Suara.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito blak-blakan mengungkap sejumlah kejanggalan dari vaksin nusantara gagasan eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sehingga harus dihentikan sementara.
Pertama, tim peneliti vaksin Nusantara ternyata didominasi oleh peneliti asing dari perusahaan asal Amerika Serikat, AVITA Biomedical, peneliti dalam negeri hanya menonton tidak terlibat langsung mengembangan vaksin.
"Terbukti proses pelaksanaan uji klinik dan proses produksinya semua dilakukan oleh tim peneliti asing tersebut dari IVITA. Para dokter di RS Karyadi tersebut memang ditraining, tapi mereka cuma menonton tidak melakukan langsung, karena pertanyaannya jadi jelas kan bahwa mereka tidak menguasai," kata Penny dalam raker di Komisi IX DPR RI, Kamis (8/4/2021).
Kedua, dalam aspek Cara Pengolahan Yang Baik (Good Manufacturing Practices/GMP) juga tidak terpenuhi karena pembuatan vaksin nusantara berbeda dengan pengembangan vaksin biasanya.
"Jadi ini adalah suatu vaksin diproduksi individual setempat saat itu dan terbuka karena diambil darahnya, harusnya tertutup kalau ini harus steril kan karena akan disuntikan ke manusia harusnya close system tapi ini open terbuka," jelasnya.
"Sangat beresiko sekali terhadap siapapun yang menggunakan vaksin nusantara dalam uji klinik (tahap I) tersebut," sambung Penny.
Ketiga, dari aspek Praktik Laboratorium yang Baik (Good Laboratory Practice/GLP), Vaksin Nusantara tidak menggunakan metode pengujian yang baik.
"Tidak dilakukan validasi dan standarisasi, alat ukurnya tidak terkalibrasi. Saya kira itu sudah satu temuan yang sangat tidak mungkin BPOM untuk bisa memberikan izin," tegasnya.
Penny juga mengungkapkan bahwa konsep Vaksin Nusantara tidak jelas bisa disebut vaksin atau hanya terapi Covid-19.
Baca Juga: Vaksin Nusantara Dihentikan, DPR Minta Kemenkes dan BPOM Lakukan Ini
"Terkait dengan konsep, apakah ini adalah terapi atau apakah ini vaksin itu juga masih dipertanyakan dan mereka tidak bisa menjawab," ucapnya.
BPOM sempat meminta tim peneliti melakukan uji praklinik ulang agar bisa melanjutkan ke uji klinis fase I, namun ditolak oleh Terawan.
"Pak Menkesnya langsung yang turun, Pak Menkesnya dalam hal ini menolak untuk melalui pra klinik. Kami akhirnya membolehkan, tapi dengan catatan hanya boleh tiga subjek (uji klinis I)," tutur Penny.
Surat Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) pun ditandatangani Penny, namun dalam uji klinis tahap I, tim peneliti menggunakan 28 subjek, bukan 3 seperti yang disyaratkan BPOM.
"Dan kalau melihat hasil uji kliniknya dari aspek keamanan dan imunogenitasnya data-datanya tidak konsisten, sering berubah, validitasnya tidak bisa disimpulkan jika dikaitkan dengan aspek keamanan dan aspek imunogenitas dari tahap uji klinik fase satu," ungkapnya.
Oleh sebab itu, BPOM meminta tim peneliti untuk menghentikan sementara proses pengembangan vaksin dan kembali ke fase pra-klinik dengan melengkapi prosedur saintifik yang baik dan benar.
Berita Terkait
-
Masker Medis Rentan Dipalsukan, Dinkes Balikpapan Bakal Gelar Razia
-
Hari Kesehatan Sedunia, BPOM Luncurkan Logo Pilihan Lebih Sehat di Makanan
-
BPOM Temukan 300 Kg Mi Mengandung Formalin di Aceh
-
Sufmi Dasco: Hindari Embargo, Vaksin Dalam Negeri Harus Dipercepat
-
Anggota DPR Minta Pemerintah Pikirkan Alternatif Pengadaan Vaksin
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 10 Rekomendasi Skincare Wardah untuk Atasi Flek Hitam Usia 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
-
Danantara 'Wajibkan' Menkeu Purbaya Ikut Rapat Masalah Utang Whoosh
-
Viral Biaya Tambahan QRIS Rp500: BI Melarang, Pelaku Bisa Di-Blacklist
-
Harga Minyak Dunia Merosot Imbas Stok AS Melonjak
Terkini
-
Mencuat di Komisi Reformasi Polri: Mungkinkah Roy Suryo Cs dan Jokowi Dimediasi?
-
MK Batalkan Aturan HGU 190 Tahun di IKN, Airlangga: Investasi Tetap Kami Tarik!
-
'Dilepeh' Gerindra, PSI Beri Kode Tolak Budi Arie Gabung: Tidak Ada Tempat Bagi Pengkhianat Jokowi
-
Bentuk Posbankum Terbanyak, Pemprov Jateng Raih Rekor MURI
-
Soal UMP Jakarta 2026, Legislator PKS Wanti-wanti Potensi Perusahaan Gulung Tikar
-
Anggaran Makan Bergizi Gratis 2025 Naik Jadi Rp99 Triliun, BGN Siap Gelontorkan Rp1,2 T per Hari
-
Bukan Tak Senang, Ini Alasan Prabowo Larang Siswa Sambut Kunjungan Presiden
-
10 Wisata Alam Jember untuk Libur Akhir Tahun, dari Pantai Eksotis hingga Situs Megalitik
-
Adian Napitupulu Siap Temui Purbaya Bawa Data: Milenial-Gen Z Justru Suka Produk Thrifting
-
Ketua BGN Tak Masalah Anak Wakil Ketua DPRD Sulsel Punya 41 SPPG: Siapa yang Mampu Silakan Bangun