Suara.com - Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani mengatakan laporan Democracy Index 2020 in Sickness and in Helath? dari The Economist Intelligence Unit (EIU) (2021) menempatkan Indonesia pada peringkat 64 secara global. 11 di regional Asia dan Australia.
Jaleswari menuturkan, total Indonesia mendapat skor 6,48 dan digolongkan pada kategori demokrasi yang belum sempurna (flawed democracies).
"Dari 5 (lima) indikator penilaian, Indonesia mendapat nilai 7,92 untuk proses pemilu dan pluralisme, 7,14 fungsi pemerintah, 6,11 partisipasi politik, 5,63 budaya politik demokrasi, dan 5,59 kebebasan sipil," ujar Jaleswari, Sabtu (6/2/2021).
Laporan Indeks Demokrasi oleh EIU kata Jaleswari, dibuat sejak tahun 2006.
Pada rentang waktu tersebut, kata Jaleswari, dari 4 (empat) kategori yang dibuat yaitu demokrasi penuh (full democracies), demokrasi belum sempurna (flawed democracy), rezim hibrida (hybrid regimes), dan rezim otoritarian (authoritarian regimes), Indonesia senantiasa dalam kategori negara demokrasi yang belum sempurna (flawed democracies).
Artinya, Indonesia sampai dengan saat ini terus berjuang agar tidak merosot pada kondisi yang lebih buruk.
"Indonesia berusaha untuk tidak jatuh pada rezim hibrida atau otoriter, dan kita berhasil untuk itu. Dalam kategori tersebut, Indonesia tengah berjuang menjadi negara demokrasi penuh," tutur Jaleswari.
Jaleswari menuturkan, melihat data Indeks Demokrasi EIU, mulai tahun 2017 angka Indek Demokrasi Indonesia menunjukkan titik balik membaik dan kemudian di tahun 2020 turun.
Hal tersebut dipengaruhi oleh aktifnya langkah pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap aksi intoleransi yang membahayakan ideologi negara.
Baca Juga: Demokrasi dalam Genggaman Dunia Maya
"Di satu sisi ukuran indeks demokrasi bersifat global tanpa mempertimbangkan situasi internal negara," kata Jaleswari.
Menurutnya, intoleransi perlu direspons melalui langkah penegakan hukum yang menjadi identitas negara demokrasi yaitu rule of law.
Sehingga harus dilihat bahwa ada kebutuhan negara untuk memperteguh ideologi Pancasila, mengokohkan toleransi dan menggencarkan deradikalisasi.
Berbagai upaya tersebut kata Jaleswari, secara tidak langsung merupakan upaya pemerintah merawat demokrasi tetap hidup.
"Pemerintah tidak ingin ditengah masyarakat berkembang ideologi yang membahayakan keberlangsungan negara, marak intoleransi, dan berbagai ekpresi radikalisme," tutur Jaleswari
Selain itu, Jaleswari menjelaskan di tengah pandemi Covid-19, pemerintah membutuhkan efektivitas pemerintahan dan terjaganya stabilitas untuk keluar dari berbagai permasalahan yang ditimbulkannya.
Penilaian sepintas, proses tersebut tentu akan mempengaruhi penilaian publik tentang demokrasi kita.
"Tapi itu sesungguhnya justru pilihan tepat agar demokrasi tetap hidup dan keluar dari situasi sulit yang dihadapi," kata Jaleswari.
Ia menambahkan, terlepas dari angka indeks demokrasi EIU, Pemerintah berkomitmen kuat merawat demokrasi, demokrasi yang menyelamatkan negara dan Indonesia yang plural.
"Demokrasi merupakan sebuah pergerakan yang harus dijaga bersama-sama. Indek demokrasi yang ada menjadi catatan untuk melakukan evaluasi dan mengambil kebijakan strategis atas aspek-aspek yang perlu diperbaiki," katanya.
Berita Terkait
-
Indeks Demokrasi 2020: Indonesia Ranking 64 Dunia, Masuk Demokrasi Cacat
-
Demokrasi dalam Genggaman Dunia Maya
-
RUU Pemilu Harus Segera Beri Kepastian Pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023
-
Milad PDIP, Rocky Gerung: Selamat Mengumpulkan Mendali Koruptor Terbanyak!
-
SBY Ungkap 8 Hikmah Drama Pilpres AS: Soal Presiden Jujur hingga Oligarki
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Sejarah Panjang Gudang Garam yang Kini Dihantam Isu PHK Massal Pekerja
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?