Suara.com - Sidang gugatan yang dilayangkan advokad Fredrich Yunadi atas kliennya eks Ketum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/2/2021).
Saksi fakta bernama Mujahidin yang juga rekan Fredrich saat menangani kasus Setnov dihadirkan untuk memberikan kesaksian.
Kuasa hukum Fredrich, Rudy Marjono mengatakan apa yang disampaikan Mujahidin dalam sidang bukan pekerjaan yang sifatnya probono -- dibayar cuma-cuma. Dalam penanganan kasus korupsi e-KTP tersebut, ada kesepakatan yang telah terjadi antara Fredrich dengan Setnov.
"Intinya, apa yang disampaikan Pak Mujahidin selaku saksi ini tidak ada istilahnya pro bono atau ini kuasa cuma-cuma, artinya ini tetap ada kontrak fee yang sudah disepakati," kata Rudy usai sidang.
Rudy mengatakan, kesepakatan antara kliennya dengan Setnov memang sebatas lisan, namun mengikat. Atas dasar itu, dia menyebut jika keterangan saksi menunjukkan jika surat kuasa Setnov kepada Fredrich sifatnya bukan cuma-cuma.
"Dari keterangan saksi fakta yang sudah lalu dan yang sekarang, ini menunjukkan bukan surat kuasa yang cuma-cuma, itu yang perlu digaris bawahi," kata dia.
Keterangan Mujahidin
Dalam persidangan, Mujahidin mengaku pernah diajak oleh Fredrich untuk menangani kasus korupsi yang merundung Setnov. Dalam penanganan perkara tersebut, Fredrich meminta bayaran sebesar Rp 3 miliar per-satu surat kuasa.
Namun, kesepakatan antara Setnov dan Fredrich bertemu di angka Rp 2 miliar. Total, ada 10 surat kuasa yang dikeluarkan dalam persoalan kasus korupsi E-KTP.
Baca Juga: PN Jaksel Kembali Gelar Sidang Gugatan Fredrich Yunadi
"Awalnya minta Rp 3 miliar per-satu kasus tapi terakhir akhirnya diputuskan 2 M per-satu surat kuasa. Satu surat kuasa satu permasalahan," ungkap Mujahidin di Ruang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Mujahidin mengatakan, Setnov baru membayar upah sebsar Rp. 1 miliar. Oleh Fredrich, Mujahidin diberi mandat untuk menagih sisa pembayaran kepada mantan Ketua DPR RI tersebut.
Semula, Fredrich meminta agar Mujahidin menagih Rp 9 miliar pada Setnov. Karena penanganan perkara tidak sampai selesai, dia menyarankan Fredrich menurunkan nominal ke angka Rp 5 miliar.
"Saya disuruh nagih awalnya Rp 9 miliar tapi kan ini perkara tidak sampai tuntas, makanya saya bilang ke Pak Yunadi, saya ajuin Rp 5 miliar saja lah," kata dia.
Mujahidin mengatakan, pihak yang kemudian melakukan penagihan adalah anak buahnya. Namun, usaha penagihan tersebut tak kunjung membuahkan hasil.
Bahkan dalam persidangan, Mujahidin menyebut kalau dia dan Fredrich sudah pasang badan untuk membela Setnov. Kekecewaan tersebut bahkan dia ungkapkan dalam ruang sidang,"Kami yang pasang badan untuk Setnov, sampai sekarang belum ada pembayaran," ujar Mujahidin.
Berita Terkait
-
Pasang Badan buat Setnov, Rekan Fredrich: Sampai Sekarang Belum Dibayar
-
PN Jaksel Kembali Gelar Sidang Gugatan Fredrich Yunadi
-
Puluhan Koruptor di Sukamiskin Positif Covid-19, Apa Kabar Setya Novanto?
-
51 Napi Korupsi di Lapas Sukamiskin Positif Covid-19, Termasuk Dada Rosada
-
Abdul Basyir, Mantan Jaksa Penuntut Setya Novanto Meninggal Dunia
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional