Informasi itu pun menjadi kabar yang pertama kali Yendra sampaikan. Kepada kami, dia juga menunjukkan sebuah video yang berisi harapan komunitas penganut Ahmadiyah di Sintang bertepatan jelang Hari Kemerdekaan Indonesia.
“Kepada yang terhormat Presiden Joko Widodo, kami warga negara Indonesia yang tinggal di Desa Balai Harapan, kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, belum bisa menikmati kemerdekaan di negeri yang sudah merdeka ini, karena masjid yang kami bangun dengan sulit dari menyisihkan penghasilan kami yang kami pas-pasan ini ditutup paksa oleh Bupati Sintang, karena tekanan kelompok intoleran. Kami tidak meminta dana sosial, hanya sangat berharap kepada Bapak Presiden, sebagai orang tua kami dapat memastikan masjid kami bisa dipakai lagi beribadah dengan tenang. Itu cukup bagi kami. Kami optimis Bapak Presiden Jokowi tangguh untuk Indonesia tumbuh, melawan kelompok Intoleran seluruh Indonesia, termasuk di Sintang, Kalimantan Barat,” kata seorang pria dengan lantang dalam video tersebut.
Bukan Kasus Pertama Kali
Yendra mengatakan, kasus di atas adalah salah satu contoh dari banyak tekanan yang dialami komunitas penganut Ahmadiyah. Kasus yang sama juga terjadi di daerah Depok dan Ciamis, Jawa Barat, masjid yang sama-sama dibangun sejak 2011. Sampai saat ini belum dapat digunakan untuk beribadah dengan leluasa.
Di samping itu ada pula kasus pengusiran. Di Mataram, Nusa Tenggara Barat masyarakat penganut Ahmadiyah terusir dari kampung halamannya sendiri sejak 2006 lalu. Hingga saat ini titik terang nasib mereka tidak menemukan solusi sama sekali dari pemerintah daerah dan juga pemerintah pusat.
Padahal sejumlah upaya telah mereka lalukan, termasuk melakukan advokasi dengan pemerintah setempat dan pusat.
“Kita sudah membantu, menawarkan bantuan untuk penyelesaian termasuk pada saat itu pemerintah bermasalah dengan penyediaan lahannya, misalnya, sulit untuk lahannya. Kami sudah siap, kami suda bantu pengadaan lahannya,” ujar Yendra.
“Jadi kalau berbicara tentang bagaimana 76 tahun kemerdekaan, ya bagaimana beribadah di negeri yang sudah merdeka itu ternyata tidak bisa,” sambungnya.
Dari serangkaikan peristiwa itu, Yendra menyimpulkan tidak ada penanganan yang signifikan dari pemerintah.
Baca Juga: Hentikan Pembangunan Masjid Ahmadiyah, Bupati Garut Dikecam
“Kalau kita melihat pada usia 76 tahun kemerdekaan itu, kalau melihat trennya itu tidak ada signifikansi. Hal yang signifikan dari perbaikan atas permasalahan-permasalahan dalam kemerdekaan beragama, dalam konteks Ahmadiyah semua permasalahan, yang sudah ada sebelumnya belum selesai,” ujarnya.
Diskriminasi Mengakses Pencatatan Kependudukan
Permasalahan yang dialami para penganut Ahmadiyah, tidak berhenti pada persekusi beribadah, diskriminasi untuk mendapatkan pencatan administrasi kependudukan juga mereka alami. Seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), pencatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan mengakses pendidikan di sekolah negeri.
Kata Yendra, tak sedikit penganut Ahmadiyah yang kesulitan untuk mendapatkan KTP hanya karena latar belakang aliran yang mereka yakini.
Pada kebanyakan kasus biasanya terjadi terhadap para penganut Ahmadiyah yang bermukim di suatu komunitas besar di sebuah wilayah.
Jelasnya mereka akan lebih mudah untuk diidentifikasi oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) setempat sebagai penganut Ahmadiyah.
Tag
Berita Terkait
-
Pembunuh Satu Keluarga di Sintang Ditangkap, Ini Tampangnya
-
Banjir Sintang Rendam 4 Kecamatan, Tinggi Air Capai 2 Meter
-
Soal Beda Data Kematian Covid-19, Ini Penjelasan Lengkap Kadinkes Kalbar
-
Viral Beda Data Kematian Covid-19 di Kalimantan Barat, Publik Bertanya-tanya
-
Kuliner Khas Sintang Wajib Dicoba, Talas Asen hingga Kue Lapis Salju
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
Kondisi Terkini Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta: Masih Lemas, Polisi Tunggu Lampu Hijau Dokter
-
Duka Longsor Cilacap: 16 Nyawa Melayang, BNPB Akui Peringatan Dini Bencana Masih Rapuh
-
Misteri Kematian Brigadir Esco: Istri Jadi Tersangka, Benarkah Ada Perwira 'W' Terlibat?
-
Semangat Hari Pahlawan, PLN Hadirkan Cahaya Bagi Masyarakat di Konawe Sulawesi Tenggara
-
Diduga Rusak Segel KPK, 3 Pramusaji Rumah Dinas Gubernur Riau Diperiksa
-
Stafsus BGN Tak Khawatir Anaknya Keracunan karena Ikut Dapat MBG: Alhamdulillah Aman
-
Heboh Tuduhan Ijazah Palsu Hakim MK Arsul Sani, MKD DPR Disebut Bakal Turun Tangan
-
Pemkab Jember Kebut Perbaikan Jalan di Ratusan Titik, Target Rampung Akhir 2025
-
Kejagung Geledah Sejumlah Rumah Petinggi Ditjen Pajak, Usut Dugaan Suap Tax Amnesty
-
Kepala BGN Soal Pernyataan Waka DPR: Program MBG Haram Tanpa Tenaga Paham Gizi