Suara.com - Majelis hakim menolak permohonan mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi yang mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator).
"Permohonan terdakwa sebagai 'justice collaborator' tidak beralasan menurut hukum oleh karena itu harus ditolak," kata ketua majelis hakim Albertus Usada, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Menurut majelis hakim, berdasarkan Surat Edaram Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, syarat sebagai "justice collaborator", antara lain adalah menjadi salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kejahatannya, bukan pelaku utama, memberikan keterangan yang sangat dibutuhkan sebagai saksi untuk mengungkap pelaku lain dalam proses pengadilan.
"Menimbang setelah mencermati fakta hukum yang terungkap di persidangan, tidak ada pelaku utama perbuatan lainnya kecuali hanya terdakwa saja, namun sebagian hanya terbuktinya keadaan penyerta dalam konteks telah terbuktinya dakwaan ke satu subsider sebagaimana Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," ujar Albertus.
Maka, majelis hakim menyimpulkan bahwa Rohadi tidak memenuhi syarat kumulatif sebagai "justice collaborator" dalam tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang.
"Namun secara kasuistis terhadap sikap terdakwa yang menerangkan perbuatannya yang didakwakan penuntut umum serta sikap terdakwa yang kooperatif dalam proses peradilan dan mengaku bersalah dalam persidangan, dapat dimaknai sebagai hal yang meringankan," kata Albertus lagi.
Dalam perkara ini, majelis hakim yang terdiri dari Albertus Usada, Susanti Arsi Wibawani, dan Ali Mukhatarom memvonis Rohadi terbukti bersalah dijatuhi hukuman tiga tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp300 juta, subsider 4 bulan kurungan, karena terbukti menerima suap, gratifikasi serta pencucian uang.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta agar Rohadi divonis 5 tahun penjara, ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Perbuatan Rohadi yang terbukti menurut hakim adalah, pertama, Rohadi terbukti menerima suap dari anggota DPRD Papua Barat 2009-2014 Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus Ijie melalui Sudiwardono terkait pengurusan tindak pidana korupsi yang melibatkan Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus Ijie supaya dapat dibebaskan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Baca Juga: Terkuak! Tiga Saksi Kompak Berikan Uang ke Rohadi Untuk Urus Perkara
Kedua, Rohadi terbukti menerima suap dalam jabatannya sebagai panitera pengganti masing-masing dari Jeffri Darmawan melalui perantaraan Rudi Indawan sebesar Rp110 juta; dari Yanto Pranoto melalui perantaraan Rudi Indawan sebesar Rp235 juta; dari Ali Darmadi sebesar Rp1,608 miliar serta dari Sareh Wiyono sebesar Rp1,5 miliar terkait pengurusan perkara.
Ketiga, Rohadi juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp11.518.850.000 dari sejumlah pihak terkait dengan jabatannya sebagai panitera pengganti.
Keempat, Rohadi terbukti melakukan pencucian uang, yaitu menukarkan dari mata uang asing ke mata uang rupiah seluruhnya sebesar Rp19,408 miliar, menempatkan (setor tunai) di rekeningnya sendiri pada 2014-2015 sebesar Rp465,3 juta, mentransfer ke rekening anggota keluarganya, membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian tanah dan bangunan (rumah) seluruhnya sebesar Rp13.010.976.000.
Selanjutnya, Rohadi terbukti membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian kendaraan bermotor (mobil) seluruhnya sebesar Rp7.714.121.000 dan perbuatan lainnya berupa membuat kuitansi fiktif agar nampak seolah-olah menerima modal investasi (pinjaman uang) dari pihak lain, dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana korupsi.
Namun, majelis hakim mengembalikan sejumlah harta milik Rohadi, yaitu 1 unit rumah 2 lantai di Perumahan Royal Residence Cakung, Jakarta Timur, dan 1 bidang tanah dan 1 unit rumah 2 lantai di Perumahan The Royal Residence Cakung, Jakarta Timur dikembalikan ke PT Hasana Damai.
Sedangkan Rumah Sakit Reysa di Indramayu, Jawa Barat disetujui sebagai aset yang dirampas dan difungsikan untuk tempat karantina pasien COVID-19 tidak bergejala.
Berita Terkait
-
Divonis Ringan, Eks Panitera Tajir PN Jakut Rohadi Dihukum 3 Tahun 6 Bulan Penjara
-
Sempat Ditunda karena Hakim Sakit, Sidang Vonis Rohadi Akhirnya Digelar Hari Ini
-
Terkuak! Tiga Saksi Kompak Berikan Uang ke Rohadi Untuk Urus Perkara
-
Pengusaha Akui Beri Rp 2,4 Miliar ke PNS Tajir Rohadi untuk Nikahan Anak
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
-
HUT ke 68 Bank Sumsel Babel, Jajan Cuma Rp68 Pakai QRIS BSB Mobile
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
Terkini
-
MKD Jelaskan Pertimbangan Adies Kadir Tidak Bersalah: Klarifikasi Tepat, Tapi Harus Lebih Hati-hati
-
Dinyatakan Bersalah Dihukum Nonaktif Selama 6 Bulan Oleh MKD, Sahroni: Saya Terima Lapang Dada
-
Ahmad Sahroni Kena Sanksi Terberat MKD! Lebih Parah dari Nafa Urbach dan Eko Patrio, Apa Dosanya?
-
MKD Ungkap Alasan Uya Kuya Tak Bersalah, Sebut Korban Berita Bohong dan Rumah Sempat Dijarah
-
Polda Undang Keluarga hingga KontraS Jumat Ini, 2 Kerangka Gosong di Gedung ACC Reno dan Farhan?
-
Saya Tanggung Jawab! Prabowo Ambil Alih Utang Whoosh, Sindir Jokowi?
-
Said Didu Curiga Prabowo Cabut 'Taring' Purbaya di Kasus Utang Whoosh: Demi Apa?
-
Tragedi KKN UIN Walisongo: 6 Fakta Pilu Mahasiswa Terseret Arus Sungai Hingga Tewas
-
Uya Kuya Dinyatakan Tidak Melanggar Kode Etik, Kini Aktif Lagi Sebagai Anggota DPR RI
-
Dendam Dipolisikan Kasus Narkoba, Carlos dkk Terancam Hukuman Mati Kasus Penembakan Husein