Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meminta kepala daerah memanfaatkan semaksimal mungkin dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) untuk mendukung percepatan penurunan angka stunting. Berdasarkan evaluasi, masih banyak kepala daerah yang ternyata belum optimal dalam menggunakan dana TKDD untuk kepentingan penurunan stunting.
Hal itu disampaikan Sri dalam Webinar Sosialisasi Arah Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID), dan APBD 2022 untuk Percepatan Penurunan Stunting di Jakarta, Senin (24/5/2021).
"Pemerintah telah mengucurkan anggaran, baik melalui mekanisme belanja kementerian/lembaga (K/L), maupun melalui mekanisme Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dengan alokasi yang cukup besar dan ini merupakan tanggung jawab bersama K/L maupun Pemda," kata Sri.
"Saya harap anggaran tersebut betul-betul bisa menghasilkan dampak penurunan stunting bagi anak-anak Indonesia, dengan saling berkoordinasi dan berkolaborasi karena stunting tidak bisa diselesaikan oleh satu K/L atau satu daerah," sambungnya.
TKDD pada APBN 2020 telah mengalokasikan DAK Fisik sebesar Rp 1,9 Triliun dengan realisasi Rp 1,8 Triliun untuk bidang air minum, kesehatan dan sanitasi. Sementara untuk DAK Non Fisik sebesar Rp 2,7 Triliun dan memiliki realisasi dengan nilai yang sama untuk Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Stunting dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB).
TKDD itu dikatakan Sri sudah disusun dengan desain transfer yang konvergen untuk mengintegrasikan berbagai sumber TKDD dalam penanggulangan stunting melalui penerbitan PMK Nomor 61/PMK.07/2019. Aturan tersebut dikeluarkan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan intervensi penurunan stunting terintegrasi.
Dengan adanya PMK tersebut, maka proses perencanaan dan penganggaran pengalokasian TKDD dapat dilakukan secara terintegrasi antar berbagai sumber TKDD dengan fokus alokasi penanganan stunting yang terkoordinasi.
Menurut Sri, pelaksanaan upaya penurunan stunting di daerah masih mengalami beberapa kendala dan tantangan. Salah satu tantangan utama yang perlu mendapatkan perhatian adalah kurangnya koordinasi lintas sektor dan kurangnya pemahaman daerah dan desa atas program-program penanggulangan stunting.
"Untuk itu, peran Pemerintah Daerah sangat penting untuk terus mendorong program stunting sebagai prioritas utama, dan kepada gubernur/walikota/bupati agar dapat memberikan arahan kepada seluruh dinas dan organisasi perangkat daerah untuk memahami, mengenali, dan berkomitmen untuk menangani stunting ini," ujarnya.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Gubsu Perintahkan Kepala Daerah Tingkatkan Prokes
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, Suprayoga Hadi mengatakan Pemerintah telah mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung percepatan penurunan stunting, baik itu DAK Fisik maupun DAK Non Fisik sejak 2018.
Untuk DAK Fisik, beberapa bidang yang terkait dengan stunting diantaranya adalah DAK Kesehatan, DAK Sanitasi, dan DAK Air Minum. Sementara untuk DAK Non Fisik, beberapa bidang yang terkait adalah DAK Kesehatan, DAK Keluarga Berencana, dan DAK Pendidikan Anak Usia Dini.
Pemerintah juga menyediakan DAK Non Fisik khusus untuk mendukung konvergensi percepatan penurunan stunting di daerah, melalui BOK Kesehatan.
Akan tetapi, berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan terkait dengan pemanfaatan DAK di tahun 2020, diketahui bahwa banyak daerah yang belum memanfaatkannya secara optimal untuk stunting.
Untuk DAK Fisik saja misalnya, beberapa daerah tidak menyampaikan usulan, bahkan daerah yang sudah mengusulkan pun, seringkali tidak dapat merealisasikan secara optimal.
Berdasarkan evaluasi tersebut, dari 260 kabupaten/kota prioritas stunting tahun 2020, terdapat 102 kabupaten/kota yang tidak memanfaatkan DAK bidang Air Minum dan 111 kabupaten/kota tidak memanfaatkan DAK bidang Sanitasi. Sedangkan untuk DAK Bidang Kesehatan, masih terdapat 58 kabupaten/kota tak memanfaatkan DAK Sub Bidang Antropometri dan 89 kabupaten/kota belum memanfaatkan DAK Sub Bidang Keluarga Berencana (KB).
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
-
Muncul Tudingan Ada 'Agen' Dibalik Pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Dia?
-
BBM RI Dituding Mahal Dibandingkan Malaysia, Menkeu Purbaya Bongkar Harga Jual Pertamina
Terkini
-
Menteri Hukum Ultimatum PPP: Selesaikan Masalah Internal atau AD/ART Jadi Penentu
-
Satu Bulan Tragedi Affan Kurniawan: Lilin Menyala, Tuntutan Menggema di Benhil!
-
Polemik Relokasi Pedagang Pasar Burung Barito, DPRD DKI Surati Gubernur Pramono Anung
-
Siapa Ketum PPP yang Sah? Pemerintah akan Tentukan Pemenangnya
-
KPAI Minta Polri Terapkan Keadilan Restoratif untuk 13 Anak Tersangka Demonstrasi
-
Program Magang Fresh Graduate Berbayar Dibuka 15 Oktober, Bagaimana Cara Mendaftarnya?
-
DPR RI Kajian Mendalam Putusan MK soal Tapera, Kepesertaan Buruh Kini Sukarela
-
Setelah Kasih Nilai Merah, ICW Tagih Aksi Nyata dari Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum
-
DPRD DKI Kaget Dana Transfer Pusat ke Jakarta Dipangkas, APBD 2026 Terancam Turun
-
DPRD DKI Kaget Dana Transfer Pusat ke Jakarta Dipangkas, APBD 2026 Terancam Turun