Terkait
-
KP2MI Perkuat Sinergi dengan Lembaga Pusat dan Daerah untuk Tingkatkan Perlindungan Pekerja Migran
-
Kemendagri Beri 57 Penghargaan untuk Pemda Berprestasi di 2025
-
KemenPPPA Dukung Arahan Prabowo Setop Kerahkan Siswa Sambut Pejabat
-
Tiba-tiba Menkeu Purbaya Minta Maaf ke Kementerian dan Pemda
-
Sambut Program TKA Kemendikdasmen, Begini Kesiapan Pemerintah Daerah
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Putin Sampaikan Belasungkawa Terkait Bencana Banjir, Prabowo: Kami Bisa Menghadapi Ini dengan Baik
-
Geger Kayu Log di Pantai Tanjung Setia, Polisi Beberkan Status Izin PT Minas Pagai Lumber
-
Pengamat Sorot Kasus Tata Kelola Minyak Kerry Chalid: Pengusaha Untungkan Negara Tapi Jadi Terdakwa
-
Prabowo Ungkap Alasan Sebenarnya di Balik Kunjungan ke Moskow Bertemu Putin
-
OTT Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, KPK Sebut Terkait Suap Proyek
-
KPK Tangkap Tangan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, Anggota DPRD Ikut Terseret?
-
Bobby Nasution Jelaskan Tidak Ada Pemangkasan Anggaran Bencana Ratusan Miliar
-
Korban Meninggal Banjir dan Longsor di Sumatera Bertambah Jadi 969 Jiwa
-
Digelar Terpisah, Korban Ilegal Akses Mirae Asset Protes Minta OJK Mediasi Ulang
-
Respons Ide 'Patungan Beli Hutan', DPR Sebut Itu 'Alarm' Bagi Pemerintah Supaya Evaluasi Kebijakan