Suara.com - Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menuai kecaman dari berbagai pihak setelah memutuskan untuk angkat kaki di saat Taliban semakin berkuasa.
Menyadur Al Jazeera Senin (16/8/2021) ketua Dewan Tinggi untuk Rekonsiliasi Nasional Abdullah Abdullah menyatakan kemarahannya di media sosial.
"Presiden telah meninggalkan Afghanistan ... Dia telah meninggalkan negara ini [untuk itu] Tuhan akan meminta pertanggungjawabannya," tulis Abdullah di akun Facebook-nya.
Seorang politisi dari provinsi timur, yang tidak ingin disebutkan namanya, menggambarkan kepergian Ghani sebagai aib bagi negaranya.
Politisi itu menuduh Ghani selama ini berbohong kepada warganya dan membuat orang-orang Afghanistan dalam kegelapan.
Atta Mohammad Noor, mantan komandan provinsi Balkh, juga menuduh pemerintah melakukan rencana besar yang terorganisir dan bertindak seperti pengecut.
Pernyataan salah satu kritikus Ghani tersebut mengacu pada keyakinan yang berkembang bahwa jatuhnya sejumlah provinsi dalam beberapa pekan terakhir, adalah bagian dari rencana besar yang mungkin dilakukan pemerintah.
Bulan lalu, Ismail Khan, mantan komandan mujahidin dari provinsi Herat, mengatakan hal yang sama kepada Al Jazeera dan mengklaim ada rencana di balik kejatuhan sejumlah wilayah.
Warisan Ghani
Baca Juga: Pasukan Taliban Kepung Kota Kabul, Ingin Ambil Alih Kekuasaan Secara Damai
Presiden Ashraf Ghani bertolak ke Tajikistan pada Minggu (15/8/2021) waktu setempat. Di postingan akun Facebook-nya, ia mengklaim keputusan tersebut untuk mencegah pertumpahan darah.
Seorang mantan anggota Dewan Keamanan Nasional mengatakan meskipun kepergian presiden itu dapat dimengerti, dia masih tetap merasa kecewa.
Namun, dia mengatakan sikap Ghani yang lebih memilih untuk tidak terlihat di depan umum sebagai tindakan yang tidak patriotik dan menyedihkan.
"Dia menyebabkan kekacauan di kawasan itu, memecah belah rakyat, menciptakan permusuhan di antara kelompok-kelompok etnis dan merusak demokrasi." jelas mantan pejabat NSC tersebut.
Seorang aktivis hak-hak perempuan mengatakan bahwa keputusan Ghani untuk pergi seharusnya tidak menjadi fokus negara tersebut.
"Ghani telah pergi, tetapi 38 juta orang Afghanistan masih disini." ungkap aktivis yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional
-
Nestapa Ratusan Eks Pekerja PT Primissima, Hak yang Tertahan dan Jerih Tak Terbalas
-
Ahli Bedah & Intervensi Jantung RS dr. Soebandi Jember Sukses Selamatkan Pasien Luka Tembus Aorta
-
Wamen Dzulfikar: Polisi Aktif di KP2MI Strategis Perangi Mafia TPPO