Suara.com - Guru Besar Hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Faisal Santiago mengatakan bahwa pasal santet dalam Rancangan Undang Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) masih menjadi perdebatan dan pemikiran panjang karena keberadaan santet di masyarakat antara ada dan tiada.
"Meski santet antara ada dan tiada, dalam kehidupan bermasyarakat hal ini kadang kala terjadi," kata Prof. Dr. H. Faisal Santiago menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Rabu (23/6/2021).
Prof. Faisal mengemukakan hal itu terkait dengan draf Pasal 251 RUU KUHP yang menyebutkan setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV (Rp200 juta).
Akan tetapi, kalau merujuk pada teori responsif, menurut Prof. Faisal, sebaiknya dimasukkan jikalau hal itu terjadi dalam masyarakat, sudah ada pasal yang mengaturnya. Artinya, Pemerintah merespons terhadap permasalahan hukum yang ada serta bersikap antisipatif.
Dikemukakan dalam penjelasan Pasal 252 RUU KUHP bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic), yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya.
Disebutkan pula bahwa ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet).
Menjawab pertanyaan apakah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bisa membuktikan Pasal 251 (pasal santet), Prof. Faisal mengatakan bahwa cara pembuktian kasus santet ini masih jadi perdebatan.
Menurut dia, pembuktian kasus santet bisa dengan cara meminta keterangan ahli, sebagaimana ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 184 Ayat (1).
Selain keterangan ahli yang merupakan satu di antara lima alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP, yakni keterangan saksi, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. (Antara)
Baca Juga: Wamenkumham Klaim RUU KUHP Bisa Atasi Masalah Lapas Overkapasitas
Berita Terkait
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
Terkini
-
Konflik Lahan di Lebak Memanas, DPR Panggil Perusahaan dan KLHK
-
Di Hadapan Buruh, Aher Usul Kontrak Kerja Cukup Setahun dan Outsourcing Dibatasi
-
Aher Terima Curhat Buruh: RUU Ketenagakerjaan Jadi Sorotan, PHK Sepihak Jadi Ancaman
-
Tips Akhir Tahun Ga Bikin Boncos: Maksimalkan Aplikasi ShopeePay 11.11 Serba Hemat
-
Deolipa Tegaskan Adam Damiri Tidak Perkaya Diri Sendiri dalam Kasus Korupsi Asabri
-
Tak Hadir Lagi di Sidang Sengketa Tambang Nikel Haltim, Dirut PT WKS Pura-pura Sakit?
-
Gubernur Pramono Lanjutkan Uji Coba RDF Rorotan Meski Diprotes: Tidak Kapasitas Maksimum
-
Hasto: PDIP Dorong Rote Ndao Jadi Pusat Riset Komoditas Rakyat, Kagum pada Tradisi Kuda Hus
-
Di Rote Ndao, Hasto PDIP Soroti Potensi Wilayah Terluar RI
-
Belajar Asuransi Jadi Seru! Chubb Life Luncurkan Komik Edukasi Polistory